Prajurit Marinir 3 Hari 3 Malam Terombang-ambing di Laut Tanpa Makan dan Minum
loading...
A
A
A
Satu hal yang tidak diduga adalah perubahan arah arus yang tidak menentu, sehingga sangat sulit untuk mempertahankan arah lebih-lebih di tengah lautan tanpa ada titik-titik kenal sebagai patokan. Itulah sebabnya hingga berjam-jam anggota tim tidak berhasil menemukan perahu karet yang menunggu. Akhirnya Tim ini memutuskan untuk langsung menuju keformasi kapal-kapal perang TNI AL di lepas pantai Dilli. Kebetulan arah arus memang ke Timur, ke arah kapal-kapal TNI AL tersebut yang jaraknya sekitar 5 mil dari muara sungai Komoro.
Sekitar pukul 08,00 pagi posisi Tim ini sudah ± 2 mil dari kapal-kapal TNI AL tersebut, tetapi tiba-tiba arus berubah lagi ke arah Barat, tetapi karena belum sadar akan perubahan arah arus ini, anggota Tim tetap berenang ke arah kapal, tetapi tidak dapat mendekatinya. Dan akhirnya anggota terseret sampai ke dekat Lequesa sebuah kota pantai ± 25 kilometer sebelah Barat Dilli yang masih dikuasai Fretellin.
Anggota Tim berusaha menjauhi pantai dan kebetulan arah arus berubah lagi ke arah Utara, sehingga memudahkan gerakan anggota Tim menjauhi pantai. Pukul 11.00 anggota Tim berkumpul dan berunding ke arah mana sebaiknya Tim mendarat. Pelda Marinir (anm) Slamet Priyono selaku Dan Tim memutuskan menuju ke Atauro yang terletak ± 20 km sebelah utara Dilli dan ujung barat pulau ± 10 km dari posisi Tim saat itu. Sekitar pukul 13.00 di atas Tim Marinir ini lewat sebuah Dakota (DC-3) TNI-AL. Kegembiraanpun meluap-luap, anggota Tim menyangka bahwa itu pesawat SAR yang ditugaskan mencari anggota Tim ini.
Para anggota Tim berusaha memercik-percikkan air ke atas sebagai tanda agar dapat dilihat dari atas. Tetapi harapan tinggal harapan dan pesawat terus ke arah barat tanpa menghiraukan kami dan ternyata pesawat tersebut memang tidak ditugaskan mencari. Anggota Tim-pun terus berenang lagi, tetapi akhirnya kami sadar, bahwa Pulau Atauro saat itu masih di tangan Portugis dan kemudian sekitar pukul 15.00 diputuskan menuju Pulau Alor, satu-satunya pulau yang terdekat (kelihatannya) dari posisi Tim pada saat itu. Jarak lurus Dilli-Alor sekitar 55 mil. Sedang dari posisi Tim saat itu sekitar 45 mil. Sebenamya pada saat itu kami kurang tahu berapa sesungguhnya jarak Alor-Dilli maupun Atauro-Alor. Tetapi pengaruh cuaca karena waktu itu gunung-gunung di Alor disinari matahari membuat jarak Alor terlihat lebih dekat dari pada ke Dilli. Itulah sebabnya maka Tim memutuskan ke Alor.
Anggota Tim berenang terus dengan ganti berganti gaya dan beristirahat tidur setelah berenang 10 jam. Para anggota Tim tidur dengan meniup pelampung dan saling memikul kaki dan bergandengan supaya tidak terpisah-pisah oleh gelombang dan arus.
Setiap beristirahat anggota dapat langsung tidur nyenyak karena capeknya bahkan dengan mimpi- mimpi yang indah. Tetapi paling lama anggota tim dapat tidur kurang dari 10 menit. Karena kedinginan dan kelaparan sehingga mudah sekali terbangun. Juga apabila diteruskan tidur khawatir kalau kepala terendam air yang akibatnya akan fatal, yaitu tidak dapat bernafas dan mungkin mati kaku. Untuk menentukan arah tidaklah terlalu sulit. Siang hari anggota tim berpatokan pada puncak-puncak gunung di Alor yang bentuknya lain (yang sebelumnya sudah pernah berkeliling di laut sekitar Alor), dan pada malam hari berpedoman pada bintang-bintang.
Pada 8 Desember 1975 tenaga sudah mulai lemah, namun anggota Tim tidak mengenal arti putus asa dan terus berusaha mencapai Alor. Musuh terberatnya sebenarnya bukanlah gelombang, arus ataupun ikan-ikan buas seperti Paus dan Hiu yang sering dijumpai, tetapi rasa dingin, rasa lelah dan rasa kantuk yang dirasakan sangat berat. Pukul 16.00 pantai Alor mulai membayang samar-samar. Harapan untuk selamat lebih besar lagi. Tetapi justru bayangan daratan ini yang menggoda sehingga Tim terpecah dua. Pelda Mar (anm) Slamet Priyono dengan Serma Mar (anm) Soetardi dan Serka Mar Nurkamid dengan Kopda Mar Soeyono. Karena Pelda Marinir (anm) Slamet Priyono dan Serma Mar (anm) Soetardi berenangnya lebih cepat maka mereka memutuskan untuk berenang duluan.
Sebelumnya Pelda Mar (anm) Slamet Priyono berpesan: “Mid… saya dan Tardi akan menuju daratan lebih dulu dan saya akan berusaha cari perahu untuk menolong kamu”, itulah kata-kata terakhir yang disampaikan pada mereka berdua. Perpecahan tersebut seharusnya tidak perlu terjadi, karena sebagai Tim kecil apapun yang terjadi harus tetap kompak.
Sekitar pukul 08,00 pagi posisi Tim ini sudah ± 2 mil dari kapal-kapal TNI AL tersebut, tetapi tiba-tiba arus berubah lagi ke arah Barat, tetapi karena belum sadar akan perubahan arah arus ini, anggota Tim tetap berenang ke arah kapal, tetapi tidak dapat mendekatinya. Dan akhirnya anggota terseret sampai ke dekat Lequesa sebuah kota pantai ± 25 kilometer sebelah Barat Dilli yang masih dikuasai Fretellin.
Anggota Tim berusaha menjauhi pantai dan kebetulan arah arus berubah lagi ke arah Utara, sehingga memudahkan gerakan anggota Tim menjauhi pantai. Pukul 11.00 anggota Tim berkumpul dan berunding ke arah mana sebaiknya Tim mendarat. Pelda Marinir (anm) Slamet Priyono selaku Dan Tim memutuskan menuju ke Atauro yang terletak ± 20 km sebelah utara Dilli dan ujung barat pulau ± 10 km dari posisi Tim saat itu. Sekitar pukul 13.00 di atas Tim Marinir ini lewat sebuah Dakota (DC-3) TNI-AL. Kegembiraanpun meluap-luap, anggota Tim menyangka bahwa itu pesawat SAR yang ditugaskan mencari anggota Tim ini.
Para anggota Tim berusaha memercik-percikkan air ke atas sebagai tanda agar dapat dilihat dari atas. Tetapi harapan tinggal harapan dan pesawat terus ke arah barat tanpa menghiraukan kami dan ternyata pesawat tersebut memang tidak ditugaskan mencari. Anggota Tim-pun terus berenang lagi, tetapi akhirnya kami sadar, bahwa Pulau Atauro saat itu masih di tangan Portugis dan kemudian sekitar pukul 15.00 diputuskan menuju Pulau Alor, satu-satunya pulau yang terdekat (kelihatannya) dari posisi Tim pada saat itu. Jarak lurus Dilli-Alor sekitar 55 mil. Sedang dari posisi Tim saat itu sekitar 45 mil. Sebenamya pada saat itu kami kurang tahu berapa sesungguhnya jarak Alor-Dilli maupun Atauro-Alor. Tetapi pengaruh cuaca karena waktu itu gunung-gunung di Alor disinari matahari membuat jarak Alor terlihat lebih dekat dari pada ke Dilli. Itulah sebabnya maka Tim memutuskan ke Alor.
Anggota Tim berenang terus dengan ganti berganti gaya dan beristirahat tidur setelah berenang 10 jam. Para anggota Tim tidur dengan meniup pelampung dan saling memikul kaki dan bergandengan supaya tidak terpisah-pisah oleh gelombang dan arus.
Setiap beristirahat anggota dapat langsung tidur nyenyak karena capeknya bahkan dengan mimpi- mimpi yang indah. Tetapi paling lama anggota tim dapat tidur kurang dari 10 menit. Karena kedinginan dan kelaparan sehingga mudah sekali terbangun. Juga apabila diteruskan tidur khawatir kalau kepala terendam air yang akibatnya akan fatal, yaitu tidak dapat bernafas dan mungkin mati kaku. Untuk menentukan arah tidaklah terlalu sulit. Siang hari anggota tim berpatokan pada puncak-puncak gunung di Alor yang bentuknya lain (yang sebelumnya sudah pernah berkeliling di laut sekitar Alor), dan pada malam hari berpedoman pada bintang-bintang.
Pada 8 Desember 1975 tenaga sudah mulai lemah, namun anggota Tim tidak mengenal arti putus asa dan terus berusaha mencapai Alor. Musuh terberatnya sebenarnya bukanlah gelombang, arus ataupun ikan-ikan buas seperti Paus dan Hiu yang sering dijumpai, tetapi rasa dingin, rasa lelah dan rasa kantuk yang dirasakan sangat berat. Pukul 16.00 pantai Alor mulai membayang samar-samar. Harapan untuk selamat lebih besar lagi. Tetapi justru bayangan daratan ini yang menggoda sehingga Tim terpecah dua. Pelda Mar (anm) Slamet Priyono dengan Serma Mar (anm) Soetardi dan Serka Mar Nurkamid dengan Kopda Mar Soeyono. Karena Pelda Marinir (anm) Slamet Priyono dan Serma Mar (anm) Soetardi berenangnya lebih cepat maka mereka memutuskan untuk berenang duluan.
Sebelumnya Pelda Mar (anm) Slamet Priyono berpesan: “Mid… saya dan Tardi akan menuju daratan lebih dulu dan saya akan berusaha cari perahu untuk menolong kamu”, itulah kata-kata terakhir yang disampaikan pada mereka berdua. Perpecahan tersebut seharusnya tidak perlu terjadi, karena sebagai Tim kecil apapun yang terjadi harus tetap kompak.