Prajurit Marinir 3 Hari 3 Malam Terombang-ambing di Laut Tanpa Makan dan Minum

Minggu, 28 Maret 2021 - 07:30 WIB
loading...
Prajurit Marinir 3 Hari 3 Malam Terombang-ambing di Laut Tanpa Makan dan Minum
Prajurit Marinir TNI Angkatan Laut (AL). Foto/Pen Marinir
A A A
JAKARTA - Peranan Korps Marinir TNI AL dalam operasi di Timor-Timur tidak dapat diragukan lagi. Bahkan pasukan-pasukan Marinir sudah sedemikian jauh ikut mengambil bagian dalam operasi-operasi di hampir seluruh pelosok wilayah bekas jajahan Portugis. Sebuah pengalaman yang tidak dilupakan anggota Detasemen Intai Amphibi Marinir Pasmar I. terutama saat menjelang dilancarkannya pendaratan amphibi BTP I (Batalyon Tim Pendarat I) di jantung Tim-Tim Dilli.

Dikutip dari buku 60 Tahun Pengabdian Korps Marinir, pada 6 Desember 1975 pukul 19.00, satu tim Marinir yang terdiri dari Kapten Mar A. Solangs, Pelda Mar (anm) Slamet Priyono, Serka Mar Nurkamid, Serma Mar (anm) Soetardi, Sertu Mar Samuri dan Kopda Mar Soeyono dipanggil menghadap Dan Gusgasfib Kolonel Laut (Penerbang) Gatot Soewardi ke kamar Dan KRI Martadinata. Ternyata tim yang beranggotakan 6 orang ini mendapat kepercayaan sekaligus kehormatan sebagai Tim Pengintai untuk menyiapkan petak pendaratan bagi Pasmar I di pantai Komoro sebelah barat Dilli.

Setelah diberi penjelasan peran penjelasan seperlunya tentang situasi daerah yang akan diselidiki, tim menerima Perintah Operasi dari Dan Gusgasfib. Tugas Tim ini adalah menyiapkan petak pendaratan dengan melaksanakan penyelidikan pantai terutama tentang gradient pantai, arah arus, kecepatan arus, tinggi pecahan gelombang, keadaan pantai belakang, serta situasi musuh di pantai. Disamping itu tim juga ditugaskan memasang tanda-tanda batas dari petak pendaratan yang telah diselidiki.

Pukul 22.00 dengan iringan do’a semua awak kapal, anggota-anggota Intai Para Amfibi (IPAM) dan Kopasandha yang berada di KRI Martadinata. Tim ini selanjutnya didebarkasikan ke sebuah perahu karet yang selanjutnya dengan penuh kerahasiaan bergerak menuju pantai Komoro ± 10 mil dari KRI Martadinata.

Tanggal 6 Desember 1975 tepat pukul 24.00 tengah malam, Tim yang bertugas melaksanakan penyelidikan pantai turun dari perahu karet pada jarak ± 4 mil dari pantai, yaitu Pelda Mar (anm) Slamet Priyono, Serma Mar (anm) Soetardi dan Kopda Mar Soeyono, selanjutnya bergerak menuju ke sasaran dengan berenang. Sedangkan Kapten Mar A.Solangs dan Sertu Mar Samuri bertugas menunggu di titik temu. Tiap anggota pada waktu itu dilengkapi dengan pelampung, pisau, baterai isyarat, fin, masker, 2 buah granat tangan, arloji bawah air dan kompas bawah air.

Tanggal 7 Desember 1975 pukul 01.30 tim ini menginjak pasir pantai di belakang garis pecahan gelombang. Angin kencang, gelombang yang memecah di pantai dengan suara yang bergemuruh membantu tim ini mendekati sasaran tanpa diketahui musuh. Tim ini melaksanakan pengintaian ke arah darat dari belakang garis pecahan gelombang melebar ke kiri dan ke kanan. Yang ke arah kanan Serka Mar Nurkamid dengan Serma Marinir (anm) Soetardi, sedangkan yang ke kiri Pelda Mar (anm) Slamet Priyono dan Kopda Mar Soeyono.

Prajurit Marinir 3 Hari 3 Malam Terombang-ambing di Laut Tanpa Makan dan Minum


Sekitar pukul 02.30 Tim ini berkumpul kembali dan dari hasil penyelidikan adalah pemasangan tanda-tanda batas petak pendaratan tidak mungkin dilaksanakan karena aktifnya patroli-patroli pantai musuh dengan lampu-lampu sorotnya, baik patroli berjalan kaki maupun dengan kendaraan bermotor yang dapat lewat di tepi pantai yang berbatu-batu kerikil. Sedangkan, Pantai Komoro selebar kurang lebih 5 km sangat baik untuk didarati kendaraan-kendaraan Amfibi maupun Beaching LST. Sehingga walaupun tanda-tanda batas tidak dipasang pendaratan cukup aman dan dapat dilaksanakan.

Akhirnya Pelda Marinir (anm) Slamet Priyono sebagai Dan Tim memutuskan melaksanakan pengunduran setelah lebih dahulu mengirim isyarat ke arah kapal perang milik TNI AL, bahwa keadaan pantai baik untuk pendaratan. Tim mengundurkan diri ke titik temu. Pukul 03.30 atau satu jam setelah tim ini mundur, pantai mulai dibombardemen meriam-meriam kapal TNI AL. Bagaikan pesta kembang api, pantai dibakar dentuman-dentuman proyektil meriam.

Sementara anggota tim berenang, hari semakin terang. Dari jauh samar-samar terlihat rampa LST dengan nomor lambung 501 menganga lebar tanda bahwa gelombang penyerbu tank-tank Maninir sudah meluncur menuju sasaran. Juga di arah daratan di atas kota Dilli ratusan payung yang sedang mengembang melayang-layang dimuntahkan dari perut Hercules- Hercules TNI-AU. Pertempuran di darat berkobar sengit karena anggota tim ini mendengar letusan-letusan menggelegar dan kepulan-kepulan asap tebal dari arah daratan.

Satu hal yang tidak diduga adalah perubahan arah arus yang tidak menentu, sehingga sangat sulit untuk mempertahankan arah lebih-lebih di tengah lautan tanpa ada titik-titik kenal sebagai patokan. Itulah sebabnya hingga berjam-jam anggota tim tidak berhasil menemukan perahu karet yang menunggu. Akhirnya Tim ini memutuskan untuk langsung menuju keformasi kapal-kapal perang TNI AL di lepas pantai Dilli. Kebetulan arah arus memang ke Timur, ke arah kapal-kapal TNI AL tersebut yang jaraknya sekitar 5 mil dari muara sungai Komoro.

Sekitar pukul 08,00 pagi posisi Tim ini sudah ± 2 mil dari kapal-kapal TNI AL tersebut, tetapi tiba-tiba arus berubah lagi ke arah Barat, tetapi karena belum sadar akan perubahan arah arus ini, anggota Tim tetap berenang ke arah kapal, tetapi tidak dapat mendekatinya. Dan akhirnya anggota terseret sampai ke dekat Lequesa sebuah kota pantai ± 25 kilometer sebelah Barat Dilli yang masih dikuasai Fretellin.

Anggota Tim berusaha menjauhi pantai dan kebetulan arah arus berubah lagi ke arah Utara, sehingga memudahkan gerakan anggota Tim menjauhi pantai. Pukul 11.00 anggota Tim berkumpul dan berunding ke arah mana sebaiknya Tim mendarat. Pelda Marinir (anm) Slamet Priyono selaku Dan Tim memutuskan menuju ke Atauro yang terletak ± 20 km sebelah utara Dilli dan ujung barat pulau ± 10 km dari posisi Tim saat itu. Sekitar pukul 13.00 di atas Tim Marinir ini lewat sebuah Dakota (DC-3) TNI-AL. Kegembiraanpun meluap-luap, anggota Tim menyangka bahwa itu pesawat SAR yang ditugaskan mencari anggota Tim ini.

Para anggota Tim berusaha memercik-percikkan air ke atas sebagai tanda agar dapat dilihat dari atas. Tetapi harapan tinggal harapan dan pesawat terus ke arah barat tanpa menghiraukan kami dan ternyata pesawat tersebut memang tidak ditugaskan mencari. Anggota Tim-pun terus berenang lagi, tetapi akhirnya kami sadar, bahwa Pulau Atauro saat itu masih di tangan Portugis dan kemudian sekitar pukul 15.00 diputuskan menuju Pulau Alor, satu-satunya pulau yang terdekat (kelihatannya) dari posisi Tim pada saat itu. Jarak lurus Dilli-Alor sekitar 55 mil. Sedang dari posisi Tim saat itu sekitar 45 mil. Sebenamya pada saat itu kami kurang tahu berapa sesungguhnya jarak Alor-Dilli maupun Atauro-Alor. Tetapi pengaruh cuaca karena waktu itu gunung-gunung di Alor disinari matahari membuat jarak Alor terlihat lebih dekat dari pada ke Dilli. Itulah sebabnya maka Tim memutuskan ke Alor.

Prajurit Marinir 3 Hari 3 Malam Terombang-ambing di Laut Tanpa Makan dan Minum


Anggota Tim berenang terus dengan ganti berganti gaya dan beristirahat tidur setelah berenang 10 jam. Para anggota Tim tidur dengan meniup pelampung dan saling memikul kaki dan bergandengan supaya tidak terpisah-pisah oleh gelombang dan arus.

Setiap beristirahat anggota dapat langsung tidur nyenyak karena capeknya bahkan dengan mimpi- mimpi yang indah. Tetapi paling lama anggota tim dapat tidur kurang dari 10 menit. Karena kedinginan dan kelaparan sehingga mudah sekali terbangun. Juga apabila diteruskan tidur khawatir kalau kepala terendam air yang akibatnya akan fatal, yaitu tidak dapat bernafas dan mungkin mati kaku. Untuk menentukan arah tidaklah terlalu sulit. Siang hari anggota tim berpatokan pada puncak-puncak gunung di Alor yang bentuknya lain (yang sebelumnya sudah pernah berkeliling di laut sekitar Alor), dan pada malam hari berpedoman pada bintang-bintang.

Pada 8 Desember 1975 tenaga sudah mulai lemah, namun anggota Tim tidak mengenal arti putus asa dan terus berusaha mencapai Alor. Musuh terberatnya sebenarnya bukanlah gelombang, arus ataupun ikan-ikan buas seperti Paus dan Hiu yang sering dijumpai, tetapi rasa dingin, rasa lelah dan rasa kantuk yang dirasakan sangat berat. Pukul 16.00 pantai Alor mulai membayang samar-samar. Harapan untuk selamat lebih besar lagi. Tetapi justru bayangan daratan ini yang menggoda sehingga Tim terpecah dua. Pelda Mar (anm) Slamet Priyono dengan Serma Mar (anm) Soetardi dan Serka Mar Nurkamid dengan Kopda Mar Soeyono. Karena Pelda Marinir (anm) Slamet Priyono dan Serma Mar (anm) Soetardi berenangnya lebih cepat maka mereka memutuskan untuk berenang duluan.

Prajurit Marinir 3 Hari 3 Malam Terombang-ambing di Laut Tanpa Makan dan Minum


Sebelumnya Pelda Mar (anm) Slamet Priyono berpesan: “Mid… saya dan Tardi akan menuju daratan lebih dulu dan saya akan berusaha cari perahu untuk menolong kamu”, itulah kata-kata terakhir yang disampaikan pada mereka berdua. Perpecahan tersebut seharusnya tidak perlu terjadi, karena sebagai Tim kecil apapun yang terjadi harus tetap kompak.

Dua jam setelah berpisah, sekitar pukul 18.00, Nur Kamid beserta Kopda Marinir Soeyono terjebak dalam pusaran arus, yang sangat kuat, hampir dua jam tidak mampu keluar dari pusaran tersebut, hampir-hampir menyerah. Namun kepada Tuhanlah akhirnya mereka mengadu. Mereka panggil keagungan nama Tuhan untuk dapat membebaskannya. Azanlah mereka sekuat-kuatnya dengan cucuran air mata. Dan Tuhan mendengar dan menerima permohonan mereka karena selesai azan dengan mudah mereka keluar dari pusaran tersebut.

Setelah mereka bebas dari pusaran arus selanjutnya berenang ke arah barat laut karena menurut pengalaman, selama berenang di Selat Ombay tersebut perubahan arus hanya ke arah barat dan timur. Berdasarkan pertimbangan tersebut mereka tidak langsung menuju ujung timur Alor yang jaraknya paling dekat, tetapi mereka memotong agak ke barat, agar bila terjadi perubahan arah arus ke timur mereka tidak terseret ke laut Banda yang sangat luas, dan kalau terjadi perubahan arus ke timur mereka tetap lurus dengan Alor. (Bersambung...)
(cip)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2431 seconds (0.1#10.140)