Awasi Penyebaran Bansos, Jokowi Libatkan Penegak Hukum
loading...
A
A
A
JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta aparat penegak hukum seperti KPK, Kejaksaan, Polri, dan BPKP mengawasi penyaluran bantuan sosial (bansos) agar berjalan lancar dan akuntabel.
Menurut dia, salah satu kesulitan bansos cepat tersalur kepada masyarakat karena banyaknya kendala, yakni prosedur berbelit-belit. “Sekali lagi, ini butuh kecepatan. Oleh sebab itu, saya minta aturan itu dibuat sesimpel mungkin, sesederhana mungkin tanpa mengurangi akuntabilitas sehingga pelaksanaan di lapangan bisa fleksibel," kata Jokowi, saat membuka rapat terbatas, kemarin.
Menurut dia, keterbukaan itu sangat diperlukan, apalagi negara memiliki beberapa lembaga yang melakukan pengawasan untuk mengontrol agar tidak terjadi korupsi di lapangan. Lebih lanjut mantan gubernur DKI Jakarta ini meminta jika ada yang tidak sinkron agar segera dituntaskan. Hal ini untuk mempercepat penyaluran bansos kepada masyarakat. (Baca: Tangani Crona, KSP Serahkan 5.000 APD untuk Tenaga Medis)
“Dilibatkan RT/RW dan desa. Dibuat mekanisme lebih terbuka, lebih transparan sehingga semuanya bisa segera diselesaikan baik yang namanya BLT desa, yang namanya bantuan sosial tunai. Saya kira itu ditunggu masyarakat," tandasnya.
Plt Juru Bicara KPK Ipi Maryati mengatakan, KPK telah memitigasi titik-titik rawan dalam penanganan Covid-19. Salah satunya terkait penyelenggaraan bansos sebagai jaring pengaman sosial.
"Potensi kerawanan dalam penyelenggaraan bansos baik oleh pemerintah pusat dan daerah adalah terkait pendataan penerima, klarifikasi dan validasi data, belanja barang, distribusi bantuan, serta pengawasannya," ujar Ipi. (Baca juga: Bantuan dari Swasta Dinilai Sangat Membantu Penanganan Corona)
Dia mengungkapkan koordinasi tingkat pusat dilakukan KPK sejak awal pandemi kepada Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Kementerian Sosial, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Agama, Kementerian Desa dan PDTT, dan Kementerian Pendidikan terkait penggunaan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).
KPK kemudian menerbitkan Surat Edaran Nomor 11 Tahun 2020 pada 21 April 2020 tentang Penggunaan DTKS dan Data non-DTKS dalam Pemberian Bantuan Sosial ke Masyarakat agar penyaluran bansos tepat guna dan tepat sasaran. "Dalam pelaksanaannya, KPK masih menemukan kesemrawutan terkait penyaluran bansos. Masalah utamanya disebabkan belum adanya DTKS yang diperbaharui di sejumlah daerah," ujarnya.
Polri juga akan menindak tegas siapa pun yang melakukan penyelewengan bansos penanganan pandemi virus korona (Covid-19). Pelaksanaan kegiatan tersebut akan terus dimonitor hingga ke masing-masing daerah.
“Polri tidak pernah ragu melakukan proses sidik terhadap mereka yang melakukan penyelewengan dana bansos di saat pandemi corona yang sedang melanda Indonesia,” ucap Kapolri Jenderal Polisi Idham Azis, saat dihubungi kemarin.
Menurut Idham, penyimpangan dana bansos bisa dikenakan pasal korupsi. Karena itu, dia memerintahkan seluruh jajarannya untuk melakukan monitoring sekaligus mengedukasi kepada pemda agar pendistribusian bansos sesuai aturan yang ada. “Kalau terbukti, kita pidana,” ungkap jenderal bintang empat ini.
Anggota Komisi III DPR Supriansa meminta aparat kepolisian menangkap pelaku penyunatan bansos untuk masyarakat terdampak corona. Pasalnya, pemotongan dana bantuan tersebut sama saja menyalahgunakan wewenangnya. “Saya berharap polisi bisa menangkap orang-orang yang menyalahgunakan kewenangannya," ujarnya. (Baca juga: Percepat Penyaluran, Data Penerima BLT Desa Tak Perlu Verifikasi Pemda)
Politikus Partai Golkar ini pun miris jika dana bantuan sosial tersebut disunat oleh oknum. "Sungguh terlalu jika masih ada orang yang berniat menyunat bantuan sosial yang disalurkan oleh pemerintah daerah maupun bantuan pemerintah pusat," ungkapnya.
Legislator asal daerah pemilihan Sulawesi Selatan ini mengatakan bahwa seharusnya semua pihak saling menguatkan satu sama lain dalam situasi yang masih pandemi ini. "Bukan justru ada pihak lain mencari hidup mewah di balik kesusahan rakyat," ucapnya. (Dita Angga/Sindonews)
Menurut dia, salah satu kesulitan bansos cepat tersalur kepada masyarakat karena banyaknya kendala, yakni prosedur berbelit-belit. “Sekali lagi, ini butuh kecepatan. Oleh sebab itu, saya minta aturan itu dibuat sesimpel mungkin, sesederhana mungkin tanpa mengurangi akuntabilitas sehingga pelaksanaan di lapangan bisa fleksibel," kata Jokowi, saat membuka rapat terbatas, kemarin.
Menurut dia, keterbukaan itu sangat diperlukan, apalagi negara memiliki beberapa lembaga yang melakukan pengawasan untuk mengontrol agar tidak terjadi korupsi di lapangan. Lebih lanjut mantan gubernur DKI Jakarta ini meminta jika ada yang tidak sinkron agar segera dituntaskan. Hal ini untuk mempercepat penyaluran bansos kepada masyarakat. (Baca: Tangani Crona, KSP Serahkan 5.000 APD untuk Tenaga Medis)
“Dilibatkan RT/RW dan desa. Dibuat mekanisme lebih terbuka, lebih transparan sehingga semuanya bisa segera diselesaikan baik yang namanya BLT desa, yang namanya bantuan sosial tunai. Saya kira itu ditunggu masyarakat," tandasnya.
Plt Juru Bicara KPK Ipi Maryati mengatakan, KPK telah memitigasi titik-titik rawan dalam penanganan Covid-19. Salah satunya terkait penyelenggaraan bansos sebagai jaring pengaman sosial.
"Potensi kerawanan dalam penyelenggaraan bansos baik oleh pemerintah pusat dan daerah adalah terkait pendataan penerima, klarifikasi dan validasi data, belanja barang, distribusi bantuan, serta pengawasannya," ujar Ipi. (Baca juga: Bantuan dari Swasta Dinilai Sangat Membantu Penanganan Corona)
Dia mengungkapkan koordinasi tingkat pusat dilakukan KPK sejak awal pandemi kepada Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Kementerian Sosial, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Agama, Kementerian Desa dan PDTT, dan Kementerian Pendidikan terkait penggunaan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).
KPK kemudian menerbitkan Surat Edaran Nomor 11 Tahun 2020 pada 21 April 2020 tentang Penggunaan DTKS dan Data non-DTKS dalam Pemberian Bantuan Sosial ke Masyarakat agar penyaluran bansos tepat guna dan tepat sasaran. "Dalam pelaksanaannya, KPK masih menemukan kesemrawutan terkait penyaluran bansos. Masalah utamanya disebabkan belum adanya DTKS yang diperbaharui di sejumlah daerah," ujarnya.
Polri juga akan menindak tegas siapa pun yang melakukan penyelewengan bansos penanganan pandemi virus korona (Covid-19). Pelaksanaan kegiatan tersebut akan terus dimonitor hingga ke masing-masing daerah.
“Polri tidak pernah ragu melakukan proses sidik terhadap mereka yang melakukan penyelewengan dana bansos di saat pandemi corona yang sedang melanda Indonesia,” ucap Kapolri Jenderal Polisi Idham Azis, saat dihubungi kemarin.
Menurut Idham, penyimpangan dana bansos bisa dikenakan pasal korupsi. Karena itu, dia memerintahkan seluruh jajarannya untuk melakukan monitoring sekaligus mengedukasi kepada pemda agar pendistribusian bansos sesuai aturan yang ada. “Kalau terbukti, kita pidana,” ungkap jenderal bintang empat ini.
Anggota Komisi III DPR Supriansa meminta aparat kepolisian menangkap pelaku penyunatan bansos untuk masyarakat terdampak corona. Pasalnya, pemotongan dana bantuan tersebut sama saja menyalahgunakan wewenangnya. “Saya berharap polisi bisa menangkap orang-orang yang menyalahgunakan kewenangannya," ujarnya. (Baca juga: Percepat Penyaluran, Data Penerima BLT Desa Tak Perlu Verifikasi Pemda)
Politikus Partai Golkar ini pun miris jika dana bantuan sosial tersebut disunat oleh oknum. "Sungguh terlalu jika masih ada orang yang berniat menyunat bantuan sosial yang disalurkan oleh pemerintah daerah maupun bantuan pemerintah pusat," ungkapnya.
Legislator asal daerah pemilihan Sulawesi Selatan ini mengatakan bahwa seharusnya semua pihak saling menguatkan satu sama lain dalam situasi yang masih pandemi ini. "Bukan justru ada pihak lain mencari hidup mewah di balik kesusahan rakyat," ucapnya. (Dita Angga/Sindonews)
(ysw)