Pengesahan KLB Moeldoko oleh Kemenkumham Dinilai Karma
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) hingga saat ini belum mengesahkan pengurus Partai Demokrat hasil Kongres Luar Biasa (KLB) kepemimpinan Moeldoko. Jika nantinya Kemenkumham mengesahkan pengurus Partai Demokrat hasil KLB di Sibolangit, Deliserdang, Sumatera Utara, itu dinilai merupakan karma bagi keluarga Cikeas.
Direktur Eksekutif Sudut Demokrasi Riset dan Analisis (SUDRA), Fadhli Harahab mengatakan karma itu selalu berlaku, terlebih dalam politik."Akumulasi kekecewaan kader Partai Demokrat (PD) yang kemudian melahirkan KLB adalah bentuk karma yang secara langsung dirasakan keluarga Cikeas. Kalau dulu banyak kader yang merasa disingkirkan SBY, dikhianati atau bahkan dijebloskan, tentu menganggap konflik di tubuh PD adalah karma," ujar Fadhli Harahab kepada SINDOnews, Selasa (23/3/2021).
Fadhli menambahkan, bisa disebut juga hukum sebab akibat sedang berlaku di Partai Demokrat. Meskipun, kata dia, sebab tidak mesti melahirkan akibat yang bersifat pasti dan tunggal. "Pengesahan KLB adalah karma yang dipelopori oleh kader-kader yang kecewa. Pengesahannya KLB adalah rangkaian dari kekecewaan itu, bisa saja setelah ini berlanjut ke ranah pengadilan atau bahkan muncul peristiwa lainnya, itu rangkaiannya," pungkasnya.
Sebelumnya, Puisi Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berjudul ‘Kebenaran dan Keadilan Datangnya Sering Terlambat, Tapi Pasti' mendapat tandingannya. Puisi tandingan yang dibuat oleh Divisi Komunikasi Publik Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI), Bobby Triadi itu berjudul Renungan Karma Buat SBY. Puisi Bobby itu diunggah di kanal YouTube KOMATKAMIT dan di komat-kamit.id.
"Ku yakin, inilah karma. Karma yang datang tak harus segera. Karma yang datang dengan kepastian. Satu yang harus kau lakukan untuk menyingkirkan karma, meminta maaf dan dimaafkan. datangi mereka-mereka yang kau sakiti dengan brutal," demikian potongan puisi Bobby Triadi tersebut.
Direktur Eksekutif Sudut Demokrasi Riset dan Analisis (SUDRA), Fadhli Harahab mengatakan karma itu selalu berlaku, terlebih dalam politik."Akumulasi kekecewaan kader Partai Demokrat (PD) yang kemudian melahirkan KLB adalah bentuk karma yang secara langsung dirasakan keluarga Cikeas. Kalau dulu banyak kader yang merasa disingkirkan SBY, dikhianati atau bahkan dijebloskan, tentu menganggap konflik di tubuh PD adalah karma," ujar Fadhli Harahab kepada SINDOnews, Selasa (23/3/2021).
Fadhli menambahkan, bisa disebut juga hukum sebab akibat sedang berlaku di Partai Demokrat. Meskipun, kata dia, sebab tidak mesti melahirkan akibat yang bersifat pasti dan tunggal. "Pengesahan KLB adalah karma yang dipelopori oleh kader-kader yang kecewa. Pengesahannya KLB adalah rangkaian dari kekecewaan itu, bisa saja setelah ini berlanjut ke ranah pengadilan atau bahkan muncul peristiwa lainnya, itu rangkaiannya," pungkasnya.
Sebelumnya, Puisi Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berjudul ‘Kebenaran dan Keadilan Datangnya Sering Terlambat, Tapi Pasti' mendapat tandingannya. Puisi tandingan yang dibuat oleh Divisi Komunikasi Publik Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI), Bobby Triadi itu berjudul Renungan Karma Buat SBY. Puisi Bobby itu diunggah di kanal YouTube KOMATKAMIT dan di komat-kamit.id.
"Ku yakin, inilah karma. Karma yang datang tak harus segera. Karma yang datang dengan kepastian. Satu yang harus kau lakukan untuk menyingkirkan karma, meminta maaf dan dimaafkan. datangi mereka-mereka yang kau sakiti dengan brutal," demikian potongan puisi Bobby Triadi tersebut.
(cip)