Legislator Golkar Nilai Impor Beras Diperbolehkan UU Cipta Kerja
loading...
A
A
A
JAKARTA - Anggota Komisi VI DPR , Singgih Januratmoko mendukung rencana pemerintah yang bakal mengimpor kembali beras dalam waktu dekat sebesar 1 juta-1,5 juta ton. Politikus Partai Golkar ini menilai impor beras diperlukan dengan syarat-syarat tertentu, tentu jangan sampai merugikan petani.
"Catatan penting saya, isu pangan adalah isu global. Dia telah menjadi komoditas penting dalam geopolitik dan geoekonomi, yang mempengaruhi kehidupan global," ujar Singgih, Senin (22/3/2021).
Sementara di dalam negeri, impor pangan menjadi isu sensitif dan tidak populis. Singgih menolak anggapan impor beras ini tidak peka petani.
"Masyarakat harus memahami, impor tersebut masih berupa nota kesepahaman atau MoU. Hal ini untuk memastikan pemerintah mendapat kuota jatah beras yang jadi isu sensitif dunia," katanya.
Dia berpendapat ledakan penduduk dunia dan alih fungsi lahan pangan serta biofuel membuat komoditas pangan jadi rebutan berbagai negara. Beras menjadi salah satu komoditas yang populer di Asia, sementara China menjadi penyerap terbesar.
“Bila Indonesia tak segera melakukan perjanjian impor beras, bisa tak mendapatkan kuota jatah beras dari negara eksportir seperti Thailand dan Vietnam. Ini membahayakan stok beras nasional," tuturnya.
Sementara dari sisi kebijakan di dalam negeri, kata dia, impor beras diperbolehkan dalam UU Pangan dan UU Cipta Kerja guna memenuhi cadangan atau stok pangan masional agar tidak terjadi defisit ketika kebutuhan beras nasional sangat tinggi.
Dengan penduduk Indonesia mencapai 270 juta lebih, pemerintah harus melaksanakan amanat konstitusi bahwa pangan harus disediakan oleh nagara dan pangan adalah hak asasi manusia.
Langkah pemerintah itu dianggap penting, sebab Bulog menyebut data stok pangan pada April masih dalam bentuk harapan panen, "Dan ini masih belum bisa dipastikan apakah dapat terpenuhi atau tidak," kata Singgih. Baca juga: Pemerintah Berniat Impor Beras, Anwar Abbas: Kok Tidak Sesuai Instruksi Presiden?
Diketahui, berdasarkan Cadangan Beras Pemerintah (CBP) proyeksi stok CBP tahun 2021 per tanggal 1 Maret 927.862 ton, stok tertinggi diperkirakan bulan Juli 1.435.246 ton dan 31 Desember 2021 diperkirakan stok akhir 1.018.033 ton.
"Artinya ada semacam rencana untuk menjaga ketahanan pangan dengan menjaga ketersediaan pangan secara tepat jumlah, kualitas, waktu dan harga. Tentu hal ini harus diutamakan produksi dari dalam negeri, dan hanya impor dilakukan manakala cadangan pangan tergerus," imbuhnya.
Dirinya menduga bencana alam dan COVID-19 mengurangi stok pangan nasional. "Cuaca ekstrim juga sedang kita hadapi diberbagai daerah, faktor-faktor yg bisa mengurangi produksi pertanian dalam negeri," tambahnya.
Terkait sikap Bulog yang menolak rencana impor beras, Singgih meminta penjaga stabilitas pangan itu berbenah. Bulog harus mempertimbangkan segala aspek ketersediaan, kebutuhan dan kecukupan stok pada semua wilayah.
"Tak lebih dari 10 wilayah provinsi yang mengalami surplus, selebihnya 24 wilayah malah kurang. Itu pentingnya akurasi data antara Kementerian terkait dengan Bulog," ungkapnya.
Dia mengatakan, Bulog juga harus memperbaiki manajemen penyimpanan dan pengeluaran beras, “Bulog harus memperhatikan first in first out untuk mengurangi kerusakan pada stok berasnya. Bila ini tak diperbaiki, justru mengacaukan ketahanan pangan," pungkasnya.
Sebelumnya, Menteri Perdagangan, Muhammad Lutfi berpendapat cadangan beras tersebut sebagai pengaman menjelang hari besar keagamaan. Selain itu, untuk mengamankan stok beras nasional.
"Catatan penting saya, isu pangan adalah isu global. Dia telah menjadi komoditas penting dalam geopolitik dan geoekonomi, yang mempengaruhi kehidupan global," ujar Singgih, Senin (22/3/2021).
Sementara di dalam negeri, impor pangan menjadi isu sensitif dan tidak populis. Singgih menolak anggapan impor beras ini tidak peka petani.
"Masyarakat harus memahami, impor tersebut masih berupa nota kesepahaman atau MoU. Hal ini untuk memastikan pemerintah mendapat kuota jatah beras yang jadi isu sensitif dunia," katanya.
Dia berpendapat ledakan penduduk dunia dan alih fungsi lahan pangan serta biofuel membuat komoditas pangan jadi rebutan berbagai negara. Beras menjadi salah satu komoditas yang populer di Asia, sementara China menjadi penyerap terbesar.
“Bila Indonesia tak segera melakukan perjanjian impor beras, bisa tak mendapatkan kuota jatah beras dari negara eksportir seperti Thailand dan Vietnam. Ini membahayakan stok beras nasional," tuturnya.
Sementara dari sisi kebijakan di dalam negeri, kata dia, impor beras diperbolehkan dalam UU Pangan dan UU Cipta Kerja guna memenuhi cadangan atau stok pangan masional agar tidak terjadi defisit ketika kebutuhan beras nasional sangat tinggi.
Dengan penduduk Indonesia mencapai 270 juta lebih, pemerintah harus melaksanakan amanat konstitusi bahwa pangan harus disediakan oleh nagara dan pangan adalah hak asasi manusia.
Langkah pemerintah itu dianggap penting, sebab Bulog menyebut data stok pangan pada April masih dalam bentuk harapan panen, "Dan ini masih belum bisa dipastikan apakah dapat terpenuhi atau tidak," kata Singgih. Baca juga: Pemerintah Berniat Impor Beras, Anwar Abbas: Kok Tidak Sesuai Instruksi Presiden?
Diketahui, berdasarkan Cadangan Beras Pemerintah (CBP) proyeksi stok CBP tahun 2021 per tanggal 1 Maret 927.862 ton, stok tertinggi diperkirakan bulan Juli 1.435.246 ton dan 31 Desember 2021 diperkirakan stok akhir 1.018.033 ton.
"Artinya ada semacam rencana untuk menjaga ketahanan pangan dengan menjaga ketersediaan pangan secara tepat jumlah, kualitas, waktu dan harga. Tentu hal ini harus diutamakan produksi dari dalam negeri, dan hanya impor dilakukan manakala cadangan pangan tergerus," imbuhnya.
Dirinya menduga bencana alam dan COVID-19 mengurangi stok pangan nasional. "Cuaca ekstrim juga sedang kita hadapi diberbagai daerah, faktor-faktor yg bisa mengurangi produksi pertanian dalam negeri," tambahnya.
Terkait sikap Bulog yang menolak rencana impor beras, Singgih meminta penjaga stabilitas pangan itu berbenah. Bulog harus mempertimbangkan segala aspek ketersediaan, kebutuhan dan kecukupan stok pada semua wilayah.
"Tak lebih dari 10 wilayah provinsi yang mengalami surplus, selebihnya 24 wilayah malah kurang. Itu pentingnya akurasi data antara Kementerian terkait dengan Bulog," ungkapnya.
Dia mengatakan, Bulog juga harus memperbaiki manajemen penyimpanan dan pengeluaran beras, “Bulog harus memperhatikan first in first out untuk mengurangi kerusakan pada stok berasnya. Bila ini tak diperbaiki, justru mengacaukan ketahanan pangan," pungkasnya.
Sebelumnya, Menteri Perdagangan, Muhammad Lutfi berpendapat cadangan beras tersebut sebagai pengaman menjelang hari besar keagamaan. Selain itu, untuk mengamankan stok beras nasional.
(kri)