Presiden PKS: Demokrasi Indonesia Perlahan Menuju Jurang Kehancuran
loading...
A
A
A
JAKARTA - Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Ahmad Syaikhu menyampaikan lima Visi kepemimpinan Nasional.
Syaikhu menyampaikan itu dalam pidato politiknya pada penutupan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) PKS di Jakarta, Kamis, (18/3/2021).
Dia menjelaskan, lima visi tersebut merupakan warisan dari para pendiri bangsa yang patut dipraktikkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pertama, Visi Ketuhanan. Bangsa Indonesia terlahir sebagai bangsa religius, yakni bangsa yang menjunjung tinggi nilai-nilai Ketuhanan, bangsa yang senantiasa menempatkan agama dalam tempat yang mulia. Indonesia bukan negara sekuler, bukan pula negara komunis yang mengabaikan peran agama.
Jika ada kebijakan yang berusaha memarginalkan atau bahkan menghilangkan peran agama dalam proses pembangunan di negeri ini, maka itu adalah tindakan yang mengkhianati Visi Ketuhanan.
"Oleh karena itu, jika benar peta jalan pendidikan nasional tidak memasukan peran agama dalam visi pendidikan nasional, maka kebijakan tersebut harus dikoreksi karena tidak sesuai dengan visi Ketuhanan," tutur Syaikhu seperti dikutip dari situs resmi PKS.
Visi Ketuhanan, sambung Syaikhu, bukti nyata kepemimpinan bangsa harus dimulai dengan semangat menghormati dan memuliakan ajaran dan nilai-nilai agama. Ir Soekarno, Dr Hatta, M Natsir, Haji Agus Salim, Panglima Besar Jenderal Sudirman, KH Wahid Hasyim, Ki Bagus Hadikusumo, Mr Maramis dan Para Pendiri Bangsa lainnya menyadari bahwa amanah kepemimpinan tidak hanya bersifat duniawi tetapi juga ukhrowi.
"Kepemimpinan tidak hanya membangun kemajuan fisik berdimensi material tetapi juga membangun jiwa berdimensi transendental. Hal itu tercermin dari lagu kebangsaan 'Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya untuk Indonesia Raya!'" ujar Syaikhu.
Kedua, Visi Kemanusiaan. Tanggung jawab negara adalah memanusiakan manusia, menjaga harga diri dan martabat manusia, melindungi hak-hak asasi manusia dan memajukan kualitas sumber daya manusia. Indonesia bukan negara kapitalis-liberal yang meletakkan kepentingan pembangunan ekonomi di atas nilai-nilai kemanusiaan.
"Pemimpin yang memiliki Visi Kemanusiaan akan meyakini bahwa dalam mengendalikan pandemi, negara harus lebih mengutamakan keselamatan jiwa warganya dibandingkan memacu pertumbuhan ekonomi," kata Syaikhu.
Syaikhu menyampaikan itu dalam pidato politiknya pada penutupan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) PKS di Jakarta, Kamis, (18/3/2021).
Dia menjelaskan, lima visi tersebut merupakan warisan dari para pendiri bangsa yang patut dipraktikkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pertama, Visi Ketuhanan. Bangsa Indonesia terlahir sebagai bangsa religius, yakni bangsa yang menjunjung tinggi nilai-nilai Ketuhanan, bangsa yang senantiasa menempatkan agama dalam tempat yang mulia. Indonesia bukan negara sekuler, bukan pula negara komunis yang mengabaikan peran agama.
Jika ada kebijakan yang berusaha memarginalkan atau bahkan menghilangkan peran agama dalam proses pembangunan di negeri ini, maka itu adalah tindakan yang mengkhianati Visi Ketuhanan.
"Oleh karena itu, jika benar peta jalan pendidikan nasional tidak memasukan peran agama dalam visi pendidikan nasional, maka kebijakan tersebut harus dikoreksi karena tidak sesuai dengan visi Ketuhanan," tutur Syaikhu seperti dikutip dari situs resmi PKS.
Visi Ketuhanan, sambung Syaikhu, bukti nyata kepemimpinan bangsa harus dimulai dengan semangat menghormati dan memuliakan ajaran dan nilai-nilai agama. Ir Soekarno, Dr Hatta, M Natsir, Haji Agus Salim, Panglima Besar Jenderal Sudirman, KH Wahid Hasyim, Ki Bagus Hadikusumo, Mr Maramis dan Para Pendiri Bangsa lainnya menyadari bahwa amanah kepemimpinan tidak hanya bersifat duniawi tetapi juga ukhrowi.
"Kepemimpinan tidak hanya membangun kemajuan fisik berdimensi material tetapi juga membangun jiwa berdimensi transendental. Hal itu tercermin dari lagu kebangsaan 'Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya untuk Indonesia Raya!'" ujar Syaikhu.
Kedua, Visi Kemanusiaan. Tanggung jawab negara adalah memanusiakan manusia, menjaga harga diri dan martabat manusia, melindungi hak-hak asasi manusia dan memajukan kualitas sumber daya manusia. Indonesia bukan negara kapitalis-liberal yang meletakkan kepentingan pembangunan ekonomi di atas nilai-nilai kemanusiaan.
"Pemimpin yang memiliki Visi Kemanusiaan akan meyakini bahwa dalam mengendalikan pandemi, negara harus lebih mengutamakan keselamatan jiwa warganya dibandingkan memacu pertumbuhan ekonomi," kata Syaikhu.