P2G: Program Merdeka Belajar Tidak Menyentuh Persoalan Fundamental SMK

Kamis, 18 Maret 2021 - 10:04 WIB
loading...
P2G: Program Merdeka...
Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) nilai Program Merdeka Belajar yang dicanangkan Kemendikbud tidak menyentuh persoalan fundamental SMK. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) mengkritik program baru Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) bertitel Merdeka Belajar Episode 8: SMK Pusat Unggulan. Seunggul apapun program revitalisasi, tetapi persoalan fundamental tak dibenahi, SMK akan tetap bermasalah.

Pengurus Perhimpunan Guru Surifuddin menjabarkan beberapa masalah dari program ini. Pertama, model SMK Unggulan melalui afirmasi 300 (2019) dan 491 SMK (2020) tak menyelesaikan masalah pokok. Apalagi model ini sebenarnya mirip dengan sekolah dan guru penggerak Kemendikbud.

“Bagi kami, afirmasi SMK semestinya diberikan kepada SMK yang terpinggirkan, akreditasi jurusannya rendah, serapan lulusannya rendah, bengkel dan ruang prakteknya minim, serta kompetensi guru yang belum baik. SMK seperti ini yang harus diafirmasi pemerintah,” ujarnya melalui keterangan tertulis yang diterima SINDONews, Kamis (18/3/2021).

Guru di SMK Negeri di Kalimantan Timur itu menerangkan Kemendikbud harus mengevaluasi implementasi Inpres Nomor 9 Tahun 2016 Tentang Revitalisasi SMK. Perhimpunan Guru menilai model dan skema pengimbasan SMK telah gagal. “Indikatornya, dilihat dari tingkat pengangguran terbuka (TPT) jenjang SMK masih yang paling tinggi di antara tingkat pendidikan lainnya, yakni 8,49% (BPS 2020). Hal serupa juga terjadi pada tahun sebelumnya. Artinya, lulusan SMK menjadi penymbang angka pengangguran terbesar di Indonesia,” tutur Surifuddin.

Kedua, menurut Koordinator Nasional P2G Satriwan Salim, masalah pokok SMK adalah kekurangan guru mata pelajaran produktif. Kadang, yang mengajar mata pelajaran “core program” SMK banyak diisi oleh guru mata pelajaran normatif, seperti PPKN, agama, dan bahasa. "Mestinya kekurangan guru mata pelajaran produktif ini yang dipenuhi dulu. Mengingat ‘core program’ SMK sesungguhnya terletak pada mata pelajaran produktif," tegasnya.

Ketiga, SMK kekurangan bengkel dan ruang praktik. Pembelajaran sering dilakukan secara naratif. Satriwan mengatakan itu yang sering disebut anekdot SMK sastra atau bahasa. “Mestinya ruang praktik dan bengkel dicukupi, dilengkapi, dan dimodernisasi. Sehingga betul-betul mampu memfasilitasi siswa-guru dalam meningkatkan keterampilan siswa (terampil) agar nantinya bisa diterima dunia kerja,” paparnya.

Keempat, pemerintah harus melakukan pemetaan ulang tentang penyebaran SMK negeri dan swasta di Indonesia. Beberapa indikator yang bisa digunakan, antara lain, potensi lokal (ketersediaan lapangan kerja) dan komposisi SMK di urban dan rural area. "Sebab, kami melihat ada semacam over supply lulusan SMK jurusan tertentu: Teknologi Informasi, Komputer, Akuntansi, dan Administrasi Perkantoran," ucap Satriwan.

Dia mengungkapkan jumlah SMK swasta lebih banyak ketimbang SMK negeri juga menjadi faktor tidak terserapnya lulusan SMK oleh dunia industri. Pengetatan perizinan pendirian SMK swasta perlu dipertahankan seperti yang sudah dilakukan selama ini. “SMK didominasi swasta sebesar 74,56% dari total 14.064 sekolah SMK. Artinya keberadaan SMK swasta hampir 11.000 sekolah berdasarkan data BPS, 2019,” pungkasnya.
(cip)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Lanjut Baca Berita Terkait Lainnya
Berita Terkait
Perubahan Kebijakan,...
Perubahan Kebijakan, Dinamika Logis
Satu Dekade Pembangunan...
Satu Dekade Pembangunan Pendidikan, Semakin Berdampak dan Bermanfaat
Pencapaian dan Tantangan...
Pencapaian dan Tantangan Kebijakan Pembangunan Pendidikan
Perlunya Analisis Dampak...
Perlunya Analisis Dampak Merdeka Belajar
Peningkatan Kesejahteraan...
Peningkatan Kesejahteraan dan Kompetensi Guru Jadi Pilar Penting Merdeka Belajar
Menunggu Dampak Merdeka...
Menunggu Dampak Merdeka Belajar
BPIP Dorong Mahasiswa...
BPIP Dorong Mahasiswa Jadi Garda Terdepan Implementasikan Nilai-nilai Pancasila di Era Merdeka Belajar
Kesinambungan Transformasi...
Kesinambungan Transformasi Teknologi Episode Merdeka Belajar
Mengawal SDM Unggul...
Mengawal SDM Unggul Melalui Episode Merdeka Belajar?
Rekomendasi
Beban Usaha Naik, Garuda...
Beban Usaha Naik, Garuda Indonesia Catat Rugi Rp1,15 Triliun di 2024
AHM Berangkatkan 2.572...
AHM Berangkatkan 2.572 Pemilik Motor Honda ke Kampung Halaman
Putin Sebut AS Serius...
Putin Sebut AS Serius Ingin Caplok Greenland, Ini yang Dikhawatirkan Rusia
Berita Terkini
Prabowo Panggil Gubernur...
Prabowo Panggil Gubernur Lemhannas ke Istana, Ada Apa?
1 jam yang lalu
Kisah Ridwan Kamil Merancang...
Kisah Ridwan Kamil Merancang Masjid Raya Al-Jabbar hingga Klaim Bantuan ke NU Rp1 Triliun
2 jam yang lalu
Deretan Dirlantas Polda...
Deretan Dirlantas Polda yang Dimutasi Kapolri Jelang Idulfitri 2025, Berikut Ini Penggantinya
2 jam yang lalu
Nasib Pengawas Sekolah...
Nasib Pengawas Sekolah di Ujung Tanduk?
3 jam yang lalu
Revisi KUHAP, Kejagung...
Revisi KUHAP, Kejagung Harus Tetap Bernyali Sikat Koruptor
4 jam yang lalu
Selain Dikirimi Paket...
Selain Dikirimi Paket Kepala Babi, Akun Instagram Tempo Diteror hingga WA Cica Diretas, Pelakunya Ternyata...
4 jam yang lalu
Infografis
2 Alasan Buaya Hidup...
2 Alasan Buaya Hidup Berdampingan dan Tidak Mau Memakan Capybara
Copyright ©2025 SINDOnews.com All Rights Reserved