Sidang Kasus Bansos Covid-19, Matheus Joko Santoso Mengaku Pernah Diminta Hilangkan Barbuk
loading...
A
A
A
JAKARTA - Mantan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek pengadaan bantuan sosial ( bansos ) untuk penanganan Covid-19 di Kementerian Sosial ( Kemensos ) Matheus Joko Santoso mengakui pernah diminta untuk menghilangkan atau menghancurkan barang bukti (barbuk). Barbuk itu diduga berkaitan dengan suap pengadaan paket sembako untuk penanganan Covid-19.
Hal itu diakui Matheus Joko Santoso saat bersaksi di sidang lanjutan perkara dugaan suap terkait pengadaan bansos untuk penanganan Covid-19 yang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta. Matheus Joko bersaksi untuk dua terdakwa yakni Harry Van Sidabukke dan Ardian Iskandar.
Awalnya, salah satu kuasa hukum Harry Van Sidabukke mengonfirmasi Matheus Joko Santoso ihwal Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dirinya terkait adanya perintah untuk menghilangkan barang bukti. Dalam BAP-nya, Matheus menyebut perintah itu datang dari rekannya, Adi Wahyono.
"Apakah Bapak mengingat ada arahan dari saksi Adi Wahyono untuk menghilangkan beberapa barang bukti?" tanya salah seorang kuasa hukum Harry Van Sidabukke ke Matheus di ruang sidang, Senin (15/3/2021).
Matheus mengamini pertanyaan tersebut. Ia mengaku mengingat pernah memberikan keterangan itu. Kendati demikian, pada persidangan kali ini Matheus mengklarifikasi atau meluruskan pernyataannya itu.
Matheus menyebut bahwa yang memberikan perintah untuk menghilangkan barang bukti bukanlah Adi Wahyono. Kata dia, yang memerintahkan untuk menghilangkan barang bukti yaitu Staf Khusus Juliari Batubara, Erwin Tobing dan Staf Ahli Juliari, Kukuh Ariwibowo. "Yang memberikan arahan Pak Erwin Tobing dan Saudara Kukuh (Kukuh Ariwibowo)," katanya.
Hanya saja, sambungnya, pemberian arahan atau perintah itu terjadi di ruang kerja Adi Wahyono. Beberapa barang bukti yang diminta untuk dihilangkan berupa ponsel, laptop, maupun percakapan chatting.
"Saya ingat sekali, waktu itu arahannya adalah menghilangkan barang bukti handphone, alat kerja elektronik, laptop, chat, dan seterusnya," ungkap Matheus.
"Waktu itu saya liat Adi sudah menghancurkan barangnya," sambungnya.
Di akhir pengakuan itu, Matheus mengoreksi Berita Acara Pemeriksaan (BAP) sebelumnya. Sebab, saat itu dia menyebut bahwa perintah untuk menghilangkan barang bukti datang dari Adi Wahyono.
"Saya koreksi. Mohon izin, karena waktu itu penyampaian itu kan di ruang kerja Adi Wahyono," pungkasnya.
Diketahui, Presiden Direktur PT Tiga Pilar Agro, Harry Van Sidabukke dan konsultan hukum, Ardian Iskandar Maddanatja didakwa menyuap mantan Menteri Sosial (Mensos) Juliari Peter Batubara senilai Rp3,2 miliar. Suap itu disebut untuk memuluskan penunjukan perusahaan penyedia bantuan sosial (bansos) untuk penanganan Covid-19 di wilayah Jabodetabek.
Jaksa menyebut Harry Van Sidabukke menyuap Juliari Batubara sebesar Rp1,28 miliar. Sedangkan Ardian Iskandar, disebut Jaksa, menyuap Juliari senilai Rp1,95 miliar. Total suap yang diberikan kedua terdakwa kepada Juliari sejumlah Rp3,2 miliar.
Harry Sidabukke disebut mendapat proyek pengerjaan paket sembako sebanyak 1,5 juta melalui PT Pertani (Persero) dan PT Mandala Hamonganan Sude. Sementara Ardian, menyuap Juliari terkait penunjukkan perusahaannya sebagai salah satu vendor yang mengerjakan pendistribusian bansos corona.
Uang sebesar Rp3,2 miliar itu, menurut Jaksa, tak hanya dinikmati oleh Juliari Peter Batubara . Uang itu juga mengalir untuk Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pengadaan bansos Covid-19 di Direktorat Perlindungan dan Jaminan Sosial Korban Bencana Kemensos, Adi Wahyono serta Matheus Joko Santoso.
Hal itu diakui Matheus Joko Santoso saat bersaksi di sidang lanjutan perkara dugaan suap terkait pengadaan bansos untuk penanganan Covid-19 yang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta. Matheus Joko bersaksi untuk dua terdakwa yakni Harry Van Sidabukke dan Ardian Iskandar.
Awalnya, salah satu kuasa hukum Harry Van Sidabukke mengonfirmasi Matheus Joko Santoso ihwal Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dirinya terkait adanya perintah untuk menghilangkan barang bukti. Dalam BAP-nya, Matheus menyebut perintah itu datang dari rekannya, Adi Wahyono.
"Apakah Bapak mengingat ada arahan dari saksi Adi Wahyono untuk menghilangkan beberapa barang bukti?" tanya salah seorang kuasa hukum Harry Van Sidabukke ke Matheus di ruang sidang, Senin (15/3/2021).
Matheus mengamini pertanyaan tersebut. Ia mengaku mengingat pernah memberikan keterangan itu. Kendati demikian, pada persidangan kali ini Matheus mengklarifikasi atau meluruskan pernyataannya itu.
Matheus menyebut bahwa yang memberikan perintah untuk menghilangkan barang bukti bukanlah Adi Wahyono. Kata dia, yang memerintahkan untuk menghilangkan barang bukti yaitu Staf Khusus Juliari Batubara, Erwin Tobing dan Staf Ahli Juliari, Kukuh Ariwibowo. "Yang memberikan arahan Pak Erwin Tobing dan Saudara Kukuh (Kukuh Ariwibowo)," katanya.
Hanya saja, sambungnya, pemberian arahan atau perintah itu terjadi di ruang kerja Adi Wahyono. Beberapa barang bukti yang diminta untuk dihilangkan berupa ponsel, laptop, maupun percakapan chatting.
"Saya ingat sekali, waktu itu arahannya adalah menghilangkan barang bukti handphone, alat kerja elektronik, laptop, chat, dan seterusnya," ungkap Matheus.
"Waktu itu saya liat Adi sudah menghancurkan barangnya," sambungnya.
Di akhir pengakuan itu, Matheus mengoreksi Berita Acara Pemeriksaan (BAP) sebelumnya. Sebab, saat itu dia menyebut bahwa perintah untuk menghilangkan barang bukti datang dari Adi Wahyono.
"Saya koreksi. Mohon izin, karena waktu itu penyampaian itu kan di ruang kerja Adi Wahyono," pungkasnya.
Diketahui, Presiden Direktur PT Tiga Pilar Agro, Harry Van Sidabukke dan konsultan hukum, Ardian Iskandar Maddanatja didakwa menyuap mantan Menteri Sosial (Mensos) Juliari Peter Batubara senilai Rp3,2 miliar. Suap itu disebut untuk memuluskan penunjukan perusahaan penyedia bantuan sosial (bansos) untuk penanganan Covid-19 di wilayah Jabodetabek.
Jaksa menyebut Harry Van Sidabukke menyuap Juliari Batubara sebesar Rp1,28 miliar. Sedangkan Ardian Iskandar, disebut Jaksa, menyuap Juliari senilai Rp1,95 miliar. Total suap yang diberikan kedua terdakwa kepada Juliari sejumlah Rp3,2 miliar.
Harry Sidabukke disebut mendapat proyek pengerjaan paket sembako sebanyak 1,5 juta melalui PT Pertani (Persero) dan PT Mandala Hamonganan Sude. Sementara Ardian, menyuap Juliari terkait penunjukkan perusahaannya sebagai salah satu vendor yang mengerjakan pendistribusian bansos corona.
Uang sebesar Rp3,2 miliar itu, menurut Jaksa, tak hanya dinikmati oleh Juliari Peter Batubara . Uang itu juga mengalir untuk Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pengadaan bansos Covid-19 di Direktorat Perlindungan dan Jaminan Sosial Korban Bencana Kemensos, Adi Wahyono serta Matheus Joko Santoso.
(zik)