Peran Kemenkumham dalam Pengesahan Kepengurusan Parpol
loading...
A
A
A
Dengan demikian, penyelesaian atas sengketa internal kepengurusan parpol merupakan sebuah proses yang sangat panjang sebab hal tersebut harus melalui beberapa tahap penyelesaian, yaitu pertama-tama melalui MP dan jika tidak puas berlanjut ke pengadilan negeri yang putusan pengadilan negeri ini masih terbuka peluang untuk digugat di tingkat kasasi Mahkamah Agung. Adapun kewenangan Kemenkumham sendiri bukan menjadi penentu akhir namun hanya bersifat menindaklanjuti putusan MP dan/atau putusan pengadilan.
Penataan Ke Depan
Sekalipun dalam negara demokrasi konflik merupakan hal yang lumrah sebagai konsekuensi dari dihargai dan diterimanya perbedaan pendapat, namun mencegahnya agar tidak terjadi merupakan pilihan yang terbaik. Karena fakta telah menunjukkan bahwa munculnya konflik menjadi salah satu pendorong rusaknya tatanan internal partai.
Padahal, parpol merupakan instrumen penting bagi tegaknya demokrasi perwakilan sehingga merawatnya agar dapat berfungsi dan bekerja dengan baik merupakan sebuah keniscayaan. Sebab, hanya parpol yang sehat dan terinstitusionalisasi dengan baik yang mampu mengemban amanah sebagai pilar demokrasi.
Salah satu faktor yang menyebabkan begitu mudahnya timbul sengketa kepengurusan yang berujung pada munculnya dualisme kepemimpinan adalah tidak jelasnya aturan tentang pemilihan ketua umum parpol, termasuk ketidakjelasan mengenai penyelenggaraan KLB.
Undang-undang menyerahkan sepenuhnya hal tersebut untuk diatur dalam AD/ART masing-masing parpol sehingga hal ini dapat dengan mudah diubah dan dimanipulasi untuk kepentingan para elite partai. Hal ini terbukti dari saling tuduh antara kelompok AHY dan kubu Moeldoko bahwa masing-masing dari mereka dianggap telah merekayasa dan mengubah AD/ART partai.
Keputusan pembentuk undang-undang yang menyerahkan urusan suksesi kepemimpinan untuk diatur oleh internal parpol menunjukkan bahwa parpol masih diposisikan sebagai organisasi privat sehingga pemerintah merasa tidak memiliki justifikasi untuk ikut campur mengatur urusan internal parpol. Sikap demikian tentu saja keliru besar karena sudah sejak lama parpol oleh para ahli ketatanegaraan diposisikan sebagai badan hukum publik (public utilities) karena parpol sekalipun didirikan oleh perseorangan, tetapi fungsi dan perannya sangat berkaitan dengan kepentingan publik secara luas.
Karena itu, di beberapa negara demokrasi maju, negara mengatur parpol baik untuk urusan eksternal maupun urusan internalnya. Bahkan, pengaturan tentang parpol bukan hanya diatur di dalam undang-undang, tetapi keberadaannya secara eksplisit diatur langsung dalam konstitusi sebagai hukum tertinggi negara.
Adanya peraturan yang jelas, tegas dan rinci dalam undang-undang mengenai suksesi kepemimpinan dalam parpol diharapkan akan mengurangi dan bahkan mencegah munculnya kudeta kepemimpinan dalam parpol secara inkonstitusional oleh aktor kekuasaan yang hal ini dapat merusak tatanan pemerintahan yang demokratis berdasarkan hukum.
Penataan Ke Depan
Sekalipun dalam negara demokrasi konflik merupakan hal yang lumrah sebagai konsekuensi dari dihargai dan diterimanya perbedaan pendapat, namun mencegahnya agar tidak terjadi merupakan pilihan yang terbaik. Karena fakta telah menunjukkan bahwa munculnya konflik menjadi salah satu pendorong rusaknya tatanan internal partai.
Padahal, parpol merupakan instrumen penting bagi tegaknya demokrasi perwakilan sehingga merawatnya agar dapat berfungsi dan bekerja dengan baik merupakan sebuah keniscayaan. Sebab, hanya parpol yang sehat dan terinstitusionalisasi dengan baik yang mampu mengemban amanah sebagai pilar demokrasi.
Salah satu faktor yang menyebabkan begitu mudahnya timbul sengketa kepengurusan yang berujung pada munculnya dualisme kepemimpinan adalah tidak jelasnya aturan tentang pemilihan ketua umum parpol, termasuk ketidakjelasan mengenai penyelenggaraan KLB.
Undang-undang menyerahkan sepenuhnya hal tersebut untuk diatur dalam AD/ART masing-masing parpol sehingga hal ini dapat dengan mudah diubah dan dimanipulasi untuk kepentingan para elite partai. Hal ini terbukti dari saling tuduh antara kelompok AHY dan kubu Moeldoko bahwa masing-masing dari mereka dianggap telah merekayasa dan mengubah AD/ART partai.
Keputusan pembentuk undang-undang yang menyerahkan urusan suksesi kepemimpinan untuk diatur oleh internal parpol menunjukkan bahwa parpol masih diposisikan sebagai organisasi privat sehingga pemerintah merasa tidak memiliki justifikasi untuk ikut campur mengatur urusan internal parpol. Sikap demikian tentu saja keliru besar karena sudah sejak lama parpol oleh para ahli ketatanegaraan diposisikan sebagai badan hukum publik (public utilities) karena parpol sekalipun didirikan oleh perseorangan, tetapi fungsi dan perannya sangat berkaitan dengan kepentingan publik secara luas.
Karena itu, di beberapa negara demokrasi maju, negara mengatur parpol baik untuk urusan eksternal maupun urusan internalnya. Bahkan, pengaturan tentang parpol bukan hanya diatur di dalam undang-undang, tetapi keberadaannya secara eksplisit diatur langsung dalam konstitusi sebagai hukum tertinggi negara.
Adanya peraturan yang jelas, tegas dan rinci dalam undang-undang mengenai suksesi kepemimpinan dalam parpol diharapkan akan mengurangi dan bahkan mencegah munculnya kudeta kepemimpinan dalam parpol secara inkonstitusional oleh aktor kekuasaan yang hal ini dapat merusak tatanan pemerintahan yang demokratis berdasarkan hukum.
(bmm)