Firli Bahuri: Hari Raya Nyepi, Momentum Kendalikan Hawa Nafsu dari Korupsi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2019–2023, Firli Bahuri mengatakan, Hari Raya Nyepi Caka 1943 dengan melaksanakan Catur Bratha, Minggu 14 Maret 2021, memiliki filosofi penyucian Buana Alit (manusia), Buana Agung (alam dan seluruh isinya) agar tercipta suasana sepi, sepi dari hiruk pikuknya gemerlap kehidupan duniawi.
Korupsi dan perilaku koruptif adalah salah satu bentuk hawa nafsu dan ketamakan yang memiliki dampak destruktif bukan hanya bagi keuangan dan perekonomian semata, namun dapat menghancurkan tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara.
"Banyak contoh negara yang hancur karena korupsi, apalagi kejahatan kemanusiaan tersebut dibiarkan tumbuh subur dan menjadi budaya sehingga menjalar lalu merusak seluruh tatanan dan tata kelola bernegara bangsa tersebut," ujar Firli.
"Kita semua tentunya sependapat bahwa kendala terbesar negeri ini untuk menjadi bangsa yang besar adalah masih merajalelanya korupsi. Apalagi, tidak sedikit yang masih beranggapan bahwasanya korupsi merupakan hal biasa hingga menjadi kebiasaan di republik ini," tambahnya.
Menurut Firli, tentu cara pandang dan pemahaman seperti ini sangat keliru dan harus dirubah, salah satunya dengan memaknai esensi Nyepi dan Catur Bratha dalam setiap individu dan seluruh eksponen bangsa, agar negeri ini dapat segera terlepas dari gurita korupsi yang telah lama mencengkram republik ini.
Jika dicermati secara utuh, esensi Nyepi dan Catur Bratha juga sebagai salah satu bentuk pendidikan untuk membangun karakter, integritas dan semangat anti korupsi, mengingat muara dari persoalan korupsi adalah hilangnya integritas, karakter serta nilai-nilai antikorupsi dalam diri bangsa ini.
"Terakhir kami ucapkan Rahajeng nyanggra rahina Nyepi Caka 1943, Rahina Nyepi dumogi prasida kaanggen jalaran ngeret indria, pinaka sarana kaanggen mulat sarira ring sajeroning angga sarira," ungkap Firli.
"Selamat menyambut Hari Nyepi Caka 1943, Hari Nyepi semoga dapat dijadikan sarana menahan hawa nafsu, mari kita jadikan sebagai sarana intropeksi diri untuk meneguhkan nilai-nilai dan semangat anti korupsi," tutupnya.
Korupsi dan perilaku koruptif adalah salah satu bentuk hawa nafsu dan ketamakan yang memiliki dampak destruktif bukan hanya bagi keuangan dan perekonomian semata, namun dapat menghancurkan tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara.
"Banyak contoh negara yang hancur karena korupsi, apalagi kejahatan kemanusiaan tersebut dibiarkan tumbuh subur dan menjadi budaya sehingga menjalar lalu merusak seluruh tatanan dan tata kelola bernegara bangsa tersebut," ujar Firli.
"Kita semua tentunya sependapat bahwa kendala terbesar negeri ini untuk menjadi bangsa yang besar adalah masih merajalelanya korupsi. Apalagi, tidak sedikit yang masih beranggapan bahwasanya korupsi merupakan hal biasa hingga menjadi kebiasaan di republik ini," tambahnya.
Menurut Firli, tentu cara pandang dan pemahaman seperti ini sangat keliru dan harus dirubah, salah satunya dengan memaknai esensi Nyepi dan Catur Bratha dalam setiap individu dan seluruh eksponen bangsa, agar negeri ini dapat segera terlepas dari gurita korupsi yang telah lama mencengkram republik ini.
Jika dicermati secara utuh, esensi Nyepi dan Catur Bratha juga sebagai salah satu bentuk pendidikan untuk membangun karakter, integritas dan semangat anti korupsi, mengingat muara dari persoalan korupsi adalah hilangnya integritas, karakter serta nilai-nilai antikorupsi dalam diri bangsa ini.
"Terakhir kami ucapkan Rahajeng nyanggra rahina Nyepi Caka 1943, Rahina Nyepi dumogi prasida kaanggen jalaran ngeret indria, pinaka sarana kaanggen mulat sarira ring sajeroning angga sarira," ungkap Firli.
"Selamat menyambut Hari Nyepi Caka 1943, Hari Nyepi semoga dapat dijadikan sarana menahan hawa nafsu, mari kita jadikan sebagai sarana intropeksi diri untuk meneguhkan nilai-nilai dan semangat anti korupsi," tutupnya.
(maf)