Menyoal Korupsi Perpajakan
loading...
A
A
A
Faktor kedua yang mendorong terjadinya penyimpangan oleh oknum aparat pajak maupun oknum wajib pajak adalah faktor pengawasan. Hingga saat ini oknum aparat pajak dan oknum wajib pajak masih dimungkinkan untuk bertemu langsung guna pengurusan pemeriksaan perpajakan maupun keberatan. Pertemuan yang bersifat langsung tanpa adanya kontrol dan pengawasan menjadi pintu masuk berlangsungnya teori supply and demand antara oknum wajib pajak dan oknum aparat pajak untuk melakukan tindakan koruptif dan persekongkolan yang merugikan negara serta masyarakat luas.
Persekongkolan yang dimaksud adalah memberikan justifikasi atas ukuran perhitungan pajak yang dapat diterima oleh oknum wajib pajak dan oknum aparat pajak dengan janji maupun gratifikasi sebagaimana modus klasik yang telah sering terungkap. Dalam situasi saat ini pemerintah perlu melakukan upaya serius, khususnya terkait pengawasan pada direktorat pajak. Pada kondisi ini teringat model pengawasan aparat yang dipergunakan oleh mantan gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama, yakni pemasangan CCTV di setiap kantor dan ruangan rapat, juga setiap rapat wajib diunggah di YouTube.
Jika kebijakan semacam ini bisa diterapkan di semua kantor pelayanan pajak serta adanya pengawasan yang ketat pada aparat pajak, maka tindakan koruptif yang menyimpang akan dapat diantisipasi. Artinya, guna mengakhiri terjadinya praktik koruptif di sektor perpajakan oleh oknum wajib pajak dan oknum aparat pajak yang merugikan negara, maka pengawasan harus dilakukan secara optimal. Paradigma trust is good but system is better harus dipergunakan sebagai pedoman pengawasan pada direktorat pajak.
Hal lainnya adalah secara paralel perlu segera dipersiapkan penyempurnaan aturan guna membatasi luasnya diskresi aparat pajak, khususnya terkait dengan dasar perhitungan pajak yang akan dituangkan dalam SKP atau sebagai dasar keberatan perhitungan pajak. Dengan adanya regulasi yang presisi, maka penggunaan diskresi akan dapat diminimalkan. Dengan didukung pula oleh pengawasan yang ketat, maka praktik korupsi di sektor perpajakan yang merugikan keuangan negara akan dapat diakhiri.
Persekongkolan yang dimaksud adalah memberikan justifikasi atas ukuran perhitungan pajak yang dapat diterima oleh oknum wajib pajak dan oknum aparat pajak dengan janji maupun gratifikasi sebagaimana modus klasik yang telah sering terungkap. Dalam situasi saat ini pemerintah perlu melakukan upaya serius, khususnya terkait pengawasan pada direktorat pajak. Pada kondisi ini teringat model pengawasan aparat yang dipergunakan oleh mantan gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama, yakni pemasangan CCTV di setiap kantor dan ruangan rapat, juga setiap rapat wajib diunggah di YouTube.
Jika kebijakan semacam ini bisa diterapkan di semua kantor pelayanan pajak serta adanya pengawasan yang ketat pada aparat pajak, maka tindakan koruptif yang menyimpang akan dapat diantisipasi. Artinya, guna mengakhiri terjadinya praktik koruptif di sektor perpajakan oleh oknum wajib pajak dan oknum aparat pajak yang merugikan negara, maka pengawasan harus dilakukan secara optimal. Paradigma trust is good but system is better harus dipergunakan sebagai pedoman pengawasan pada direktorat pajak.
Hal lainnya adalah secara paralel perlu segera dipersiapkan penyempurnaan aturan guna membatasi luasnya diskresi aparat pajak, khususnya terkait dengan dasar perhitungan pajak yang akan dituangkan dalam SKP atau sebagai dasar keberatan perhitungan pajak. Dengan adanya regulasi yang presisi, maka penggunaan diskresi akan dapat diminimalkan. Dengan didukung pula oleh pengawasan yang ketat, maka praktik korupsi di sektor perpajakan yang merugikan keuangan negara akan dapat diakhiri.
(bmm)