LP3ES: Perlu Gerakan Masif Agar Indonesia Tak Kembali seperti Orde Baru

Selasa, 09 Maret 2021 - 13:54 WIB
loading...
LP3ES: Perlu Gerakan...
Diskusi virtual dengan topik Dimensi Nilai Dalam Pembangunan dan Tantangan Demokrasi Indonesa yang diselenggarakan IDEAL di Jakarta, Senin (8/3/2021) malam. FOTO/IST
A A A
JAKARTA - Pelaksanaan kongres luar biasa (KLB) oleh kubu yang kontra dengan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menuai keprihatinan banyak kalangan. Salah satunya dari Direktur Pusat Studi Media dan Demokrasi Lembaga Penelitian, Pendidikan, Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) Wijayanto.

Ia menyebut bahwa KLB yang memilih Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko sebagai ketua umum itu sebagai bentuk hilangnya etika politik sekaligus kemunduran demokrasi. "KLB ini merefleksikan musnahnya etika politik di antara elite yang menggunakan praktik-praktik Machiavellian untuk meraih kekuasaan. KLB ini juga jadi satu penanda kemunduran demokrasi yang sangat serius," kata Wijayanto dalam diskusi Virtual dengan topik "Dimensi Nilai Dalam Pembangunan dan Tantangan Demokrasi Indonesa" yang diselenggarakan Institut Demokrasi dan Keadilan (IDEAL) bersama IndonesiaChannels.Com, di Jakarta, Senin (8/3/2021) malam.

Menurut Wijayanto, dalam catatan LP3ES, demokrasi Indonesia dalam lima tahun terakhir sudah merosot tajam. Ada beberapa indikasi yang menunjukkan hal tersebut, yaitu kooptasi partai oposisi lewat hegemoni atau paksa, pembajakan lembaga-lembaga negara untuk tujuan kekuasaan, fokus pembangunan pada infrastruktur dan mengabaikan HAM, serta penggunaan cara non legal/kriminalisasi terhadap kelompok Islam.

Baca juga: KLB Digelar Sangat Cepat, Moeldoko Terpilih Jadi Ketua Umum Partai Demokrat

"Ini sudah menunjukkan gejala Otoritarianisme seperti era Orde Baru," katanya.

Oleh karenanya, agar kekuasaan yang diktator dan otoriter seperti Orde Baru tidak terjadi, menurutnya, diperlukan gerakan massif yang melibatkan semua elemen civil society untuk melakukan koreksi terhadap perjalanan pemerintahan saat ini.

"Kalau kita percaya ada siklus 20 tahunan, inilah saatnya muncul generasi baru untuk melakukan koreksi total agar Indonesia tidak kembali ke era otoriter seperti masa Orde Baru," kata Wijayanto.

Penegasan Wijayanto ini mendapatkan respons positif peserta webinar. Salah satunya dari mantan Ketua Umum GMKI Korneles Galanjinjinay. Ia mengemukakan bahwa salah satu kekuatan yang perlu dibangun untuk mengoreksi situasi yang ada adalah gerakan mahasiswa. Namun demikian saat ini kampus dan organisasi kemahasiswaan juga dikooptasi.

Baca juga: Kepengurusan AHY 100% Sah, Andi Mallarangeng Berharap Integritas Kemenkumham Terjaga

"Mahasiswa bergerak dikeluarkan dari kampus, aktivis yang bersuara kritis ditangkap. OKP pecah belah, KNPI pecah jadi empat, HMI pecah, GMNI pecah," katanya.

Kondisi ini akhirnya membuat pergerakan mahasiswa melemah. Bahkan tidak sedikit mahasiswa pada akhirnya hanya terlena dengan kemajuan teknologi yang ada. "Mahasiswa tidak mungkin bergerak sendiri. Harus ada gerakan bersama untuk memperbaiki situasi yang ada," kata Korneles.

Diskusi virtual ini dipandu oleh Direktur IDEAL Bursah Zarnubi. Selain Yudi Latif, pembicara lainnya adalah Peneliti LP3ES Wijayanto, Dosen Universitas Indonesia Nur Imam Subono, dan Ade Reza Hariyadi. Diskusi diikuti oleh ratusan partisipan, mulai dari aktivis senior seperti Hariman Siregar hingga aktivis mahasiswa dan pemuda.

(abd)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2199 seconds (0.1#10.140)