Hari Perempuan Sedunia: Pandemi Momentum Benahi Ketimpangan Gender

Senin, 08 Maret 2021 - 13:31 WIB
loading...
Hari Perempuan Sedunia: Pandemi Momentum Benahi Ketimpangan Gender
Perempuan dinilai lebih tangguh dalam menghadapi pandemi karena sudah terbiasa mengelola krisis. (Ilustrasi: SINDOnews/Win Cahyono)
A A A
IBARAT sudah jatuh tertimpa tangga. Ungkapan ini tepat menggambarkan kondisi kaum perempuan selama masa pandemi Covid-19.

Pandemi memberi beban yang lebih berat kepada kaum perempuan. Selain mengurus rumah tangga sambil mengajari anak-anak yang sekolah jarak jauh, banyak perempuan yang juga harus bekerja.

Namun, ironisnya di saat beban menumpuk di pundak perempuan, tidak sedikit dari mereka yang menjadi korban kekerasan. Hasil penelitian Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menunjukkan, selain kekerasan fisik, perempuan umumnya mengalami kekerasan psikologis dan ekonomi selama masa pandemi.

Menindaklanjuti hasil temuan tersebut, Komisioner Komnas Perempuan Maria Ulfah Anshor meminta pemerintah betul-betul memperhatikannya. Menurutnya, pandemi telah membuat perempuan tidak hanya mendapat beban ganda, melainkan beban yang berlipat-lipat ganda.

ā€œKami menyebut dampak Covid-19 semakin kompleks bagi perempuan, bukan lagi double burden, tapi sudah multiple burden. Di sisi lain, perempuan pun masih menjadi korban kekerasan,ā€ kata Ulfah kepada KORAN SINDO, Sabtu (6/3).

)

Menurut Maria, berdasarkan jenisnya, perempuan lebih banyak mengalami semua jenis kekerasan dibandingkan laki-laki. Kekerasan psikologis dan ekonomi lebih umum dialami oleh responden daripada jenis kekerasan lainnya.

Untuk jenis kekerasan psikologis, 289 perempuan (15%) mengaku kadang-kadang mengalami, dan 66 perempuan (4%) menjawab sering mengalami. Sementara untuk kekerasan yang sama hanya 41 laki-laki (11%) yang menjawab kadang-kadang mengalami, dan hanya 2 orang menjawab sering mengalami.

Secara keseluruhan, kata Maria, baik responden yang mengalami kekerasan atau tidak, sekitar 14% atau 316 orang mengaku diam saja atau tidak melakukan apa-apa jika mengalami kekerasan, baik dalam bentuk kekerasan fisik, psikologis, seksual, maupun ekonomi.

ā€œIni memperkuat asumsi bahwa angka kekerasan terhadap perempuan adalah fenomena gunung es. Angka yang ada atau tersedia hanyalah data-data yang terlaporkan,ā€ ujarnya.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1336 seconds (0.1#10.140)