MAKI Laporkan Dugaan Penyimpangan Penagihan Pajak Rp1,7 Triliun ke KPK

Jum'at, 05 Maret 2021 - 16:49 WIB
loading...
MAKI Laporkan Dugaan Penyimpangan Penagihan Pajak Rp1,7 Triliun ke KPK
Koordinator MAKI Boyamin Saiman melaporkan dugaan penyimpangan penagihan pajak Rp1,7 triliun ke KPK, Jumat (5/3/2021). FOTO/SINDOnews/RAKA DWI NOVIANTO
A A A
JAKARTA - Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman melaporkan dugaan penyimpangan penagihan pajak Rp1,7 triliun ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pelaporan itu diduga berkaitan dengan dugaan korupsi penerimaan hadiah atau janji terkait dengan pemeriksaan perpajakan pada Direktorat Jenderal Pajak.

"Saya datang ke KPK hendak melaporkan proses yang diduga terkait dengan inisial AP yang saat ini dicegah keluar negeri oleh KPK, yang saat ini diduga menerima suap berkaitan dengan pengurusan pajak dengan wajib pajak, itu urusan tersendiri," kata Boyamin di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (5/3/2021).

Boyamin mengaku mendapatkan data tersebut dari orang yang sama dari pelaporan dia sebelumnya. Dalam data tersebut diterangkan bahwa sekitar 2017-2018, kata Boyamin, ada perusahaan besar yang menunggak pajak 1,7 triliun dan kemudian tampaknya tidak kooperatif.

Baca juga: Dugaan Suap Ditjen Pajak, DPR Minta Menkeu Turun Tangan

"Sampai pada posisi tertentu Menteri Keuangan menerbitkan izin disandera untuk 3 orang, komisiaris utama, direktur utama, dirut, atau kemudian direktur di bawahnya. Inisialanya DS, Dirut WW, terus AT, nah kemudian yang disandera hanya satu orang DS," kata Boyamin.

Berikut kronologi dugaan penyimpangan penagihan pajak Rp1,7 triliun yang dilaporkannya ke KPK:

1. Bahwa berdasar surat Menteri Keuangan RI pada tanggal 19 Juni 2017 Nomor SR-383/MK.03/2017 telah memberikan izin melakukan penyanderaan terhadap DS, AT, dan WW selaku Komisaris dan Direksi PT Industri Pulp Lestari dikarenakan menunggak pembayaran pajak sebesar Rp1,7 triliun.

2. Bahwa atas dasar surat izin Penyanderaan dari Menkeu tersebut, Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Pluit telah melakukan Penyanderaan terhadap DS yang dititipkan di Lapas kelas II A Salemba dengan dibuatkan Berita Acara Penyanderaan yang ditanda tangani oleh Jurusita Pajak Erwin Mahardika Kusuma dan Tomson Sinurat sebagaimana tertuang Berita Acara Penyanderaan Nomor: BA-11/WPJ.21/KP.07/2017;

Baca juga: Kasus Suap Pajak, Ditjen Imigrasi Cegah 2 ASN Ditjen Pajak

3. Bahwa pada 24 Januari 2018, DS telah dilepaskan dari Penyanderaan di Lapas klas II A Salemba berdasar Surat Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Pluit Nomor: S-3418/WPJ.21/KP.07/2018 tertanggal 24 Januari 2018 yang ditandatangani oleh Kepala Kantor Eko Budihartono dengan alasan Penanggung Pajak dilepas berdasar pertimbangan tertentu dari Menkeu.

4. Bahwa DS berupaya lepas dari penyanderaan dengan cara membayar Rp15 miliar pada 20 desember 2017, atau satu minggu setelah disandera (gijzeling) dan membuat surat pernyataan yang menyatakan bahwa dia membayar dengan seluruh harta kekayaanya sesuai dengan nilai di SPT Pribadi. Berdasar Peraturan Dirjen Pajak nomor PER/03/PJ/2018 tertanggal 23 januari 2018, DS pada 24 Januari 2018 dilepas dari sandera;

5. Bahwa DS sebagai Komisaris Utama yang tidak memiliki saham sama sekali namun justru yang disandera (gijzeling), sedangkan Direktur Utama dan Direktur lainnya yang sama-sama mendapat izin disandera/gijzeling tidak dilakukan sandera.



6. Bahwa selain itu terdapat fakta DS masuk Lapas Salemba 13 Desember 2017, membayar Rp15 miliar pada 20 Desember 2017, kemudian diduga dibantarkan di Rumah Sakit AW pada 22 Desember 2017 hingga sampai 24 Januari 2018 kembali ke Lapas Salemba hanya untuk tanda tangan dan ambil barang-barangnya untuk pulang rumah;

7. Bahwa DS dilepaskan pada 24 Januari 2018, sehari sejak terbitnya Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER/03/PJ/2018 pada tanggal 23 januari 2018. Hal ini nampak tidak wajar apabila dibandingkan dengan syarat-syarat untuk pembebasan sandera pajak dengan pertimbangan Menkeu adalah dibutuhkan waktu 39 hari dengan tahapan-tahapan sebagai berikut:
- menyerahkan harta kekayaannya atau membayar sejumlah uang.
- KKP Pratama membuat surat rekomendasi pembebasan sandera ke kanwil Pajak.
- Kanwil Pajak berkirim surat ke Direktur Pemeriksaan dan Penagihan.
- Direktur Pemeriksaan dan Penagihan berkirim surat ke Dirjen Pajak.
- Dirjen Pajak berkirim surat ke Menteri.
- Menteri membuat Disposisi ke Sekjen Kemenkeu.
- Sekjen Kemenkeu meneruskan ke Biro hukum, Kepala bagian pajak dan pabean, Kepala Sub Bagian Pajak untuk dibbuatkan konsep surat Pelepasan Sandera.
- Setelah mendapat surat Pelepasan Sandera dari Kemenkeu maka selanjutnya Tersandera dilepaskan dari tempat penitipan (lapas/rutan).
- Untuk memenuhi semua proses tersebut secara normal diperlukan waktu 39 hari kerja.

Menurut Boyamin, hingga saat ini tagihan pajak senilai Rp1,7 trilyun dari PT Industri Pulp Lestari diduga belum tertagih sepenuhnya (diduga baru terbayar Rp15 miliar dari Dedy Sutanto) dan atas tidak terbayarnya kewajiban pajak tersebut diduga tidak dilakukan penyanderaan terhadap AT dan WW, sehingga patut diduga telah terjadi tindak pidana korupsi atas peristiwa tersebut.

Tidak hanya itu, semua proses dugaan penyimpangan penagihan pajak Rp1,7 triliun tersebut diduga terkait dengan AP yang saat itu diduga menduduki jabatan eselon II setingkat Direktur pada Ditjen Pajak dan AP saat ini dicekal KPK terkait dugaan penerimaan suap puluhan miliar dari wajib pajak.

"MAKI meminta KPK untuk melakukan pengembangan penyelidikan dugaan Korupsi atas dugaan penyimpangan penagihan pajak Rp1,7 triliun tersebut dikarenakan saat ini tidak terlacak keberadaan PT Industri Pulp Lestari namun diduga WW, mantan Dirutnya telah mendirikan perusahaan baru," kata Boyamin.
(abd)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1574 seconds (0.1#10.140)