Korban PHK Lebih Butuh Makan daripada Pelatihan Daring Kartu Prakerja

Sabtu, 18 April 2020 - 08:25 WIB
loading...
Korban PHK Lebih Butuh...
elatihan berbasis daring dalam skema Kartu Prakerja dinilai tidak tepat di tengah pandemi corona atau Covid-19 seperti yang terjadi saat ini. Foto/Ilustrasi
A A A
JAKARTA - Pelatihan berbasis daring dalam skema Kartu Prakerja dinilai tidak tepat di tengah pandemi corona atau Covid-19 seperti yang terjadi saat ini. Apalagi, pelatihan itu menghabiskan anggaran sangat besar mencapai Rp5,6 triliun dari total Rp20 triliun dana yang dianggarkan untuk program Kartu Prakerja.

Anggota Komisi IX DPR Fraksi PPP Anas Thahir mengatakan, saat ini banyak pengangguran karena lesunya sektor industri, bukan pekerja baru yang membutuhkan pelatihan. “Mereka pekerja lama membutuhkan bantuan tunai untuk bertahan hidup,” ujar Anas kemarin.

Anas mengatakan, di tengah maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK), pemerintah semestinya fokus menjaga konsumsi masyarakat. Berdasarkan struktur perekonomian Indonesia, kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan ekonomi adalah konsumsi domestik.

Sepanjang 2019, BPS mencatat konsumsi rumah tangga menjadi sumber pertumbuhan tertinggi, yaitu mencapai 2,73%. Berkaca dari data tersebut, kata Anas, satu di antara cara menjaga agar konsumsi rumah tangga tak goyah adalah memberikan bantuan-bantuan tunai. “Artinya, pemerintah seharusnya bukan memberikan bantuan yang sifatnya pelatihan seperti Kartu Prakerja,” kata dia.

Menurut dia, anggaran pelatihan online tersebut kurang bermanfaat untuk penerima bantuan, bahkan hanya akan dinilai sebagai proyek yang hanya menguntungkan penyedia jasa pelatihan. “Berbeda jika Kartu Prakerja ini dialihkan untuk bantuan tunai bagi pekerja terdampak PHK atau masyarakat terdampak Covid-19 akan ada multiplier effect bagi perekonomian,” tutur dia.

Jika pun tetap diperlukan ada pelatihan online, kata Anas, pihaknya minta jumlahnya dikurangi dan harus sesuai dan tetap sasaran, yaitu diperuntukkan bagi mereka yang memang baru mau memasuki dunia kerja. “Dan penunjukan penyelenggara pelatihan online pun harus sesuai dengan prosedur yang berlaku dan ditangani oleh Kementerian Ketenagakerjaan sehingga tidak muncul temuan ada penyalahgunaan prosedur di kemudian hari,” urai dia.

Sebelumnya Ketua Umum Gerakan Pemuda (GP) Ansor Yaqut Cholil Qoumas juga mendesak program pelatihan online tersebut dibatalkan karena tidak tepat di tengah pandemi korona. Yang dibutuhkan rakyat, termasuk yang kehilangan pekerjaan, adalah bantuan yang dapat membuat mereka bertahan hidup. Apalagi, pandemi korona belum ketahuan kapan akan berakhir.

“Kita juga tahu selama ini pelatihan-pelatihan semacam itu tidak efektif dan malah terkesan buang-buang anggaran saja. Rakyat dan karyawan yang kehilangan pekerjaan saat ini butuh bantuan untuk hidup, bahan makanan, bukan pelatihan online,” ucap Gus Yaqut—sapaan akrabnya.

Gus Yaqut membayangkan, jika jumlah peserta 5,6 juta orang dan membutuhkan biaya pelatihan Rp1 juta, maka anggaran yang diperlukan mencapai Rp5,6 triliun. “Ini malah anggarannya mencapai Rp20 triliun. Itu anggaran besar sekali. Uang itu akan bermanfaat kalau seandainya diberikan untuk membantu rakyat bertahan hidup selama masa pandemi seperti bantuan sembako atau uang tunai. Ini malah diberikan kepada lembaga training online. Yang menikmati siapa kalau begitu, rakyat atau perusahaan aplikasi training online?” tanya dia.

Di sisi lain, jelas Gus Yaqut, pelatihan online ini kental dugaan nepotisme dalam penunjukan vendor platform digital. Dia melihat, keterlibatan platform digital Ruang Guru yang dimiliki staf khusus Presiden Jokowi, Belva Devara, memicu konflik kepentingan.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1850 seconds (0.1#10.140)