DPR Pastikan Virtual Police Tak Bungkam Masyarakat
loading...
A
A
A
JAKARTA - Munculnya Virtual Police (VP) yang digagas oleh Polri dan mulai berjalan pekan lalu mulai menimbulkan kontroversi. Banyak yang khawatir bahwa aturan ini akan memicu masyarakat untuk semakin takut berkomentar di dunia maya. Padahal VP ini bertugas mengawasi unggahan-unggahan digital di masyarakat.
Terkait hal ini, Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni menilai kehadiran polisi virtual justru dilakukan untuk melindungi masyarakat dari konten yang dapat menimbulkan konflik.
"Menurut saya, masyarakat enggak usah takut dibungkam karena polisi virtual ini tentunya akan bekerja dengan sangat menjunjung tinggi kebebasan berpendapat," ujar Sahroni kepada wartawan, Senin (1/3/2021).
"Sebaliknya, polisi virtual ini justru akan bekerja untuk melindungi masyarakat dari konten-konten yang dapat menimbulkan konflik bangsa seperti postingan hoaks, intoleransi, hingga rasisme. Jadi ini bukan untuk mempersempit ruang lingkup masyarakat dalam mengutarakan pendapatnya," sambungnya.
Legislator asal Tanjung Priok, Jakarta Utara ini juga menyebut keberadaan polisi virtual justru dapat meminimalisir tindak pidana, khususnya berkaitan dengan Undang-undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
"Justru polisi virtual ini akan menghindari masyarakat dari pidana ITE, di mana nantinya, mereka akan diberikan peringatan terlebih dahulu. Jadi kalau ada konten yang disinyalir melanggar UU ITE, tidak mesti langsung diperkarakan ke pengadilan atau ditindak pidana, namun cukup diberikan teguran kepada pengguna media sosial untuk memperbaiki," terangnya.
Lebih lanjut, dia menegaskan peringatan yang akan dikirimkan oleh polisi virtual tentunya tidak akan sembarangan, namun justru akan dilakukan tahapan verfikasi oleh para ahli terlebih dahulu.
"Sebelum mengirimkan peringatan ke pemilik akun, polisi virtual melakukan proses kajian terlebih dahulu. Mereka melakukan kajian dari konten tersebut dengan para ahli pidana, ahli bahasa, hingga ahli ITE. Jadi tegurannya bersifat objektif," tutup Sahroni.
Terkait hal ini, Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni menilai kehadiran polisi virtual justru dilakukan untuk melindungi masyarakat dari konten yang dapat menimbulkan konflik.
"Menurut saya, masyarakat enggak usah takut dibungkam karena polisi virtual ini tentunya akan bekerja dengan sangat menjunjung tinggi kebebasan berpendapat," ujar Sahroni kepada wartawan, Senin (1/3/2021).
"Sebaliknya, polisi virtual ini justru akan bekerja untuk melindungi masyarakat dari konten-konten yang dapat menimbulkan konflik bangsa seperti postingan hoaks, intoleransi, hingga rasisme. Jadi ini bukan untuk mempersempit ruang lingkup masyarakat dalam mengutarakan pendapatnya," sambungnya.
Legislator asal Tanjung Priok, Jakarta Utara ini juga menyebut keberadaan polisi virtual justru dapat meminimalisir tindak pidana, khususnya berkaitan dengan Undang-undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
"Justru polisi virtual ini akan menghindari masyarakat dari pidana ITE, di mana nantinya, mereka akan diberikan peringatan terlebih dahulu. Jadi kalau ada konten yang disinyalir melanggar UU ITE, tidak mesti langsung diperkarakan ke pengadilan atau ditindak pidana, namun cukup diberikan teguran kepada pengguna media sosial untuk memperbaiki," terangnya.
Lebih lanjut, dia menegaskan peringatan yang akan dikirimkan oleh polisi virtual tentunya tidak akan sembarangan, namun justru akan dilakukan tahapan verfikasi oleh para ahli terlebih dahulu.
"Sebelum mengirimkan peringatan ke pemilik akun, polisi virtual melakukan proses kajian terlebih dahulu. Mereka melakukan kajian dari konten tersebut dengan para ahli pidana, ahli bahasa, hingga ahli ITE. Jadi tegurannya bersifat objektif," tutup Sahroni.
(kri)