Jadikan Puasa, Harkitnas dan Idul Fitri Momen Semangat Lawan Corona

Senin, 18 Mei 2020 - 17:09 WIB
loading...
Jadikan Puasa, Harkitnas dan Idul Fitri Momen Semangat Lawan Corona
Pandemi Corona dinilai tidak membuat bangsa Indonesia berkecil hati. Justru, Bencana ini justru harus dihadapi dengan jiwa besar dan kesabaran. Foto/Ilustrasi/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Pandemi virus Corona atau Covid-19 telah memukul berbagai sendi kehidupan berbangsa, bernegara, dan beragama di Indonesia.

Berbagai tradisi kebangsaan, tradisi bernegara, dan tradisi beragama terpaksa diubah total untuk mencegah penyebaran Covid-19.

Kondisi ini membuat Indonesia dan sebagian besar negara di dunia yang terdampak Corona "menangis". Tidak hanya ribuan nyawa melayang, Covid-19 telah membawa dampak keterpurukan ekonomi luar biasa.

Kendati demikian kondisi tidak harus membuat bangsa Indonesia berkecil hati. Justru, pandemi Corona harus dihadapi dengan jiwa besar dan rasa sabar menghadapi pandemi ini sebagai ujian dari Tuhan Yang Maha Esa. Apalagi saat ini bangsa Indonesia, khususnya umat Islam, tengah menjalani ibadah puasa di bulan Ramadan dan juga menyambut Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) yang diperingati setiap tanggal 20 Mei.

Apalagi sebentar lagi hari kemenangan, Hari Raya Idul Fitri pun akan segera tiba. “Jadikan momentum puasa, Harkitnas dan Idul Fitri ini untuk bangkit dan bersatu meraih kemenangan melawan pandemi Corona. Ikuti anjuran pemerintah, Insya Allah kita segera akan melewati cobaan ini,” tutur Anggota Komisi VIII DPR dari Fraksi PKB, KH Maman Imanulhaq di Jakarta, Senin (18/5/2020).

Maman mengungkapkan, secara keseluruhan pandemi Corona memberi pelajaran penting bagi bangsa Indonesia. Pertama, untuk menumbuhkan kembali karakter gotong royong dengan solidaritas kebangsaan yang kuat.

Kedua, lanjut Maman, menguatkan pola keberagamaan yang subtansional penuh dengan kasih sayang, toleransi, dan semangat berbagi.

"Kebencian, radikalisme dan terorisme ternyata bisa kita lawan bersama dengan menyadari bahwa persoalan kemanusiaan kita bukan politik identitas yang menonjolkan perbedaan, tapi kemiskinan, kebodohan dan juga pandemi Covid-19,” tutur Maman.( )

Poin selanjutnya, sambungnya, mendorong pemerintah untuk melayani masyarakat dengan profesional, berbasis data dan koordinasi. Ketiga poin itu dinilai menjadi momen bagi bangsa Indonesia di bulan Ramadhan dan di Hari Kebangkitan Nasional yang jatuh pada 20 Mei besok.

Dia menambahkan, pandemi Covid-19 mengharuskan masyarakat untuk menunda kebiasaan selama ini seperti berkumpul dan bepergian. Semua dianjurkan untuk stay at home atau tetap tinggal di rumah. Hal itu dinilainya sesuai hakikat puasa itu sendiri.

“Dalam bahasa Arab, puasa dikenal dengan istilah shaum atau shiyam. Keduanya memiliki makna 'Al-Imsak', yaitu menahan diri atau menunda kesenangan,” kata Maman.

Hal tersebut, menurut dia, sangat relevan dengan tujuan berpuasa, yaitu menunda kesenangan dan mengkhusyukan diri di rumah dengan beribadah, bekerja dan meningkatkan kualitas komunikasi antar anggota keluarga demi terwujudnya ketahanan keluarga.

Mengenai penanganan Covid-19, Maman menilai pemerintah telah optimal dalam memerangi pandemi ini. Namun, dia tetap memberikan catatan penting yang harus diperbaiki pemerintah, yaitu mengenai validasi data dan koordinasi antar lembaga dan kementrian. Dua kelemahan sangat terlihat saat menghadapi Covid-19.

“Kita butuh kerja keras, kerja sama dan kerja cerdas. Ini hikmah penting, memerangi virus Corona birokrasi pemerintah harus bergerak dengan sistematis, profesional dan sinergis, tidak boleh ada kebijakan yang tumpang tindih,” urainya.

Menurut dia, sejauh ini masyarakat masih lemah dari sisi komitmen bersama menghadapi Covid-19 ini. Untuk itu, edukasi dan sosialisasi harus terus ditingkatkan.

Selain itu, jiwa gotong royong bangsa Indonesia sedang diuji karena itu tidak boleh ada kelompok masyarakat yang egois dengan tidak mematuhi protokol kesehatan.

Pun umat Islam. Menurut Maman, umat Islam masih terbelah dalam menghadapi COVID-19. Yang pasti, suasana Ramadan benar-benar berubah, lebih sunyi dan sedikit mencekam.

“Tapi ini mengajarkan kita tentang hakikat Ramadan untuk lebih berintrospeksi diri (muhasabah) dan tidak terjebak kepada prilaku keberagaman yang simbolik dan palsu,” tukasnya.

Kendati demikian,d ia melihat semangat solidaritas umat Islam dan seluruh masyarakat dalam berbagi tetap terlihat. Dengan pandemi ini, pembagian zakat juga lebih subtansional. Diharapkan pembagian zakat tidak ada yang berkerumun dan berdesak-desakan hingga jatuh korban.

Selain itu, tradisi silaturahmi dan mudik di Hari Raya Idul Fitri sedikit berubah dan pasti lebih sepi, tetapi itu akan tetap makna yang besar bagi umat Islam.

“Idul Fitri tahun ini sangat spesial. Selain kita rayakan sebagai hari kemenangan setelah berpuasa menahan hawa nafsu, mari kita jadikan momentum Idul Fitri untuk meraih kemenangan melawan Covid-19,” katanya.
(dam)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1447 seconds (0.1#10.140)