Perppu Corona Digugat, PDIP: Bisa Hambat Penanganan Covid-19
loading...
A
A
A
JAKARTA - Sejumlah tokoh menggugat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Gugatan itu diajukan antara lain oleh mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin, Guru Besar Ekonomi UI Sri Edi Swasono, dan politikus senior PAN Amien Rais. Sebelumnya, perppu itu digugat Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) dkk.
Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Muchamad Nabil Haroen menganggap gugatan ke MK wajar. Hal itu menjadi hak setiap warga negara.
"Setiap warga negara punya hak sama di depan hukum karena negara kita menetapkan hal itu dalam UUD 1945. Jadi, kita harus melihatnya sebagai hak warga negara, bukan kekhususan mereka sebagai tokoh. Kalau ada yang mengatakan gugatan itu punya motif politik, saya kira itu hal yang berbeda dan tidak bisa dicampur adukkan. Jadi, jelas sekali, itu wajar dan mereka punya hak untuk tindakan itu," kata politikus yang biasa disapa Gus Nabil, Jumat (17/4/2020).
Namun, Gus Nabil menilai gugatan mereka konteksnya tidak tepat. Pemerintah menetapkan Perppu Nomor 1 Tahun 2020 sebagai upaya percepatan penanganan Covid-19.
Penetapan status pandemi oleh Badan Kesehatan Dunia atau WHO yang mendorong kebijakan progresif bagi masing-masing pemerintah. Presiden Joko Widodo juga telah menetapkan Covid-19 sebagai bencana nasional.
"Gugatan ke MK akan menghambat percepatan penanganan Covid-19. Jadi, saya kira yang tepat itu menyempurnakan kerja-kerja pemerintah dengan mengajak sebanyak mungkin pihak bersama-sama menangani krisis," tuturnya. ( )
Gus Nabil menambahkan, hampir semua negara mengalami krisis yang sama sehingga kemanusiaan harus didahulukan dari urusan politik.
"Saya kira, maksud penggugat itu baik, untuk sama-sama menyelamatkan negara, menjaga Indonesia. Namun konteksnya tidak tepat," kata Ketua Umum Pimpinan Pusat Pagar Nusa Nahdlatul Ulama itu.
Menurut dia, tim pengawas anggaran dan eksekusi kebijakan dalam penanganan Covid-19 sudah berjalan. Dari pihak DPR dan instansi terkait juga telah bekerja untuk pengawasan ini.
"Memang harus ada mekanisme khusus agar anggaran Rp405,1 triliun itu tepat sasaran, dan maksimal hasilnya. Jangan sampai menguntungkan segelintir elite atau dialihkan pada kebijakan yang tidak tepat," katanya.
Karena itu, menurut Gus Nabil, pemerintah harus tansparan soal penggunaan anggaran Rp405,1 triliun. Harus ada laporan yang bisa dimonitor bersama agar anggaran ini benar-benar untuk penanganan Covid-19 dan kemaslahatan warga Indonesia.
"Transparansi anggaran ini sangat penting agar Indonesia bisa secepatnya menangani Covid-19 dan bangkit dari krisis," urainya.
Dia mengajak semua pihak untuk mendukung MK untuk merespons gugatan dengan mekanisme hukum yang ada, dengan berharap hasil yang sebaik-baiknya. "Sejalan dengan itu, mari terus bekerjasama dan saling menjaga agar kita tetap kuat, dan bersama-sama melewati pandemi Covid-19 ini," tuturnya.
Gugatan itu diajukan antara lain oleh mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin, Guru Besar Ekonomi UI Sri Edi Swasono, dan politikus senior PAN Amien Rais. Sebelumnya, perppu itu digugat Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) dkk.
Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Muchamad Nabil Haroen menganggap gugatan ke MK wajar. Hal itu menjadi hak setiap warga negara.
"Setiap warga negara punya hak sama di depan hukum karena negara kita menetapkan hal itu dalam UUD 1945. Jadi, kita harus melihatnya sebagai hak warga negara, bukan kekhususan mereka sebagai tokoh. Kalau ada yang mengatakan gugatan itu punya motif politik, saya kira itu hal yang berbeda dan tidak bisa dicampur adukkan. Jadi, jelas sekali, itu wajar dan mereka punya hak untuk tindakan itu," kata politikus yang biasa disapa Gus Nabil, Jumat (17/4/2020).
Namun, Gus Nabil menilai gugatan mereka konteksnya tidak tepat. Pemerintah menetapkan Perppu Nomor 1 Tahun 2020 sebagai upaya percepatan penanganan Covid-19.
Penetapan status pandemi oleh Badan Kesehatan Dunia atau WHO yang mendorong kebijakan progresif bagi masing-masing pemerintah. Presiden Joko Widodo juga telah menetapkan Covid-19 sebagai bencana nasional.
"Gugatan ke MK akan menghambat percepatan penanganan Covid-19. Jadi, saya kira yang tepat itu menyempurnakan kerja-kerja pemerintah dengan mengajak sebanyak mungkin pihak bersama-sama menangani krisis," tuturnya. ( )
Gus Nabil menambahkan, hampir semua negara mengalami krisis yang sama sehingga kemanusiaan harus didahulukan dari urusan politik.
"Saya kira, maksud penggugat itu baik, untuk sama-sama menyelamatkan negara, menjaga Indonesia. Namun konteksnya tidak tepat," kata Ketua Umum Pimpinan Pusat Pagar Nusa Nahdlatul Ulama itu.
Menurut dia, tim pengawas anggaran dan eksekusi kebijakan dalam penanganan Covid-19 sudah berjalan. Dari pihak DPR dan instansi terkait juga telah bekerja untuk pengawasan ini.
"Memang harus ada mekanisme khusus agar anggaran Rp405,1 triliun itu tepat sasaran, dan maksimal hasilnya. Jangan sampai menguntungkan segelintir elite atau dialihkan pada kebijakan yang tidak tepat," katanya.
Karena itu, menurut Gus Nabil, pemerintah harus tansparan soal penggunaan anggaran Rp405,1 triliun. Harus ada laporan yang bisa dimonitor bersama agar anggaran ini benar-benar untuk penanganan Covid-19 dan kemaslahatan warga Indonesia.
"Transparansi anggaran ini sangat penting agar Indonesia bisa secepatnya menangani Covid-19 dan bangkit dari krisis," urainya.
Dia mengajak semua pihak untuk mendukung MK untuk merespons gugatan dengan mekanisme hukum yang ada, dengan berharap hasil yang sebaik-baiknya. "Sejalan dengan itu, mari terus bekerjasama dan saling menjaga agar kita tetap kuat, dan bersama-sama melewati pandemi Covid-19 ini," tuturnya.
(dam)