Baca juga: Perusakan Pabrik dan Gudang Tembakau, Polda NTB: Tak Ada Penahanan Ibu dan Balita
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak menjelaskan, keempatnya ditahan karena tidak kooperatif dan tidak bersedia berdamai, serta tidak mengajukan penangguhan penahanan.
Baca juga: Sidang Kebakaran Kejagung: Saksi Ahli Polisi Sebut Hampir Tiap Lantai Ditemukan Solar
Para tersangka yang ditahan tersebut yaitu, HT (40), NR (38), MR (22), dan FT (38), warga Desa Wajegeseng, Kopang, Lombok Tengah. Kemudian Pengadilan Negeri (PN) Praya telah menangguhkan penahanan mereka.
Baca Juga:
"Keempat tersangka Pasal 170 ayat (1) KUHP ini sempat mendekam di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Praya, Lombok Tengah sejak Rabu (17/2). Dua di antaranya dikabarkan terpaksa membawa balitanya ke dalam penjara untuk memberi ASI," kata Leonard, Selasa (23/2/2021).
Baca juga: Pengacara Terdakwa Kasus Kebakaran Kejagung: Penyebab Kebakaran Masih Tebak-tebak
Leonard pun menjelaskan kronologi kasus ini, hingga adanya penahanan, berawal dari pengiriman berkas tahap pertama oleh Penyidik Polres Loteng dengan nomor surat B/16/5/2021 pada tanggal 28 Januari 2021.
"Berdasarkan KUHAP bahwa jaksa mempunyai waktu 7 hari untuk melakukan penelitian berkas perkara dan 14 hari sejak pelimpahan wajib memberitahukan pada penyidik apakah berkas tersebut lengkap atau tidak," ucap Leonard.
Kemudian di tanggal 3 Febuari 2021 setelah menerima berkas perkara, kata Leonard, Jaksa Penuntut Umum (JPU) langsung menerbitkan P-21 dengan nomor B-255/N.2.1/Eku.1/02/2021.
Selanjutnya, penyidik Polres Lombok Tengah menyerahkan barang bukti dan tersangka (tahap II) pada 16 Febuari 2021 serta melampirkan surat kesehatan yang menyatakan mereka dalam kondisi sehat.
"Setelah dilakukan pemeriksaan tahap dua oleh Jaksa Penuntut Umum berbelit-belit dan tidak kooperatif dan sempat diberikan kesempatan untuk berdamai melalui upaya restoratif justice, namun keempat tersangka tetap menolak," jelasnya.
Kemudian Kepala Kejaksaan Negeri Lombok Tengah, Otto Somputan, menambahkan, saat proses pelimpahan tahap II, para tersangka tidak didampingi oleh pihak keluarga maupun penasihat hukum. Mereka juga tidak membawa anak-anak ke ruangan penerimaan tahap II.