Edhy Prabowo Siap Dihukum Mati, KPK: Majelis Hakim yang Memutuskan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo menyatakan siap dihukum mati. Bahkan, Edhy menekankan siap lebih dari dihukum mati bila terbukti dinyatakan bersalah atas kasus dugaan suap terkait perizinan ekspor benih lobster (benur).
Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri enggan berandai-andai terkait hukuman mati untuk Edhy Prabowo. Soal hukuman mati, kata Ali, KPK menyerahkan sepenuhnya ke Majelis Hakim yang memimpin persidangan.
"Fakta hasil penyidikan akan dituangkan dalam surat dakwaan yang akan dibuktikan oleh JPU KPK. Namun, terkait hukuman tentu majelis hakimlah yang akan memutuskan," ujar Ali Fikri saat dikonfirmasi MNC Portal Indonesia, Selasa (23/2/2021).
Lebih lanjut, kata Ali, pihaknya saat ini masih melakukan proses penyidikan untuk tersangka Edhy Prabowo. KPK telah mengantongi bukti-bukti yang kuat terkait penerimaan suap Edhy Prabowo. Bukti-bukti itu akan diungkap di persidangan.
"Saat ini proses penyidikan masih berjalan. KPK telah memiliki bukti-bukti yang kuat atas dugaan perbuatan para tersangka tersebut. Setelah berkas lengkap, tentu JPU KPK akan segera melimpahkan berkas perkara untuk diadili," pungkasnya.
Sebelumnya, Edhy menyatakan siap dihukum mati, bahkan lebih dari itu, bila terbukti dinyatakan bersalah atas kasus dugaan suap terkait perizinan ekspor benih lobster (benur). Hal itu diungkapkan Edhy usai diperiksa sebagai tersangka atas kasus dugaan suap terkait perizinan ekspor benur.
"Sekali lagi, kalau memang saya dianggap salah, saya tidak lari dari kesalahan, saya tetap tanggung jawab. Jangankan dihukum mati, lebih dari itupun saya siap yang penting demi masyarakat saya," ucap Edhy di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin, 22 Februari 2021.
Sekadar informasi, KPK telah menetapkan tujuh tersangka kasus dugaan suap terkait perizinan ekspor benih lobster. Ketujuh tersangka itu yakni, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo (EP); Stafsus Menteri Kelautan dan Perikanan, Safri (SAF) dan Andreau Misanta Pribadi (AMP).
Kemudian, Pengurus PT Aero Citra Kargo (ACK), Siswadi (SWD); Staf Istri Menteri Kelautan dan Perikanan, Ainul Faqih (AF); dan pihak swasta Amiril Mukminin (AM). Sementara satu tersangka pemberi suap yakni, Direktur PT DPP, Suharjito (SJT).
Edhy bersama Safri, Andreau Misanta, Siswadi, Ainul Faqih, dan Amril Mukminin diduga menerima suap sebesar Rp10,2 miliar dan USD100 ribu dari Suharjito. Suap tersebut diberikan agar Edhy memberikan izin kepada PT Dua Putra Perkasa Pratama untuk menerima izin sebagai eksportir benur.
Sebagian uang suap tersebut digunakan oleh Edhy dan istrinya, Iis Rosyati Dewi untuk belanja barang mewah di Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat pada 21-23 November 2020. Sekitar Rp750 juta digunakan untuk membeli jam tangan Rolex, tas Tumi dan Louis Vuitton serta baju Old Navy.
Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri enggan berandai-andai terkait hukuman mati untuk Edhy Prabowo. Soal hukuman mati, kata Ali, KPK menyerahkan sepenuhnya ke Majelis Hakim yang memimpin persidangan.
Baca Juga
"Fakta hasil penyidikan akan dituangkan dalam surat dakwaan yang akan dibuktikan oleh JPU KPK. Namun, terkait hukuman tentu majelis hakimlah yang akan memutuskan," ujar Ali Fikri saat dikonfirmasi MNC Portal Indonesia, Selasa (23/2/2021).
Lebih lanjut, kata Ali, pihaknya saat ini masih melakukan proses penyidikan untuk tersangka Edhy Prabowo. KPK telah mengantongi bukti-bukti yang kuat terkait penerimaan suap Edhy Prabowo. Bukti-bukti itu akan diungkap di persidangan.
"Saat ini proses penyidikan masih berjalan. KPK telah memiliki bukti-bukti yang kuat atas dugaan perbuatan para tersangka tersebut. Setelah berkas lengkap, tentu JPU KPK akan segera melimpahkan berkas perkara untuk diadili," pungkasnya.
Sebelumnya, Edhy menyatakan siap dihukum mati, bahkan lebih dari itu, bila terbukti dinyatakan bersalah atas kasus dugaan suap terkait perizinan ekspor benih lobster (benur). Hal itu diungkapkan Edhy usai diperiksa sebagai tersangka atas kasus dugaan suap terkait perizinan ekspor benur.
"Sekali lagi, kalau memang saya dianggap salah, saya tidak lari dari kesalahan, saya tetap tanggung jawab. Jangankan dihukum mati, lebih dari itupun saya siap yang penting demi masyarakat saya," ucap Edhy di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin, 22 Februari 2021.
Sekadar informasi, KPK telah menetapkan tujuh tersangka kasus dugaan suap terkait perizinan ekspor benih lobster. Ketujuh tersangka itu yakni, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo (EP); Stafsus Menteri Kelautan dan Perikanan, Safri (SAF) dan Andreau Misanta Pribadi (AMP).
Kemudian, Pengurus PT Aero Citra Kargo (ACK), Siswadi (SWD); Staf Istri Menteri Kelautan dan Perikanan, Ainul Faqih (AF); dan pihak swasta Amiril Mukminin (AM). Sementara satu tersangka pemberi suap yakni, Direktur PT DPP, Suharjito (SJT).
Edhy bersama Safri, Andreau Misanta, Siswadi, Ainul Faqih, dan Amril Mukminin diduga menerima suap sebesar Rp10,2 miliar dan USD100 ribu dari Suharjito. Suap tersebut diberikan agar Edhy memberikan izin kepada PT Dua Putra Perkasa Pratama untuk menerima izin sebagai eksportir benur.
Sebagian uang suap tersebut digunakan oleh Edhy dan istrinya, Iis Rosyati Dewi untuk belanja barang mewah di Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat pada 21-23 November 2020. Sekitar Rp750 juta digunakan untuk membeli jam tangan Rolex, tas Tumi dan Louis Vuitton serta baju Old Navy.
(kri)