Robohnya Seragam Kami
loading...
A
A
A
Arfanda Siregar
Dosen Politeknik Negeri Medan/ Pendidikan Doktor PTK UNP
SOAL seragam sekolah begitu pelik hingga pemerintah mengeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri tentang Penggunaan Pakaian Seragam dan Atribut Peserta Didik, Pendidik, dan Tenaga Kependidikan di Lingkungan Sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.
Intinya, SKB tersebut membebaskan penggunaan seragam kepada peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan untuk memilih menggunakan pakaian seragam dan atribut, baik tanpa kekhasan agama maupun khas agama asal tidak mengandung unsur paksaan. Siswa beragama Islam tidak dilarang menggunakan pakaian seragam jilbab. Tapi, yang tidak memilih memakai jilbab juga tidak boleh dipaksa menggunakan jilbab. Begitu pentingkah pemerintah mengatur seragam sekolah?
Kelebihan dan Kekurangan
Linda Lumsden dan Gabriel Miller (2001) berpendapat, keuntungan menggunakan seragam sekolah antara lain : (1) dapat meningkatkan keamanan sekolah (enhanced school safety); (2) meningkatkan iklim sekolah (improved learning climate), (3) meningkatkan harga diri siswa (higher self-esteem for students), dan (4) mengurangi rasa stres di keluarga (less stress on the family). Selain itu, pemakaian seragam juga bermanfaat menghindari kesenjangan sosial, biar terkesan rapi, educated, dan untuk membedakan kegiatan sekolah-menuntut ilmu dan kegiatan (main-main) lainnya.
Di samping kelebihan, kewajiban penggunaan seragam juga memiliki kekurangan. Setiap tahun ajaran baru, pengeluaran orang tua membengkak karena harus membeli seragam baru bagi anak-anaknya. Sering terjadi, pihak sekolah mengambil kesempatan menjadi penjual seragam sekolah. Bisnisnya besar karena ada ratusan, bahkan ribuan anak di satu sekolah membeli seragam dari sekolah. Bayangkan kalau satu anak dikutip Rp100.000. Betapa besar rupiah yang diraup dari bisnis seragam sekolah.
Selain itu, penggunaan seragam bagi siswa hanya menambah beban kerja guru. Sering kali guru menghabiskan waktu merazia dan memperingati siswa yang tidak tertib menggunakan seragam. Sering kali, razia seragam yang dilakukan malah menghambat waktu belajar. Kegiatan yang tidak ada kaitannya dengan kualitas pendidikan tersebut menghabiskan waktu dan energi guru.
Tidak Berkaitan
Baik berseragam maupun tidak berseragam, sama sekali tidak berkaitan dengan peningkatan kualitas pendidikan nasional. Survei kualitas pendidikan yang keluarkan oleh Programme for International Student Assessment (PISA) pada 2019, Indonesia menempati peringkat ke-72 dari 77 negara. Survei kemampuan pelajar yang dirilis oleh PISA menempatkan Indonesia di peringkat ke-72 dari 77 negara. Data ini menjadikan Indonesia bercokol di peringkat enam terbawah, masih jauh di bawah negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Brunei Darussalam. Survei PISA merupakan rujukan dalam menilai kualitas pendidikan di dunia, yang menilai kemampuan membaca, matematika, dan sains.
Salah satu fungsi utama pendidikan adalah learning to live together (belajar untuk dapat hidup bersama). Pendidikan seyogianya mengajarkan setiap anggota masyarakat untuk menghargai kemajemukan dan membekali mereka dengan kemampuan untuk hidup rukun sebagai manusia. Sekolah mempunyai peran besar membentuk karakter individu dan kepribadian peserta didik.
Jika dikaitkan dengan kemampuan membaca, matematika, dan sains, maka kehidupan bersama yang tanpa sekat-sekat seperti pemaksaan penggunaan seragam bagi siswa malah memudahkan penyampaian fungsi utama pendidikan lainnya, yakni learning to know(belajar untuk memperoleh pengetahuan), learning to do (belajar untuk dapat berbuat dan bersikap), dan learning to be (belajar untuk menjadi). Hidup tanpa sekat membuat para siswa yang berbeda keyakinan lebih ikhlas saling berbagi dengan siswa lain memperkuat kemampuan membaca , matematika, dan sains. Sudah bukan rahasia umum di sekolah negeri dan kampus negeri terjadi persaingan tidak sehat antara peserta didik yang berbeda agama dan kepercayaan.
SKB Tiga Menteri perihal penggunaan seragam dan atribut di lingkungan sekolah yang memberikan kebebasan hak kepada para murid, guru, dan tenaga kependidikan sebenarnya bagus. Namun, lebih bagus lagi, tidak usah mengurusi hal yang tidak berkaitan dengan peningkatan kualitas pendidikan nasional.
Saya malah lebih condong berpendapat sekolah tidak perlu lagi memiliki seragam. Biarkan para siswa menggunakan baju bebas yang tidak melanggar ajaran agama, budaya, adat, dan sopan santun. Daripada pemerintah sibuk mengurusi seragam siswa yang sering kali dipahami salah dan multitafsir oleh pihak sekolah, maka lebih baik hapuskan seragam sekolah dan beri kebebasan siswa berpakaian ke sekolah.
Banyak negara dengan kualitas pendidikan tinggi di dunia tidak menyeragamkan seragam sekolah di negaranya seperti Finlandia, Jerman, Inggris, Kanada, sampai Amerika Serikat. Penelitian dari David L. Brunsma, seorang profesor sosiologi di University of Missouri-Columbia, menyimpulkan bahwa siswa sekolah umum kelas 10 yang mengenakan seragam tidak lebih baik daripada mereka yang tidak hadir, berperilaku, atau menggunakan narkoba.
Di era pandemi Covid-19 sekarang, sekolah-sekolah malah melarang siswa berseragam. Mereka tetap melakukan proses pembelajaran tatap muka, asal siswa tidak menggunakan seragam selama proses pembelajaran. Mereka khawatir jika berseragam akan dibubarkan oleh aparat keamanan. Sampai sekarang kekhawatiran siswa tidak berseragam sekolah menimbulkan dampak negatif tidak ada sama sekali. Lalu, mengapa terlalu sibuk mengatur pemakaian seragam?
Dosen Politeknik Negeri Medan/ Pendidikan Doktor PTK UNP
SOAL seragam sekolah begitu pelik hingga pemerintah mengeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri tentang Penggunaan Pakaian Seragam dan Atribut Peserta Didik, Pendidik, dan Tenaga Kependidikan di Lingkungan Sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.
Intinya, SKB tersebut membebaskan penggunaan seragam kepada peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan untuk memilih menggunakan pakaian seragam dan atribut, baik tanpa kekhasan agama maupun khas agama asal tidak mengandung unsur paksaan. Siswa beragama Islam tidak dilarang menggunakan pakaian seragam jilbab. Tapi, yang tidak memilih memakai jilbab juga tidak boleh dipaksa menggunakan jilbab. Begitu pentingkah pemerintah mengatur seragam sekolah?
Kelebihan dan Kekurangan
Linda Lumsden dan Gabriel Miller (2001) berpendapat, keuntungan menggunakan seragam sekolah antara lain : (1) dapat meningkatkan keamanan sekolah (enhanced school safety); (2) meningkatkan iklim sekolah (improved learning climate), (3) meningkatkan harga diri siswa (higher self-esteem for students), dan (4) mengurangi rasa stres di keluarga (less stress on the family). Selain itu, pemakaian seragam juga bermanfaat menghindari kesenjangan sosial, biar terkesan rapi, educated, dan untuk membedakan kegiatan sekolah-menuntut ilmu dan kegiatan (main-main) lainnya.
Di samping kelebihan, kewajiban penggunaan seragam juga memiliki kekurangan. Setiap tahun ajaran baru, pengeluaran orang tua membengkak karena harus membeli seragam baru bagi anak-anaknya. Sering terjadi, pihak sekolah mengambil kesempatan menjadi penjual seragam sekolah. Bisnisnya besar karena ada ratusan, bahkan ribuan anak di satu sekolah membeli seragam dari sekolah. Bayangkan kalau satu anak dikutip Rp100.000. Betapa besar rupiah yang diraup dari bisnis seragam sekolah.
Selain itu, penggunaan seragam bagi siswa hanya menambah beban kerja guru. Sering kali guru menghabiskan waktu merazia dan memperingati siswa yang tidak tertib menggunakan seragam. Sering kali, razia seragam yang dilakukan malah menghambat waktu belajar. Kegiatan yang tidak ada kaitannya dengan kualitas pendidikan tersebut menghabiskan waktu dan energi guru.
Tidak Berkaitan
Baik berseragam maupun tidak berseragam, sama sekali tidak berkaitan dengan peningkatan kualitas pendidikan nasional. Survei kualitas pendidikan yang keluarkan oleh Programme for International Student Assessment (PISA) pada 2019, Indonesia menempati peringkat ke-72 dari 77 negara. Survei kemampuan pelajar yang dirilis oleh PISA menempatkan Indonesia di peringkat ke-72 dari 77 negara. Data ini menjadikan Indonesia bercokol di peringkat enam terbawah, masih jauh di bawah negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Brunei Darussalam. Survei PISA merupakan rujukan dalam menilai kualitas pendidikan di dunia, yang menilai kemampuan membaca, matematika, dan sains.
Salah satu fungsi utama pendidikan adalah learning to live together (belajar untuk dapat hidup bersama). Pendidikan seyogianya mengajarkan setiap anggota masyarakat untuk menghargai kemajemukan dan membekali mereka dengan kemampuan untuk hidup rukun sebagai manusia. Sekolah mempunyai peran besar membentuk karakter individu dan kepribadian peserta didik.
Jika dikaitkan dengan kemampuan membaca, matematika, dan sains, maka kehidupan bersama yang tanpa sekat-sekat seperti pemaksaan penggunaan seragam bagi siswa malah memudahkan penyampaian fungsi utama pendidikan lainnya, yakni learning to know(belajar untuk memperoleh pengetahuan), learning to do (belajar untuk dapat berbuat dan bersikap), dan learning to be (belajar untuk menjadi). Hidup tanpa sekat membuat para siswa yang berbeda keyakinan lebih ikhlas saling berbagi dengan siswa lain memperkuat kemampuan membaca , matematika, dan sains. Sudah bukan rahasia umum di sekolah negeri dan kampus negeri terjadi persaingan tidak sehat antara peserta didik yang berbeda agama dan kepercayaan.
SKB Tiga Menteri perihal penggunaan seragam dan atribut di lingkungan sekolah yang memberikan kebebasan hak kepada para murid, guru, dan tenaga kependidikan sebenarnya bagus. Namun, lebih bagus lagi, tidak usah mengurusi hal yang tidak berkaitan dengan peningkatan kualitas pendidikan nasional.
Saya malah lebih condong berpendapat sekolah tidak perlu lagi memiliki seragam. Biarkan para siswa menggunakan baju bebas yang tidak melanggar ajaran agama, budaya, adat, dan sopan santun. Daripada pemerintah sibuk mengurusi seragam siswa yang sering kali dipahami salah dan multitafsir oleh pihak sekolah, maka lebih baik hapuskan seragam sekolah dan beri kebebasan siswa berpakaian ke sekolah.
Banyak negara dengan kualitas pendidikan tinggi di dunia tidak menyeragamkan seragam sekolah di negaranya seperti Finlandia, Jerman, Inggris, Kanada, sampai Amerika Serikat. Penelitian dari David L. Brunsma, seorang profesor sosiologi di University of Missouri-Columbia, menyimpulkan bahwa siswa sekolah umum kelas 10 yang mengenakan seragam tidak lebih baik daripada mereka yang tidak hadir, berperilaku, atau menggunakan narkoba.
Di era pandemi Covid-19 sekarang, sekolah-sekolah malah melarang siswa berseragam. Mereka tetap melakukan proses pembelajaran tatap muka, asal siswa tidak menggunakan seragam selama proses pembelajaran. Mereka khawatir jika berseragam akan dibubarkan oleh aparat keamanan. Sampai sekarang kekhawatiran siswa tidak berseragam sekolah menimbulkan dampak negatif tidak ada sama sekali. Lalu, mengapa terlalu sibuk mengatur pemakaian seragam?
(bmm)