Puasa, Takwa, dan Kemajuan Bangsa

Senin, 18 Mei 2020 - 08:05 WIB
loading...
A A A
Paradoks Kehidupan Muslim
Karena maksud Allah mewajibkan orang beriman mengerjakan ibadah puasa Ramadan agar menjadi orang bertakwa (QS Al-Baqarah: 183), maka mestinya kualitas SDM Indonesia sudah sangat unggul dan Indonesia sudah menjadi negara maju dan sejahtera. Bayangkan, andaikan 230 juta muslim Indonesia (87% total penduduk) semuanya bertakwa, niscaya Indonesia sudah mampu mewujudkan cita-cita kemerdekaannya.

Pertanyaannya, mengapa sudah 74 kali muslim Indonesia berpuasa Ramadan sejak 1945, tetapi Indonesia masih sebagai negara berkembang? Pertama, menurut sebuah survei (2017) bahwa muslim Indonesia yang menjalankan salat lima waktu hanya 25% dan puasa Ramadan hanya 50%. Dari jumlah tersebut ditengarai mayoritas mereka yang berpuasa kelasnya hanya puasa awam, hanya mendapatkan lapar dan dahaga alias gagal mencapai derajat takwa.

Kedua, pahala (reward) utama untuk mukmin yang takwa adalah surga di akhirat yang sifatnya jangka sangat panjang dan gaib. Sementara fakta kehidupan pada era kapitalisme sekarang justru mereka yang jauh dari Allah, bahkan bermaksiat kepada Allah, yang hidupnya sukses. Sebagian besar mereka menduduki jabatan tertinggi atau tinggi di negaranya, kaya raya bahkan superkaya, dan popularitasnya menjulang tinggi sehingga banyak muslim awam dan sekuler yang tergoda mengikuti pola hidup mereka.

Ketiga, boleh jadi karena kondisi kehidupan masyarakat yang tidak kondusif bagi kita untuk bertakwa. Tempat hiburan dan media massa, khususnya medsos dan elektronik, semakin masif dipenuhi berita, gambar, dan video yang merangsang nafsu berahi, perilaku konsumtif, tindak kriminal, dan kemaksiatan. Sistem politik yang menganut demokrasi liberal (bertentangan dengan Pancasila) sarat dengan politik uang, pencitraan, dan hipokrasi sehingga sampai sekarang sedikit sekali atau mungkin belum ada pemimpin dan elite politik kita yang capable (berkapasitas) sekaligus berintegritas dan negarawan.

Yang lebih menyesakkan dada, dunia pendidikan kita pun sudah terinfeksi virus sogok-menyogok, perjokian, menyontek, guru dan dosen tidak dihormati murid dan mahasiswanya, malas belajar, budaya instan, dan dekadensi moral lainnya. Budaya membaca, etos riset, dan moralitas kebajikan jauh dari standar kemajuan dunia pendidikan Barat, apalagi dibandingkan budaya ilmiah dan moralitas pada masa keemasan Islam.

Momentum Puasa Ramadan
Karena itu, seluruh umat Islam Indonesia harus menjadikan ibadah puasa Ramadan di tengah pandemi virus korona ini sebagai momentum untuk meningkatkan iman dan takwa kita kepada Allah SWT. Iman dan takwa yang istikamah (sepanjang masa) dan tidak hanya membuahkan kesalehan individual (rajin ibadah mahdhah), tetapi juga memancarkan kesalehan sosial berupa etos kerja unggul, akhlak mulia, dan semangat berbagi untuk mewujudkan Indonesia maju, adil-makmur, damai, dan berdaulat.

Untuk itu, selain salat wajib dan zakat, kita harus meningkatkan kuantitas dan kualitas amalan sunah, mulai salat tarawih, tahajud, tadarus dan tadabur Alquran, berzikir, bersedekah, sampai memberi makanan berbuka puasa kepada yang membutuhkan. Terpenting, kita niatkan ibadah puasa kita semata-mata hanya karena iman dan ikhlas kepada Allah SWT. Jangan pernah goyah iman kita dan tergoda untuk berbuat maksiat gara-gara menyaksikan banyak pendosa, bahkan melawan Allah SWT, tetapi kehidupan dunianya sangat sukses, jabatannya tinggi, hartanya melimpah, serta sangat populer dan dikagumi publik.

Faktanya, banyak orang yang sukses lahiriah (duniawi), tetapi jiwanya kering kerontang, gelisah, tidak pernah puas dengan yang dimiliknya, dan hidupnya penuh tekanan. Istri atau suaminya selingkuh, anak-anaknya berandalan, kecanduan narkoba, dan penderitaan batin lainnya. Kalaupun kehidupan dunianya tampak senang dan selamat (istijraj),kalau tidak sempat melakukan taubatan nasuha ketika ajal menjemputnya, di akhirat dia akan menjadi penghuni neraka.

Akhirnya, di bumi Pancasila ini para pemimpin bangsa dan elite politik harus menciptakan ekosistem kehidupan berbangsa dan bernegara yang kondusif untuk penduduk negeri ini beriman dan bertakwa menurut agamanya masing-masing. Lebih dari itu, antarumat beragama harus saling menghormati dan hidup harmonis. Dengan demikian, Indonesia yang maju, adil-makmur, damai, dan berdaulat insya Allah akan segera terwujud, paling lama 2045.
(thm)
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1830 seconds (0.1#10.140)