Keberhasilan Vaksinasi Covid-19 Jadi Penentu Pemulihan Ekonomi
loading...
A
A
A
Menurut dia, hal ini penting lantaran negara-negara emerging market termasuk Indonesia sedang menikmati aliran modal dari pasar Internasional.
Kondisi ini diungkapkannya sebagai dampak kebijakan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) yang memberlakukan quantitative easing (QE) dengan melakukan pembelian obligasi besar-besaran, guna menambah likuiditas serta membangkitkan perekonomian AS yang mengalami resesi akibat pandemi Covid-19.
Kendati demikian, dia mengingatkan BI dan Pemerintah perlu waspada terhadap titik balik kebijakan moneter di AS tersebut. Kebijakan QE tidak selamanya akan berlangsung karena akan sangat tergantung dengan kondisi perekonomian AS sendiri.
“Kita perlu mengantisipasi kapan The Fed akan mulai mengurangi QE hingga akhirnya menghentikan, kebijakan tersebut akan memperkuat USD dan membuat mata uang lain terpuruk atau yang dikenal dengan istilah 'taper tantrum',” tuturnya.
Untuk itu, lanjut dia, perekonomian nasional harus segera pulih dan tumbuh lebih tinggi, agar mampu menghadapi tantangan yang lebih berat ke depannya.
“Satu-satunya cara untuk menjawab keraguan Bloomberg terhadap kemampuan vaksinasi yang kita miliki adalah mampu melaksanakan vaksinasi dalam kurun waktu kurang dari dua tahun kedepan, seperti yang sudah direncanakan oleh pemerintah dalam roadmap vaksinasi,” tuturnya.
Mengenai perhitungan Bloomberg yang memprediksi Indonesia membutuhkan waktu kurang lebih 10 tahun untuk mencapai kekebalan kelompok (herd immunity), Said menilai informasi tersebut harus disikapi sebagai peringatan dan motivasi untuk meningkatkan kinerja pemerintah dan semua pihak yang sedang berjibaku menyukseskan vaksinasi ke seluruh masyarakat.
“Kita tentu tidak ingin berpolemik terlalu Panjang dengan perhitungan Bloomberg. Sebagai bangsa berdaulat, kita harus optimis bahwa program vaksinasi ini berhasil,” tuturnya.
Kondisi ini diungkapkannya sebagai dampak kebijakan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) yang memberlakukan quantitative easing (QE) dengan melakukan pembelian obligasi besar-besaran, guna menambah likuiditas serta membangkitkan perekonomian AS yang mengalami resesi akibat pandemi Covid-19.
Kendati demikian, dia mengingatkan BI dan Pemerintah perlu waspada terhadap titik balik kebijakan moneter di AS tersebut. Kebijakan QE tidak selamanya akan berlangsung karena akan sangat tergantung dengan kondisi perekonomian AS sendiri.
“Kita perlu mengantisipasi kapan The Fed akan mulai mengurangi QE hingga akhirnya menghentikan, kebijakan tersebut akan memperkuat USD dan membuat mata uang lain terpuruk atau yang dikenal dengan istilah 'taper tantrum',” tuturnya.
Untuk itu, lanjut dia, perekonomian nasional harus segera pulih dan tumbuh lebih tinggi, agar mampu menghadapi tantangan yang lebih berat ke depannya.
“Satu-satunya cara untuk menjawab keraguan Bloomberg terhadap kemampuan vaksinasi yang kita miliki adalah mampu melaksanakan vaksinasi dalam kurun waktu kurang dari dua tahun kedepan, seperti yang sudah direncanakan oleh pemerintah dalam roadmap vaksinasi,” tuturnya.
Mengenai perhitungan Bloomberg yang memprediksi Indonesia membutuhkan waktu kurang lebih 10 tahun untuk mencapai kekebalan kelompok (herd immunity), Said menilai informasi tersebut harus disikapi sebagai peringatan dan motivasi untuk meningkatkan kinerja pemerintah dan semua pihak yang sedang berjibaku menyukseskan vaksinasi ke seluruh masyarakat.
“Kita tentu tidak ingin berpolemik terlalu Panjang dengan perhitungan Bloomberg. Sebagai bangsa berdaulat, kita harus optimis bahwa program vaksinasi ini berhasil,” tuturnya.
(dam)