Balik Badan soal RUU Pemilu, Parpol Pemerintah Tak Menampik Ada Arahan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Sejumlah partai politik (parpol) koalisi pemerintah seperti Partai Golkar , Partai Nasdem, dan PKB mendadak mundur dari usulan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu tentang perubahan UU Pemilu Nomor 7/2017 dan UU Pilkada Nomor 6/2010. Padahal, 9 parpol di Komisi II DPR awalnya kompak ingin mengusulkan RUU Pemilu.
Sikap berbalik arah parpol pemerintah ini disampaikan setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) menolak usulan RUU Pemilu. Dan parpol pemerintah ini pun tidak menampik saat ditanya apakah perubahan sikap ini akibat permintaan Jokowi.
"Ya saya kira, dalam pembahasan UU harus ada pandangan yang sama, bahkan kesepakatan yang sama antara pemetintah dan DPR. Karena DPR terdiri dri perwakilan dari parpol. Nah tentu kan, kami sebagai parpol bagian dari pemerintah, kita harus punya kesamaan pandangan dengan pemerintah," kata Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Ahmad Doli Kurnia Tanjung menanggapi pertanyaan dalam rilis survei Indikator Politik Indonesia yang bertajuk “Aspirasi Publik Terkait Undang-Undang Pemilu dan Pilkada” secara daring, Senin (8/2/2021).
(Baca: Jatah Menteri Menyandera Parpol Koalisi, Balik Badan soal RUU Pemilu)
Ketua Komisi II DPR ini mengatakan, pasti ada diskusi-diskusi yang intensif antara pemerintah dan pimpinan parpol koalisi pendukung, sehingga akhirnya diputuskan untuk menunda RUU Pemilu.
"Dan saya kira ada diskusi-diskusi sangat intensif antara pemerintah dengan pimpiman parpol kami, sehingga pada akhirnya kemudian smpai pada satu kesimpulan kita tunda pembahasan revisi UU ini," terangnya.
Sekretaris Bidang DPP PKB Luqman Hakim menjelaskan, sejak awal PKB memang mendukung agar UU Pemilu Nomor 7/2017 perlu direvisi. Posisi itu jelas dari awal. Namun, untuk UU Pilkada 10/2016, PKB ingin agar keserentakan pilkada tetap di 2024.
"Jadi tidak ada pengaruh, misalnya kalaupun terakhir presiden minta ini, minta itu, PKB tdak ada pengaruhnya di situ, andaikan bener presiden minta, tapi posisi PKB sudah clear," terang Wakil Ketua Komisi II DPR itu.
(Baca: Penolakan RUU Pemilu Dinilai Politis, Beban Penyelenggara Diabaikan)
Senada, Sekretaris Fraksi Partai Nasdem DPR, Saan Mustopa menjelaskan, dalam sistem pembuatan dan pembahasan UU di Indonesia ada dua pihak, pemerintah dan DPR. Dan tentu ini harus sama, harus ada inisiatif DPR dan juga inisiatif pemerintah.
"Sama sebaliknya, insiatif pemerintah kalau DPR enggak, tentu juga nggak jalan," terangnya di kesempatan sama.
Dalam dinamika pembahasan RUU Pemilu, menurut Wakil Ketua Komisi II DPR ini, tentu partai-partai koalisi pemerintah mempertimbangkan soal desain pemilu dalam jangka waktu yang panjang dan juga berbagai pertimbangan. Pimpinan partai dengan pemerintah juga banyak berdiskusi mengenai kondisi kebangsaan hari ini dan berbagai hal mendesak yang harus ditangani secara bersama-sama.
(Baca: Tingkat Kepuasan Publik terhadap Jokowi Masih di Atas 60%)
Selain itu, sambung Saan, sebagai parpol pendukung pemerintah, menjaga soliditas koalisi juga menjadi bagian penting juga dalam konteks perjalanan pemerintahan. "Kita tidak mau dalam sebuah koalisi trerkait dengan kebijakan pemerintah di kami berbeda antar negara, partai," terangnya.
"Mudah-mudahan ini ditunda sementara, dan ke depan pemerintah dan pimpinan partai bisa berdiskusi dengan pertimbangan baru. Tapi saat ini kita ikuti semua hasil keputusan pimpinan partai kami," pungkas Saan.
Sikap berbalik arah parpol pemerintah ini disampaikan setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) menolak usulan RUU Pemilu. Dan parpol pemerintah ini pun tidak menampik saat ditanya apakah perubahan sikap ini akibat permintaan Jokowi.
"Ya saya kira, dalam pembahasan UU harus ada pandangan yang sama, bahkan kesepakatan yang sama antara pemetintah dan DPR. Karena DPR terdiri dri perwakilan dari parpol. Nah tentu kan, kami sebagai parpol bagian dari pemerintah, kita harus punya kesamaan pandangan dengan pemerintah," kata Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Ahmad Doli Kurnia Tanjung menanggapi pertanyaan dalam rilis survei Indikator Politik Indonesia yang bertajuk “Aspirasi Publik Terkait Undang-Undang Pemilu dan Pilkada” secara daring, Senin (8/2/2021).
(Baca: Jatah Menteri Menyandera Parpol Koalisi, Balik Badan soal RUU Pemilu)
Ketua Komisi II DPR ini mengatakan, pasti ada diskusi-diskusi yang intensif antara pemerintah dan pimpinan parpol koalisi pendukung, sehingga akhirnya diputuskan untuk menunda RUU Pemilu.
"Dan saya kira ada diskusi-diskusi sangat intensif antara pemerintah dengan pimpiman parpol kami, sehingga pada akhirnya kemudian smpai pada satu kesimpulan kita tunda pembahasan revisi UU ini," terangnya.
Sekretaris Bidang DPP PKB Luqman Hakim menjelaskan, sejak awal PKB memang mendukung agar UU Pemilu Nomor 7/2017 perlu direvisi. Posisi itu jelas dari awal. Namun, untuk UU Pilkada 10/2016, PKB ingin agar keserentakan pilkada tetap di 2024.
"Jadi tidak ada pengaruh, misalnya kalaupun terakhir presiden minta ini, minta itu, PKB tdak ada pengaruhnya di situ, andaikan bener presiden minta, tapi posisi PKB sudah clear," terang Wakil Ketua Komisi II DPR itu.
(Baca: Penolakan RUU Pemilu Dinilai Politis, Beban Penyelenggara Diabaikan)
Senada, Sekretaris Fraksi Partai Nasdem DPR, Saan Mustopa menjelaskan, dalam sistem pembuatan dan pembahasan UU di Indonesia ada dua pihak, pemerintah dan DPR. Dan tentu ini harus sama, harus ada inisiatif DPR dan juga inisiatif pemerintah.
"Sama sebaliknya, insiatif pemerintah kalau DPR enggak, tentu juga nggak jalan," terangnya di kesempatan sama.
Dalam dinamika pembahasan RUU Pemilu, menurut Wakil Ketua Komisi II DPR ini, tentu partai-partai koalisi pemerintah mempertimbangkan soal desain pemilu dalam jangka waktu yang panjang dan juga berbagai pertimbangan. Pimpinan partai dengan pemerintah juga banyak berdiskusi mengenai kondisi kebangsaan hari ini dan berbagai hal mendesak yang harus ditangani secara bersama-sama.
(Baca: Tingkat Kepuasan Publik terhadap Jokowi Masih di Atas 60%)
Selain itu, sambung Saan, sebagai parpol pendukung pemerintah, menjaga soliditas koalisi juga menjadi bagian penting juga dalam konteks perjalanan pemerintahan. "Kita tidak mau dalam sebuah koalisi trerkait dengan kebijakan pemerintah di kami berbeda antar negara, partai," terangnya.
"Mudah-mudahan ini ditunda sementara, dan ke depan pemerintah dan pimpinan partai bisa berdiskusi dengan pertimbangan baru. Tapi saat ini kita ikuti semua hasil keputusan pimpinan partai kami," pungkas Saan.
(muh)