Muhammadiyah Nilai Seremoni Penyaluran Bantuan Tidak Islami
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pimpinan Pusat ( PP) Muhammadiyah menilai selama ini penyaluran dana zakat , infak dan sedekah seringkali diikuti dengan seremoni yang menempatkan kontras antara pemberi dan penerima.
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu’ti pun menilai seremoni ini terkesan feodal dan tidak humanis. Bahkan, menurutnya cara itu juga tidak Islami dan mengancam keabsahan amal si pemberi.
“Misalnya orang yang menerima sumbangan disuruh datang, kemudian antre, ambil kupon, dan sebagainya itu menurut saya sangat tidak humanis dan itu betul-betul menempatkan mereka yang tidak menerima sebagai the needy, orang yang lebih perlu, sehingga respek kepada penerima itu tidak terlihat di situ,” kritiknya dikutip dari laman resmi Muhammadiyah, Minggu (7/2/2021).
Mu’ti berharap agar para da’i menjelaskan kepada umat konsep berlaku ihsan di dalam setiap perilaku beragama. “Apa tidak ada cara yang lain selain membuat mereka itu harus bersusah payah dan melihat siapa yang memberi dan orang yang menerima itu membungkuk-bungkuk menyampaikan terima kasih. Ini perlu diubah karena bermuara pada pemahaman kultural,” jelasnya.
Padahal zakat, infak dan sedekah, menurut Mu’ti adalah bagian integral di dalam akidah yang menekankan bahwa di dalam harta yang dimiliki ada hak orang lain yang harus ditunaikan.
“Oleh karena itu pemahaman sebagai mustahik itu harus kita luruskan. Itu kan sebetulnya mereka berhak, karena hak itu tidak seharusnya dong mereka mengemis-ngemis untuk mendapatkan haknya. Harusnya itu sesuatu yang diberikan tanpa harus diminta,” tegasnya.
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu’ti pun menilai seremoni ini terkesan feodal dan tidak humanis. Bahkan, menurutnya cara itu juga tidak Islami dan mengancam keabsahan amal si pemberi.
“Misalnya orang yang menerima sumbangan disuruh datang, kemudian antre, ambil kupon, dan sebagainya itu menurut saya sangat tidak humanis dan itu betul-betul menempatkan mereka yang tidak menerima sebagai the needy, orang yang lebih perlu, sehingga respek kepada penerima itu tidak terlihat di situ,” kritiknya dikutip dari laman resmi Muhammadiyah, Minggu (7/2/2021).
Mu’ti berharap agar para da’i menjelaskan kepada umat konsep berlaku ihsan di dalam setiap perilaku beragama. “Apa tidak ada cara yang lain selain membuat mereka itu harus bersusah payah dan melihat siapa yang memberi dan orang yang menerima itu membungkuk-bungkuk menyampaikan terima kasih. Ini perlu diubah karena bermuara pada pemahaman kultural,” jelasnya.
Padahal zakat, infak dan sedekah, menurut Mu’ti adalah bagian integral di dalam akidah yang menekankan bahwa di dalam harta yang dimiliki ada hak orang lain yang harus ditunaikan.
“Oleh karena itu pemahaman sebagai mustahik itu harus kita luruskan. Itu kan sebetulnya mereka berhak, karena hak itu tidak seharusnya dong mereka mengemis-ngemis untuk mendapatkan haknya. Harusnya itu sesuatu yang diberikan tanpa harus diminta,” tegasnya.
(kri)