Masalah Transisi Demokrasi Myanmar

Kamis, 04 Februari 2021 - 05:02 WIB
loading...
A A A
Jadikan Pelajaran
Mungkin banyak yang mengatakan kasus di Myanmar itu tidak akan mungkin terjadi di Indonesia. Sebab, sejak Soeharto lengser pada 1998, Indonesia memiliki senjata Undang-Undang (UU) No 34/2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI). Dengan UU itu, hubungan sipil-militer Indonesia jauh lebih baik bila dibandingkan dengan Myanmar.

UU ini menyebutkan bahwa “TNI dibangun dan dikembangkan secara profesional sesuai kepentingan politik negara yang mengacu pada nilai dan prinsip demokrasi, supremasi sipil, dan hak asasi manusia. Militer dihilangkan fungsi sosial-politiknya. Mereka tidak lagi dapat merangkap menjadi pejabat ataupun menguasai suatu bisnis secara langsung. Struktur ABRI dirombak menjadi dua, yaitu Polri yang bertugas menjaga keamanan dan TNI yang bertugas menjaga pertahanan. Pemisahan tersebut secara langsung membuat militer tidak lagi diperbolehkan mencampuri urusan sipil.

Tapi seiring waktu berjalan, upaya untuk mengembalikan dwifungsi TNI tetaplah kuat. Kini pemerintah dan DPR diketahui berencana melakukan revisi atas undang-undang tersebut. Rencana revisi ini bahkan dimasukkan ke dalam RUU Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2020.

Oleh karena itu, niatan untuk menambah usia kerja prajurit dan memperluas jabatan sipil untuk TNI semestinya tidak perlu dilakukan. Sebab, perubahan usia prajurit yang direncanakan naik dari 53 ke 58 tahun ini bisa berimplikasi ke banyak hal, seperti penumpukan prajurit dan perwira nonjob. Selain berimbas pada masalah anggaran, hal ini juga bisa menjadi dalih untuk memperluas cakupan jabatan sipil untuk tentara.

Terbukti ada banyak nota kesepahaman TNI dengan lembaga sipil. Di antaranya adalah pelibatan TNI dalam program sosialisasi Keluarga Berencana (Falis Agatriatma, 2020) dan pelibatan TNI dalam kegiatan pertanian masyarakat di desa-desa. Hal ini tentu saja merupakan langkah mundur.

Kita seharusnya bisa belajar dari kasus pembusukan politik di Myanmar. Militer tidak boleh berada di luar barak demi menciptakan demokrasi yang sehat. Jika dibiarkan tetap mengurusi urusan sipil, ini akan membuat TNI semakin terjerumus dalam memupuk hasrat kekuasaan yang otoriter dan menjadi seperti apa yang disebut oleh Laurie Nathan sebagai destroy the democratic project.
(bmm)
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1766 seconds (0.1#10.140)