Pilkada DKI Digelar 2022 Tak Menjamin Nasib Anies Semujur Jokowi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Penundaan pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak pada 2022 ke 2024 membuat polemik berkepanjangan. Terlebih isu yang berkembang adalah ada upaya untuk menjegal para calon presiden potensial 2024, termasuk Gubernur DKI Jakarta
Anies Baswedan.
Menurut Direktur Eksekutif Indonesia Publik Institut (IPI) Karyono Wibowo menyatakan, pilkada yang dilakukan pada tahun 2022, tidak otomatis menjamin kesuksesan bagi calon kepala daerah tertentu sukses di kontes nasional.
"Anies masih harus berjuang keras untuk memenangkan pilkada DKI Jakarta. Dan itu pasti tidak mudah. Anies mungkin akan berhadapan dengan sejumlah figur yang tidak bisa dianggap remeh. Figur Tri Rismaharini, Sandiaga Uno, dan sejumlah tokoh lain berpotensi menjadi lawan kuat Anies," tuturnya kepada SINDOnews, Selasa (2/2/2021).
(Baca: Anies Baswedan Jangan Merasa Paling Dijegal, Pengamat: Banyak Jalan Menuju Roma)
Selain itu, Karyono memandang bahwa faktor kinerja Anies sebagai Gubernur juga akan menjadi salah satu faktor penting yang turut menentukan. Sementara, ada kecenderungan penurunan tingkat kepuasan publik dalam dua tahun terakhir, meski tingkat kepuasan kinerja Anies berdasarkan sejumlah hasil survei masih di atas 60 persen.
Dia menganggap, angka kepuasan ini memang tidak terlalu spektakuler. Tetapi masih berada di ambang batas aman bagi petahana. Di sisi lain, publik masih sering membandingkan kinerja Anies dengan gubernur sebelumnya. Kinerja Anies dinilai lebih buruk dari Jokowi dan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok ketika memimpin Jakarta.
Mantan Peneliti LSI Denny JA ini menuturkan, Survei Indo Barometer menunjukkan sebanyak 42 persen responden menilai Ahok berhasil mengatasi banjir Jakarta. Selanjutnya, Jokowi 25 persen dan Anies 4,1 persen responden. Kemudian, sebanyak 35,3 persen menilai Ahok berhasil menangani kemacetan, Jokowi memiliki tingkat keberhasilan 35,1 persen dan Anies 8,3 persen responden.
"Meski hasil survei kerap menimbulkan kontroversi, tapi publik tentu bisa memilah mana hasil survei yang sesuai realitas atau tidak," ujar Karyono.
(Baca: Ini Sisi Negatif Sikap Pemerintah Tolak Revisi UU Pemilu)
Lebih lanjut ia menyatakan, seandainya cucu pahlawan nasional Abdurrahman Baswedan ini berhasil memenangi Pilkada DKI, tidak otomatis kemenangan tersebut berpengaruh signifikan terhadap kemenangan dalam Pilpres. Meskipun, tidak menampik, tentu ada benefit politik yang bisa didapat jika Anies kembali terpilih menjadi gubernur. Pamor Anies berpotensi semakin naik.
Menurutnya, secara psikologi politik bisa memperkuat magnet dukungan. Tetapi, kemenangan di pilkada belum tentu berbanding lurus dengan kemenangan di pilpres. Anies masih harus membuktikan keberhasilan pembangunan di DKI yang monumental. Dia harus berpacu dengan waktu, belum lagi harus menghadapi sejumlah tantangan dalam dinamika politik menuju pilpres yang mungkin akan berlangsung keras.
"Nasib Anies belum tentu sebaik pendahulunya, mantan Gubernur DKI Joko Widodo Joko Widodo yang sukses dalam kontestasi pilpres," katanya.
(Baca: Banyak Plt Kepala Daerah, Pilkada 2024 Membuat Pemda Tak Efektif)
Lalu, bagaimana kalau Anies kalah di Pilkada DKI? Jika kalah tentu saja ada resikonya. Kekalahan di Pilkada DKI justru bisa menjadi pukulan berat secara psikologis yang berpotensi melemahkan dukungan, baik dukungan partai maupun publik. Kekalahan Anies justru berpotensi meredupkan pamornya. Meski demikian, tidak secara otomatis menutup peluang untuk maju di pilpres.
Karyono menegaskan, konstelasi politik dalam dinamika pilpres masih memungkinkan terjadinya perubahan. Peluang Anies masih terbuka. "Peluang itu akan tergantung dinamika politik yang masih akan terus berkembang. Dengan demikian, pengaruh signifikan antara pelaksanaan pilkada 2022 dan 2024 terhadap kesuksesan Anies di pilpres masih akan diuji," tukasnya.
Anies Baswedan.
Menurut Direktur Eksekutif Indonesia Publik Institut (IPI) Karyono Wibowo menyatakan, pilkada yang dilakukan pada tahun 2022, tidak otomatis menjamin kesuksesan bagi calon kepala daerah tertentu sukses di kontes nasional.
"Anies masih harus berjuang keras untuk memenangkan pilkada DKI Jakarta. Dan itu pasti tidak mudah. Anies mungkin akan berhadapan dengan sejumlah figur yang tidak bisa dianggap remeh. Figur Tri Rismaharini, Sandiaga Uno, dan sejumlah tokoh lain berpotensi menjadi lawan kuat Anies," tuturnya kepada SINDOnews, Selasa (2/2/2021).
(Baca: Anies Baswedan Jangan Merasa Paling Dijegal, Pengamat: Banyak Jalan Menuju Roma)
Selain itu, Karyono memandang bahwa faktor kinerja Anies sebagai Gubernur juga akan menjadi salah satu faktor penting yang turut menentukan. Sementara, ada kecenderungan penurunan tingkat kepuasan publik dalam dua tahun terakhir, meski tingkat kepuasan kinerja Anies berdasarkan sejumlah hasil survei masih di atas 60 persen.
Dia menganggap, angka kepuasan ini memang tidak terlalu spektakuler. Tetapi masih berada di ambang batas aman bagi petahana. Di sisi lain, publik masih sering membandingkan kinerja Anies dengan gubernur sebelumnya. Kinerja Anies dinilai lebih buruk dari Jokowi dan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok ketika memimpin Jakarta.
Mantan Peneliti LSI Denny JA ini menuturkan, Survei Indo Barometer menunjukkan sebanyak 42 persen responden menilai Ahok berhasil mengatasi banjir Jakarta. Selanjutnya, Jokowi 25 persen dan Anies 4,1 persen responden. Kemudian, sebanyak 35,3 persen menilai Ahok berhasil menangani kemacetan, Jokowi memiliki tingkat keberhasilan 35,1 persen dan Anies 8,3 persen responden.
"Meski hasil survei kerap menimbulkan kontroversi, tapi publik tentu bisa memilah mana hasil survei yang sesuai realitas atau tidak," ujar Karyono.
(Baca: Ini Sisi Negatif Sikap Pemerintah Tolak Revisi UU Pemilu)
Lebih lanjut ia menyatakan, seandainya cucu pahlawan nasional Abdurrahman Baswedan ini berhasil memenangi Pilkada DKI, tidak otomatis kemenangan tersebut berpengaruh signifikan terhadap kemenangan dalam Pilpres. Meskipun, tidak menampik, tentu ada benefit politik yang bisa didapat jika Anies kembali terpilih menjadi gubernur. Pamor Anies berpotensi semakin naik.
Menurutnya, secara psikologi politik bisa memperkuat magnet dukungan. Tetapi, kemenangan di pilkada belum tentu berbanding lurus dengan kemenangan di pilpres. Anies masih harus membuktikan keberhasilan pembangunan di DKI yang monumental. Dia harus berpacu dengan waktu, belum lagi harus menghadapi sejumlah tantangan dalam dinamika politik menuju pilpres yang mungkin akan berlangsung keras.
"Nasib Anies belum tentu sebaik pendahulunya, mantan Gubernur DKI Joko Widodo Joko Widodo yang sukses dalam kontestasi pilpres," katanya.
(Baca: Banyak Plt Kepala Daerah, Pilkada 2024 Membuat Pemda Tak Efektif)
Lalu, bagaimana kalau Anies kalah di Pilkada DKI? Jika kalah tentu saja ada resikonya. Kekalahan di Pilkada DKI justru bisa menjadi pukulan berat secara psikologis yang berpotensi melemahkan dukungan, baik dukungan partai maupun publik. Kekalahan Anies justru berpotensi meredupkan pamornya. Meski demikian, tidak secara otomatis menutup peluang untuk maju di pilpres.
Karyono menegaskan, konstelasi politik dalam dinamika pilpres masih memungkinkan terjadinya perubahan. Peluang Anies masih terbuka. "Peluang itu akan tergantung dinamika politik yang masih akan terus berkembang. Dengan demikian, pengaruh signifikan antara pelaksanaan pilkada 2022 dan 2024 terhadap kesuksesan Anies di pilpres masih akan diuji," tukasnya.
(muh)