Jika Pilkada Digelar 2024, Pengamat Sebut PDIP akan Untung
loading...
A
A
A
JAKARTA - Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudinmengungkapkan jika Pilkada Serentak digelar pada 2024 akan menimbulkan gaduh yang amat luar biasa. Hal itu dikarenakan, akan ada kontestasi politik lain seperti Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Pemilihan Anggota Legislatif.
Akibat hal itu, kata Ujang, PDIPerjuangan menjadi partai yang diunggulkan atas usulan tersebut. Menurutnya,ada banyak kepala daerah yang habis massa jabatannya di 2022 dan 2023, dan itu akan dipegang penjabat gubernur, bupati, atau wali kota yang diangkat Pemprov dan Mendagri. "Secara politik akan menguntungkan PDIP, karena akan banyak PLT gubenur, bupati atau wali kota. Walaupun pejabat yang ditunjuk dari ASN eselon 1 dari Kemendagri dan Pemprov, tetapi mereka tetap akan berkiblat pada partai penguasa," ungkapnya saat dihubungi, Senin (2/2/2021).
Lebih lanjut dia memaparkan, keuntungan lain yang diambil PDIP adalah dapat menjegal Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang digadang-gadang ikut dalam lagi Pilkada 2022.
"Jika Pilkada di 2024, maka Anies sudah lemah karena tak lagi menjadi gubernur, maka bisa dikalahkan oleh jagoan dari PDIP atau partai lainnya," tuturnya. Secara umum, seluruh partai politik tengah melakukan kalkulasi politiknya. Menurutnya, para partai yang mendukung Pilkada di 2022 dan 2023, maka partai itulah yang akan diuntungkan, begitu pula dengan yang mendukung Pilkada 2024, partai tersebut yang untung.
"Semua sudah berhitung termasuk dalam hitungan kalkulasi di Pilkada. Makanya Pilkada di 2022 dan 2023 atau di 2024 itu menjadi penting. Karena masing-masing partai ada yang diuntungkan dan ada yang dirugikan," ungkapnya.
Secara spesifik, Ujang menjelaskan jika PDIP berupaya mengajukan Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini untuk ikut di Pilkada DKI Jakarta 2022, maka Risma akan kalah dengan Anies Baswedan . Akan tetapi, Risma akan berhasil menduduki kursi orang nomor satu di DKI jika dirinya maju dua tahun kemudian saat Anies sudah tak lagi menjabat.
"Jika Pilkada di 2022, Anies masih incumbent, misalkan PDIP dorong Risma, kemungkinan Risma akan kalah. Namun, jika Pilkadanya di 2024, Anies tak lagi menjabat gubernur lalu Risma maju, Risma yang kemungkinan unggul," ucapnya.
Sekadar informasi, draf RUU tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 7/2017 tentang Pemilu dan Undang-Undang Nomor 10/2016 tentang Pilkada (RUU Pemilu) tengah bergulir di DPR. RUU ini masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2021 yang sudah disepakati di Badan Legislasi (Baleg) DPR sebagai RUU usul inisiatif.
Akibat hal itu, kata Ujang, PDIPerjuangan menjadi partai yang diunggulkan atas usulan tersebut. Menurutnya,ada banyak kepala daerah yang habis massa jabatannya di 2022 dan 2023, dan itu akan dipegang penjabat gubernur, bupati, atau wali kota yang diangkat Pemprov dan Mendagri. "Secara politik akan menguntungkan PDIP, karena akan banyak PLT gubenur, bupati atau wali kota. Walaupun pejabat yang ditunjuk dari ASN eselon 1 dari Kemendagri dan Pemprov, tetapi mereka tetap akan berkiblat pada partai penguasa," ungkapnya saat dihubungi, Senin (2/2/2021).
Lebih lanjut dia memaparkan, keuntungan lain yang diambil PDIP adalah dapat menjegal Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang digadang-gadang ikut dalam lagi Pilkada 2022.
"Jika Pilkada di 2024, maka Anies sudah lemah karena tak lagi menjadi gubernur, maka bisa dikalahkan oleh jagoan dari PDIP atau partai lainnya," tuturnya. Secara umum, seluruh partai politik tengah melakukan kalkulasi politiknya. Menurutnya, para partai yang mendukung Pilkada di 2022 dan 2023, maka partai itulah yang akan diuntungkan, begitu pula dengan yang mendukung Pilkada 2024, partai tersebut yang untung.
"Semua sudah berhitung termasuk dalam hitungan kalkulasi di Pilkada. Makanya Pilkada di 2022 dan 2023 atau di 2024 itu menjadi penting. Karena masing-masing partai ada yang diuntungkan dan ada yang dirugikan," ungkapnya.
Secara spesifik, Ujang menjelaskan jika PDIP berupaya mengajukan Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini untuk ikut di Pilkada DKI Jakarta 2022, maka Risma akan kalah dengan Anies Baswedan . Akan tetapi, Risma akan berhasil menduduki kursi orang nomor satu di DKI jika dirinya maju dua tahun kemudian saat Anies sudah tak lagi menjabat.
"Jika Pilkada di 2022, Anies masih incumbent, misalkan PDIP dorong Risma, kemungkinan Risma akan kalah. Namun, jika Pilkadanya di 2024, Anies tak lagi menjabat gubernur lalu Risma maju, Risma yang kemungkinan unggul," ucapnya.
Sekadar informasi, draf RUU tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 7/2017 tentang Pemilu dan Undang-Undang Nomor 10/2016 tentang Pilkada (RUU Pemilu) tengah bergulir di DPR. RUU ini masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2021 yang sudah disepakati di Badan Legislasi (Baleg) DPR sebagai RUU usul inisiatif.
(mhd)