LPSK: Pelaku Ujaran Rasisme Tidak Boleh Dikasih Ruang di Republik Ini

Kamis, 28 Januari 2021 - 14:01 WIB
loading...
LPSK: Pelaku Ujaran...
Wakil Ketua LPSK, Manajer Nasution. Foto/dok LPSK
A A A
JAKARTA - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengaku prihatin terhadap kasus ujaran bernuansa rasisme seperti yang dialami mantan Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Natalius Pigai .

"Dalam ingatan publik, perlakukan rasis di media sosial terhadap Pigai bukan kali pertama. Para pelakunya secara terbuka menyatakan diri sebagai afiliasi politik tertentu," tutur Wakil Ketua LPSK, Manajer Nasution dalam siaran persnya, Kamis (28/1/2021).

Menurut dia, ujaran bernuansa rasisme tidak bisa dibiarkan karena dikhawatirkan berdampak meruncingnya perbedaan di masyarakat. Keberanian aparat penegak hukum memproses pelaku secara imparsial, tanpa memandang siapa dan berafiliasi pada kekuatan politik mana pun, sangat dinantikan publik. Bahkan, ini menjadi tantangan yang harus mampu dijawab Kapolri baru.

Dia menegaskan LPSK siap melindungi saksi dan korban pada kasus ujaran bernuansa rasisme sesuai peraturan perundang-undangan. Dengan adanya perlindungan, diharapkan saksi maupun korban ujaran rasisme akan berani “bersuara” dan memperjuangkan keadilan.

“Tindakan dan ujaran rasisme terhadap siapa pun dan dengan dalih apa pun, di samping penistaan terhadap kehormatan kemanusiaan, juga ahistoris dan pengingkaran terhadap sejarah bangsa Indonesia sendiri sebagai bangsa yang majemuk, multikultur,” katanya.

Nasution mengimbau publik tidak mudah terprovokasi untuk main hakim sendiri. Dia mengajak publik menaruh harapan dan kepercayaan bahwa kepolisian negara dapat menuntaskan kasus bernuansa rasisme tersebut secara profesional, transparan, dan imparsial.

“Mendorong negara terutama pemerintah hadir memastikan agar peristiwa yang sama tidak terulang pada masa mendatang (guarantees of nonrecurrence),” ujarnya.

Untuk itu, Nasution mendorong kepolisian responsif dan progresif menuntaskan kasus tersebut. Dia mengingatkan, keterlambatan penanganan aksi rasis seperti pada tahun 2019 lalu, yang akhirnya memicu protes besar warga Papua selama berbulan-bulan.

“Pada tahun itu, korban rasisme adalah orang Papua di asrama mahasiswa Surabaya. Kita tentu tidak berharap situasi demikian,” imbuh Nasution.

Nasution mendorong Komnas HAM menggunakan mandatnya melakukan pemantauan terhadap kasus bernuansa rasisme sesuai Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis. “Khusus kepada penegak hukum agar dapat memberikan sanksi tegas bagi para pelaku rasisme oleh siapa pun, terhadap siapa pun, dan dengan dalih apa pun,” katanya.
(dam)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1234 seconds (0.1#10.140)