Pencabutan Hak Politik Anggota HTI-FPI Dinilai Berbahaya dan Kerdilkan Sistem Demokrasi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Upaya pemerintah untuk mencabut hak politik untuk dipilih dan memililih bagi mantan anggota Hizbut Thahrir Indonesia ( HTI ) dan Front Pembela Islam ( FPI ) yang muncul dalam draft Rancangan Undang-Undang ( RUU) Pemilu yang akan dibahas DPR menuai perbincangan publik.
Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah menilai penghapusan hak politik terhadap dua ormas yang telah dilarang dan dibubarkan pemerintah itu berbahaya. Dia menegaskan pencabutan itu membahayakan konsolidasi kebangsaan, sekaligus mengkerdilkan sistem demokrasi yang kita anut.
"Di luar itu, ini ancaman bagi kelangsungan ormas lain di Indonesia, sekaligus menandai diktatorisme Parlemen," tuturnya saat dihubungi SINDOnews, Kamis (28/1/2021).
Di sisi lain, Dedi melihat nantinya akan muncul persoalan lain ketika hak politik mereka dicabut. Persoalan itu misalnya bagaimana cara mengidentifikasi orang-orang yang dilarang menggunakan hak pilih dan memilih untuk suatu jabatan tertentu dalam politik. Menurutnya, potensi ini juga akan merepotkan penyelenggara pemilu.
"Negara akan kesulitan menentukan siapa saja eks HTI dan FPI, sama sulitnya menentukan siapa (eks) aktivis PKI (Partai Komunis Indonesia). Karena eksistensi kekaderan satu organisasi yang dilarang, tentu menghilangkan identitas aktivisnya," tandas Dedi.
Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah menilai penghapusan hak politik terhadap dua ormas yang telah dilarang dan dibubarkan pemerintah itu berbahaya. Dia menegaskan pencabutan itu membahayakan konsolidasi kebangsaan, sekaligus mengkerdilkan sistem demokrasi yang kita anut.
"Di luar itu, ini ancaman bagi kelangsungan ormas lain di Indonesia, sekaligus menandai diktatorisme Parlemen," tuturnya saat dihubungi SINDOnews, Kamis (28/1/2021).
Di sisi lain, Dedi melihat nantinya akan muncul persoalan lain ketika hak politik mereka dicabut. Persoalan itu misalnya bagaimana cara mengidentifikasi orang-orang yang dilarang menggunakan hak pilih dan memilih untuk suatu jabatan tertentu dalam politik. Menurutnya, potensi ini juga akan merepotkan penyelenggara pemilu.
"Negara akan kesulitan menentukan siapa saja eks HTI dan FPI, sama sulitnya menentukan siapa (eks) aktivis PKI (Partai Komunis Indonesia). Karena eksistensi kekaderan satu organisasi yang dilarang, tentu menghilangkan identitas aktivisnya," tandas Dedi.
(kri)