Perludem: Sebaiknya Jadwal Pilkada Dinormalkan pada 2022 dan 2023
loading...
A
A
A
JAKARTA - Polemik mengenai pelaksanaan pilkada serentak 2022 masih terus berlangsung. Seperti diketahui sebanyak 101 kepala daerah dengan 9 provinsi, salah satunya DKI Jakarta. Pada tahun itu masa jabatan gubernur dan wakil gubernur ibu kota akan habis .
Tetapi sesuai manat Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyatakan bakal melaksakan pilkada serentak pada November 2024. Sementara DPR yang berencana merevisi UU juga belum memutuskan soal jadwal penyelenggaraan Pilkada Serentak.
Direktur Ekekutif Perludem Khoirunnisa Nur Agustyati berpendapat sebaiknya jadwal pilkada serentak dikembalikan alias dinormalkan, yaitu tahun 2022.
"Kalau menurut kami memang sebaiknya perlu ada normalisasi jadwal Pilkada. Jadi tetap perlu ada Pilkada di tahun 2022 dan 2023," ujar Khoirunnisa saat dikonfirmasi, Kamis (28/1/2021).
(Baca: Alasan PDIP Kenapa Pilkada Serentak Dilaksanakan 2024)
Ia berasalan, pada tahun 2024 akan ada agenda Pemilu nasional. Bila pilkada juga diselenggarakan di tahun yang sama, akan berimplikasi pada proses penyelenggaran yang kompleks.
"Walaupun penyelenggaraan Pemilu nasional dan Pilkada tidak diselenggarakan di hari yang sama tetapi pasti tahapannya akan berhimpitan," jelas dia.
Khoirunnisa menambahkan, draf RUU Pemilu telah mewacanakan untuk mengubah desain keserentakan Pemilu menjadi pemilu nasional seperti pemilihan Presiden, DPR, DPD. Kemudian, Pilkada serantak seperti pemilihan gubernur, bupati/wali kota, dan DPRD. "Sehigga perlu ada penyesuaian jadwal Pilkada kita sehingga perlu ada normalisasi jadwal Pikada," tandasnya.
Sebelumnya, draf RUU perubahan atas Undang-Undang Nomor 7/2017 tentang Pemilu dan Undang-Undang Nomor 10/2016 tentang Pilkada tengah bergulir di DPR. RUU ini masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2021 yang sudah disepakati di Badan Legislasi (Baleg) DPR sebagai RUU usul inisiatof DPR.
(Baca: Pilkada 2022 dan 2023 Ditiadakan, Parpol Tak Bisa Ukur Kekuatan Jelang Pemilu 2024)
Dalam draf mentah tersebut, mayoritas partai politik di DPR menginginkan agar jadwal keserentakan Pilkada yang direncanakan serentak pada 2024 sesuai UU 10/2016, agar jadwal pilkada dinormalisasi kembali sesuai dengan periodisasinya.
“Kalau soal itu (jadwal pilkada) dalam revisi UU pemilu kita menggabungkan UU Pilkada No.10/2016 dan UU Pemilu nomor 7/2017 tentang Pemilu. itu disatukan menjadi UU Pemilu. Jadi Pilkada merupakan bagian dari Pemilu itu sendiri, maka ketika kita masukan dalam satu bagian yang terintegrasi di situ kita mulai mengatur jadwal kembali,” kata Wakil Ketua Komisi II DPR Saan Mustopa.
Saan menjelaskan, dalam UU 10/2016 Pilkada akan serentak seluruhnya pada 2024, sehingga ketika direvisi dan disatukan maka dilakukan penjadwalan ulang dengan istilah normalisasi. Pilkada 2017 yang sebelumnya akan digelar pada 2024 akan kembali normal pada 2022, gelaran Pilkada 2023 sebagai hasil Pilkada 2018, dan seterusnya. Dan keserentakan Pilkada diseger pada 2027.
“Tapi itu belum final disatukan itu (Pilkada Serentak 2027). Yang hampir sebagian besar ingin pilkada siklusnya seperti sekarang saja tiga kali. Jadi 2020-2025 2022-2027 2023-2028 dan seterusnya,” paparnya.
(Baca: Pilkada 2022 Ditiadakan Hanya untuk Ganjal Anies Baswedan? Refly Harun: Kebangetan Juga)
Menurut Saan, pertimbangannya dari sisi pengamanan pilkada itu, karena pada praktiknya pilkada di sebuah kabupaten membutuhkan bantuan pengamanan dari aparat kepolisian di daerah terdekat. Dan jika dilakukan serentak, bagaimana dengan mobilisasi aparat keamanan. Dan jika Pileg, Pilpres dan Pilkada di seluruh Indonesia diserentakkan di 2024, bagaiman apengaturannya.
“Apalagi kalau diserentakan 2024. Walaupun waktu berbeda, ada Pileg ada Pilpres ada Pilkada. Tahapan Pilpres-Pileg aja belum selesai sudah pilkada lagi, gimana penyelengara mengelolanya. Ini juga jadi banyak pertimbangan kenapa ingin dinormalkan,” terangnya.
Tetapi sesuai manat Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyatakan bakal melaksakan pilkada serentak pada November 2024. Sementara DPR yang berencana merevisi UU juga belum memutuskan soal jadwal penyelenggaraan Pilkada Serentak.
Direktur Ekekutif Perludem Khoirunnisa Nur Agustyati berpendapat sebaiknya jadwal pilkada serentak dikembalikan alias dinormalkan, yaitu tahun 2022.
"Kalau menurut kami memang sebaiknya perlu ada normalisasi jadwal Pilkada. Jadi tetap perlu ada Pilkada di tahun 2022 dan 2023," ujar Khoirunnisa saat dikonfirmasi, Kamis (28/1/2021).
(Baca: Alasan PDIP Kenapa Pilkada Serentak Dilaksanakan 2024)
Ia berasalan, pada tahun 2024 akan ada agenda Pemilu nasional. Bila pilkada juga diselenggarakan di tahun yang sama, akan berimplikasi pada proses penyelenggaran yang kompleks.
"Walaupun penyelenggaraan Pemilu nasional dan Pilkada tidak diselenggarakan di hari yang sama tetapi pasti tahapannya akan berhimpitan," jelas dia.
Khoirunnisa menambahkan, draf RUU Pemilu telah mewacanakan untuk mengubah desain keserentakan Pemilu menjadi pemilu nasional seperti pemilihan Presiden, DPR, DPD. Kemudian, Pilkada serantak seperti pemilihan gubernur, bupati/wali kota, dan DPRD. "Sehigga perlu ada penyesuaian jadwal Pilkada kita sehingga perlu ada normalisasi jadwal Pikada," tandasnya.
Sebelumnya, draf RUU perubahan atas Undang-Undang Nomor 7/2017 tentang Pemilu dan Undang-Undang Nomor 10/2016 tentang Pilkada tengah bergulir di DPR. RUU ini masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2021 yang sudah disepakati di Badan Legislasi (Baleg) DPR sebagai RUU usul inisiatof DPR.
(Baca: Pilkada 2022 dan 2023 Ditiadakan, Parpol Tak Bisa Ukur Kekuatan Jelang Pemilu 2024)
Dalam draf mentah tersebut, mayoritas partai politik di DPR menginginkan agar jadwal keserentakan Pilkada yang direncanakan serentak pada 2024 sesuai UU 10/2016, agar jadwal pilkada dinormalisasi kembali sesuai dengan periodisasinya.
“Kalau soal itu (jadwal pilkada) dalam revisi UU pemilu kita menggabungkan UU Pilkada No.10/2016 dan UU Pemilu nomor 7/2017 tentang Pemilu. itu disatukan menjadi UU Pemilu. Jadi Pilkada merupakan bagian dari Pemilu itu sendiri, maka ketika kita masukan dalam satu bagian yang terintegrasi di situ kita mulai mengatur jadwal kembali,” kata Wakil Ketua Komisi II DPR Saan Mustopa.
Saan menjelaskan, dalam UU 10/2016 Pilkada akan serentak seluruhnya pada 2024, sehingga ketika direvisi dan disatukan maka dilakukan penjadwalan ulang dengan istilah normalisasi. Pilkada 2017 yang sebelumnya akan digelar pada 2024 akan kembali normal pada 2022, gelaran Pilkada 2023 sebagai hasil Pilkada 2018, dan seterusnya. Dan keserentakan Pilkada diseger pada 2027.
“Tapi itu belum final disatukan itu (Pilkada Serentak 2027). Yang hampir sebagian besar ingin pilkada siklusnya seperti sekarang saja tiga kali. Jadi 2020-2025 2022-2027 2023-2028 dan seterusnya,” paparnya.
(Baca: Pilkada 2022 Ditiadakan Hanya untuk Ganjal Anies Baswedan? Refly Harun: Kebangetan Juga)
Menurut Saan, pertimbangannya dari sisi pengamanan pilkada itu, karena pada praktiknya pilkada di sebuah kabupaten membutuhkan bantuan pengamanan dari aparat kepolisian di daerah terdekat. Dan jika dilakukan serentak, bagaimana dengan mobilisasi aparat keamanan. Dan jika Pileg, Pilpres dan Pilkada di seluruh Indonesia diserentakkan di 2024, bagaiman apengaturannya.
“Apalagi kalau diserentakan 2024. Walaupun waktu berbeda, ada Pileg ada Pilpres ada Pilkada. Tahapan Pilpres-Pileg aja belum selesai sudah pilkada lagi, gimana penyelengara mengelolanya. Ini juga jadi banyak pertimbangan kenapa ingin dinormalkan,” terangnya.
(muh)