Perpres Pemolisian Masyarakat Berpotensi Timbulkan Konflik Horizontal
loading...
A
A
A
JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme (RAN PE).
Perpres tersebut pun menuai pro-kontra di masyarakat. Ada yang mendukung, ada pula yang meminta dikaji ulang, utamanya menyangkut diksi pelatihan pemolisian masyarakat. (Baca: Tanpa Konsep yang Jelas, Pemolisian Masyarakat Bisa Picu Konflik Horizontal)
Menanggapi hal ini, Sekretaris Nasional Publik Interest Lawyer Network (Pilnet) Indonesia, Erwin Natosmal Oemar menilai, kebijakan tersebut berpotensi membuat konflik horizontal dan persekusi terhadap orang-orang yang dipersepsikan sebagai terorisme. "Soalnya sampai sekarang tidak ada ukuran yang pasti dan ajeg terkait siapa yang dapat disebut sebagai teroris," ujarnya saat dihubungi SINDOnews, Selasa (19/1/2021). (Baca: Perpres Pemolisian Masyarakat Dinilai Baik untuk Penguatan Deteksi Dini Ekstrimisme)
Erwin mengaku, kendati Perpres ini memiliki tujuan adanya peran serta masyarakat di dalam mencegah aksi terorisme dan ekstrimisme yang berkembang, tapi kebijakan ini dikhawatirkan tidak dipahami secara tepat oleh masyarakat. Sehingga, dibutuhkan penjelasan yang rinci dari pemerintah. "Sehingga potensial membuat warga bertindak melakukan tindakan main hakim sendiri (eigenrechting) terhadap siapa pun yang diduga terorisme," kata Erwin menandaskan. (Rakhmat)
Perpres tersebut pun menuai pro-kontra di masyarakat. Ada yang mendukung, ada pula yang meminta dikaji ulang, utamanya menyangkut diksi pelatihan pemolisian masyarakat. (Baca: Tanpa Konsep yang Jelas, Pemolisian Masyarakat Bisa Picu Konflik Horizontal)
Menanggapi hal ini, Sekretaris Nasional Publik Interest Lawyer Network (Pilnet) Indonesia, Erwin Natosmal Oemar menilai, kebijakan tersebut berpotensi membuat konflik horizontal dan persekusi terhadap orang-orang yang dipersepsikan sebagai terorisme. "Soalnya sampai sekarang tidak ada ukuran yang pasti dan ajeg terkait siapa yang dapat disebut sebagai teroris," ujarnya saat dihubungi SINDOnews, Selasa (19/1/2021). (Baca: Perpres Pemolisian Masyarakat Dinilai Baik untuk Penguatan Deteksi Dini Ekstrimisme)
Erwin mengaku, kendati Perpres ini memiliki tujuan adanya peran serta masyarakat di dalam mencegah aksi terorisme dan ekstrimisme yang berkembang, tapi kebijakan ini dikhawatirkan tidak dipahami secara tepat oleh masyarakat. Sehingga, dibutuhkan penjelasan yang rinci dari pemerintah. "Sehingga potensial membuat warga bertindak melakukan tindakan main hakim sendiri (eigenrechting) terhadap siapa pun yang diduga terorisme," kata Erwin menandaskan. (Rakhmat)
(cip)