Duka Bencana di Tengah Pandemi

Senin, 18 Januari 2021 - 06:06 WIB
loading...
Duka Bencana di Tengah Pandemi
Bencana alam melanda sejumlah kawasan di Tanah Air pada awal 2021. Ini menambah berat beban masyarakat di tengah situasi pandemi Covid-19. (Ilustrasi: SINDONews/Wawan Bastian)
A A A
RENTETAN bencana alam di tengah pandemi Covid-19 semakin menambah berat beban masyarakat di Tanah Air. Kondisi ini memerlukan penanganan segera agar tak lagi menambah korban jiwa di kemudian hari.

Musibah gempa bumi, longsor, banjir, dan lainnya menjadi ujian berat bagi pemerintah pusat maupun daerah. Dari berbagai bencana ini, kita bisa melihat bagaimana kesiapan otoritas terkait dalam menangani bencana. Apalagi jika melihat banyaknya korban jiwa dari bencana alam di sejumlah wilayah.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat, angka korban jiwa akibat gempa bumi di Mamuju dan Majene, Sulawesi Barat, mencapai 73 orang. Adapun banjir di Kalimantan Selatan menelan korban jiwa lima orang. Di Kota Manado, Sulawesi Utara, banjir dan longsor mengakibatkan lima orang tewas, satu orang masih hilang, dan sekitar 500 jiwa terpaksa mengungsi. Beberapa pekan sebelumnya di Sumedang, Jawa Barat, longsor di daerah permukiman di Kecamatan Cimanggung mengakibatkan 29 orang tewas dan 11 orang lainnya masih hilang.

Jumlah angka kematian akibat bencana alam itu melengkapi kesedihan Ibu Pertiwi yang kini masih berduka karena kehilangan puluhan ribu orang sejak kasus korona diumumkan awal Maret tahun lalu. Belum lagi musibah jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ-182 yang menewaskan 62 orang penumpang beserta kru pesawat.

Banyaknya angka kematian dan luka akibat bencana semakin menambah duka negeri ini karena masyarakat masih berjuang melawan Covid-19 yang kian merajalela. Jumlah warga yang meninggal dunia akibat virus korona secara akumulasi hingga Minggu (17/01) mencapai 25.987 orang. Angka ini setelah ditambah kasus meninggal dunia sebanyak 220 orang pada hari kemarin. Adapun akumulasi jumlah orang yang terpapar Covid-19 hingga kemarin total mencapai 907.929 orang, dengan penambahan kasus harian di hari yang sama sebanyak 11.287 orang.

Melihat deret angka kematian akibat pandemi Covid-19 maupun bencana alam di berbagai tempat, tentu saja hal ini tidak bisa dianggap remeh. Perlu perhatian dari semua pihak agar jumlah korban tidak bertambah.

Belum lagi warga terdampak lain dari bencana tersebut. Di Kalimantan Selatan, misalnya. Sedikitnya 112.709 orang hingga kemarin masih mengungsi karena rumah mereka terendam banjir parah sejak pekan lalu. Menurut data BPNP, pengungsi itu berasal dari10 daerah yang terkena banjir, di antaranya Kabupaten Tapin, Kabupaten Banjar, Kota Banjar Baru, Kota Tanah Laut, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kabupaten Balangan dan Kabupaten Tabalong.

Penyebab banjir besar di Kalimantan Selatan selain akibat curah hujan yang tinggi sepekan terakhir juga ditengarai karena eksploitasi lingkungan di kawasan hutan serta daerah aliran sungai (DAS). Meski demikian, penyebab utama banjir tersebut masih harus ditelusuri lebih jauh mengingat kompleksnya persoalan lingkungan yang dianggap oleh para aktivis lingkungan sudah dalam tahap mengkhawatirkan.

Lalu bagaimana seharusnya penanganan bencana yang saat ini terjadi? Dalam jangka pendek, tentu yang diperlukan adalah penanganan korban secepatnya dengan mengerahkan bantuan yang diperlukan. Pastikan kebutuhan dasar pengungsi dan warga terdampak lainnya terpenuhi. Harus dipastikan juga penanganan korban di wilayah pengungsian tetap menerapkan protokol kesehatan Covid-19 kendati ini tidak mudah dilakukan.

Terkait hal ini, Kepala BNPB Doni Monardo menegaskan, harus ada pemisahan penanganan pengungsi antara kelompok rentan dengan kelompok berusia muda. Kelompok rentan yang dimaksud adalah mereka yang berusia lanjut, memiliki penyakit komorbid, ibu hamil, dan balita.

Adapun dalam jangka panjang, penanganan bencana alam seyogianya dilakukan dengan menganalisis potensi dan persoalan mulai dari hulu hingga hilir. Cara ini seharusnya tidak sulit karena pemerintah sudah memiliki data terkait penataan lingkungan dan tata ruang wilayah.

Selain itu, pemerintah harus mampu menjelaskan soal tudingan sejumlah pihak yang menyebut bahwa area kawasan hutan di Kalimantan banyak mengalami kerusakan. Apakah benar separah yang dituduhkan? Dalam konteks ini, para pemangku kepentingan harus bisa mengerahkan semua perangkatnya agar terungkap kondisi yang sesungguhnya.

Kita tentu berharap peristiwa bencana alam ini tidak lagi terjadi dan menelan korban jiwa. Untuk itu, mitigasi menjadi kata kunci agar kita bisa mengantisipasi potensi bencana yang mungkin terjadi di kemudian hari.
(bmm)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1367 seconds (0.1#10.140)