RUU BPIP dan Permanensi Pancasila

Senin, 18 Januari 2021 - 07:00 WIB
loading...
RUU BPIP dan Permanensi Pancasila
Syaiful Arif (Foto: Istimewa)
A A A
Syaiful Arif
Direktur Pusat Studi Pemikiran Pancasila, Tenaga Ahli Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (2017-2018)

PADA 14 Januari lalu Badan Legislasi DPR telah mengesahkan 33 Rancangan Undang-Undang (RUU) masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2021. Salah satunya, RUU Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP). Masuknya RUU BPIP itu disertai keluarnya RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) yang menuai kontroversi pada 2020.

Apa yang membedakan RUU BPIP dengan RUU HIP? Inilah yang menjadi titik persoalan. Di dalam draf RUU tersebut terlihat tidak ada pasal-pasal kontroversial dari RUU HIP. Misalnya tidak ada haluan ideologi Pancasila yang mendefinisikan sendi pokok dan ciri pokok Pancasila. Dalam RUU HIP, sendi pokok Pancasila merujuk pada keadilan sosial, sedangkan ciri pokoknya mengacu pada Trisila dan Ekasila. Trisila ialah ide Sukarno tentang sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi dan ketuhanan. Sedangkan Ekasila memuat nilai gotong-royong.

Di dalam draf RUU BPIP, Pancasila didefinisikan secara formal sebagaimana kita ketahui selama ini. Yakni, dasar negara dan ideologi negara sebagaimana termaktub di dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945, yang lahir pada 1 Juni, mengalami proses perumusan pada 22 Juni dan disahkan pada 18 Agustus 1945, sebagai kesatuan dengan pengesahan UUD 1945.

Di dalam RUU BPIP, terdapat pula hal-hal yang ketiadaannya dalam RUU HIP, telah menimbulkan protes. Misalnya di dalam konsideran, telah dicantumkan TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 tentang Larangan Ajaran Marxisme/Komunisme. Selain itu dimuat pula UU Nomor 17/2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan yang selama ini menjadi benteng Pancasila dari ormas pengusung ideologi khilafah.

Setelah itu, RUU ini mengatur berbagai proses pembinaan ideologi Pancasila yang merupakan upaya aktualisasi nilai-nilai Pancasila oleh penyelenggara negara dan masyarakat. RUU ini juga mengatur penyelenggaraan pembinaan Pancasila oleh Badan Pembinaan Ideologi Pancasila, yang tata organisasinya telah diatur oleh Peraturan Presiden Nomor 7/2018 tentang BPIP.

Bukan Tafsir Pancasila
Melalui perubahan dari RUU HIP menjadi RUU BPIP, maka RUU tersebut telah menghindarkan diri untuk tidak menjadi tafsir tunggal negara atas Pancasila. Satu hal yang banyak ditolak sebagaimana penolakan terhadap Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P-4).

Dalam sejarah Pancasila, terdapat beberapa regulasi negara mengenai Pancasila yang terjebak dalam pembentukan tafsir tunggal. Pertama, Tap MPRS Nomor I/MPRS/1960 tentang penetapan Manipol-Usdek sebagai Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN). Tap MPRS ini menetapkan pidato Presiden Soekarno berjudul Penemuan Kembali Revolusi Kita pada 17 Agustus 1959 sebagai GBHN. Pidato yang dikenal sebagai manifesto politik itu merupakan penafsiran Soekarno atas Pancasila dalam kerangka analisa atas problem revolusi nasional serta program-program dari revolusi tersebut. Tafsiran ini bersifat sosialistis guna membangun sosialisme ala Indonesia.

Kedua, Tap MPR Nomor II/MPR/1978 tentang P-4. Meskipun TAP ini menegaskan diri bukan tafsir tunggal Orde Baru atas Pancasila, sekadar kode etik perilaku penyelenggara negara dan warga negara. Dalam pelaksanaannya, ia menjadi tafsir resmi negara. Tersusunnya 45 butir-butir pengamalan Pancasila ala P-4 menandai pembatasan pengamalan Pancasila yang tidak boleh melenceng dari butir-butir tersebut. P-4 sendiri mendefinisikan dirinya sebagai pedoman kemurnian Pancasila yang terbebas dari penafsiran menyimpang, baik oleh ekstrem kiri maupun ekstrem kanan.

Baik Tap MPRS tentang GBHN (Manipol-Usdek) maupun Tap MPR tentang P-4 telah dicabut. Tap MPRS Manipol dinyatakan tidak berlaku lagi oleh Tap MPR Nomor I/MPR/2003 tentang Peninjauan Kembali Materi dan Status Hukum Tap MPRS/MPR Tahun 1960-2002. Adapun Tap MPR tentang P-4 telah dicabut oleh Tap MPR Nomor XVIII/MPR/1998. Ketidaksesuaian dengan semangat reformasi menjadi alasan bagi pencabutan Tap MPR tentang P-4 tersebut.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1513 seconds (0.1#10.140)