Contoh Buruk Raffi Ahmad, Pemerintah Mesti Lebih Selektif Pilih Influencer
loading...
A
A
A
JAKARTA - Dugaan pelanggaran protokol kesehatan acara ulang tahun yang dihadiri pesohor acara Raffi Ahmad menjadi sorotan banyak pihak. Sebab, Raffi Ahmad adalah influencer yang termasuk awal-awal divaksin Covid-19 bersama Presiden Jokowi dan sejumlah pejabat negara pada Rabu (13/1/2021).
"Menurut saya kasus Raffi Ahmad ini memang menjadi sebuah perbincangan publik hangat di media dan lain-lain karena berkaitan dengan momentum sehari sebelumnya Raffi Ahmad ini bersama Presiden dan jajaran menjadi influencer," ujar pakar Kesehatan Masyarakat dr Hermawan Saputra kepada SINDOnews, Sabtu (16/1/2021).
(Baca: Pesta Ulang Tahun Berbuntut Panjang, Hari-hari Raffi Ahmad Bakal Bolak-balik PN Depok)
Diakuinya bahwa seorang influencer seperti Raffi mampu memberikan edukasi positif terkait Covid-19, termasuk dalam kampanye vaksinasi. "Nah rupanya pada titik inilah menjadi sebuah kegaduhan ketika Raffi baru sehari setelahnya ini tiba-tiba melakukan dan terlibat di dalam keramaian tanpa protokol kesehatan, nah memang ini disayangkan," tuturnya.
Sedangkan mengenai apakah kasus Raffi Ahmad itu perlu dituntut secara hukum, dia menilai perlu ditelaah lebih jauh. "Karena memang di Indonesia ini banyak sekali pelanggaran keramaian yang menyasar berbagai kalangan, tetapi memang tidak cukup kuat dalam penegakan pengawasannya bahkan cenderung subjektif," kata Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia ini.
Maka itu, dia menilai tokoh-tokoh publik harus lebih waspada, dan harus lebih mengkampanyekan protokol kesehatan dan tidak boleh terjebak di dalam keramaian atau kerumuman yang pada akhirnya bisa berpotensi terjadi risiko penularan. "Konsekuensi seorang tokoh adalah disorot dan punya pengaruh," ujarnya.
(Baca: dr Tirta: Istana Anggap Serius Kasus Raffi, Apalagi Ada Ahok)
Dia menambahkan, jika pengaruhnya positif, maka akan membawa dampak positif. Sebaliknya, jika pengaruhnya negatif, maka akan berdampak negatif.
"Nah ini yang memang menjadi diskursus atau perbincangan publik, nah menurut saya ke depan ini pemerintah juga harus selektif dalam memilih influencer, dalam memilih tokoh artis sebagai agent of change (Agen perubahan, red) untuk dalam perilaku lebih sehat dan berkualitas, termasuk dalam penegakan protokol kesehatan, komitmen, latarbelakang, pemahamannya harus menjadi unsur yang diseleksi bila pemerintah dan pemerintah daerah melibatkan di dalam kampanye penanganan dan pengendalian Covid-19," pungkasnya.
"Menurut saya kasus Raffi Ahmad ini memang menjadi sebuah perbincangan publik hangat di media dan lain-lain karena berkaitan dengan momentum sehari sebelumnya Raffi Ahmad ini bersama Presiden dan jajaran menjadi influencer," ujar pakar Kesehatan Masyarakat dr Hermawan Saputra kepada SINDOnews, Sabtu (16/1/2021).
(Baca: Pesta Ulang Tahun Berbuntut Panjang, Hari-hari Raffi Ahmad Bakal Bolak-balik PN Depok)
Diakuinya bahwa seorang influencer seperti Raffi mampu memberikan edukasi positif terkait Covid-19, termasuk dalam kampanye vaksinasi. "Nah rupanya pada titik inilah menjadi sebuah kegaduhan ketika Raffi baru sehari setelahnya ini tiba-tiba melakukan dan terlibat di dalam keramaian tanpa protokol kesehatan, nah memang ini disayangkan," tuturnya.
Sedangkan mengenai apakah kasus Raffi Ahmad itu perlu dituntut secara hukum, dia menilai perlu ditelaah lebih jauh. "Karena memang di Indonesia ini banyak sekali pelanggaran keramaian yang menyasar berbagai kalangan, tetapi memang tidak cukup kuat dalam penegakan pengawasannya bahkan cenderung subjektif," kata Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia ini.
Maka itu, dia menilai tokoh-tokoh publik harus lebih waspada, dan harus lebih mengkampanyekan protokol kesehatan dan tidak boleh terjebak di dalam keramaian atau kerumuman yang pada akhirnya bisa berpotensi terjadi risiko penularan. "Konsekuensi seorang tokoh adalah disorot dan punya pengaruh," ujarnya.
(Baca: dr Tirta: Istana Anggap Serius Kasus Raffi, Apalagi Ada Ahok)
Dia menambahkan, jika pengaruhnya positif, maka akan membawa dampak positif. Sebaliknya, jika pengaruhnya negatif, maka akan berdampak negatif.
"Nah ini yang memang menjadi diskursus atau perbincangan publik, nah menurut saya ke depan ini pemerintah juga harus selektif dalam memilih influencer, dalam memilih tokoh artis sebagai agent of change (Agen perubahan, red) untuk dalam perilaku lebih sehat dan berkualitas, termasuk dalam penegakan protokol kesehatan, komitmen, latarbelakang, pemahamannya harus menjadi unsur yang diseleksi bila pemerintah dan pemerintah daerah melibatkan di dalam kampanye penanganan dan pengendalian Covid-19," pungkasnya.
(muh)