Menebak Calon Kapolri Pilihan Presiden Jokowi
loading...
A
A
A
Dia menilai, gaya kepemimpinan di periode kedua yang tampak elitis memang mengaburkan visi perubahan, reformasi dan kerakyatan dari karakter Jokowi sendiri. Dan umumnya, gaya kepemimpinan elitis lebih mempertahankan status quo dari pada perubahan. "Itu mengapa Pak Jokowi membutuhkan figur bisa mengademkan internal kepolisian dari pada figur reformis yang sedikit banyak akan menimbulkan gejolak," ujarnya.
Seturut dengan situasi ekonomi, dan pandemi yang nampaknya masih lama, kata Ray, maka agenda utama Presiden Jokowi adalah menyelesaikan ekonomi. Menurut dia, atas dasar tujuan tersebut, maka perlu stabilitas yang kuat. Berdasarkan kondisi itu, Jokowi diyakini membutuhkan figur Kapolri yang mengerti prioritas dari Jokowi ini. "Kapolri yang misalnya sibuk melakukan reformasi institusi kepolisian akan menambah persoalan dalam hal menata ekonomi," tukas mantan aktivis 98 asal UIN Jakarta ini.
Kapolri Sosok Hoegeng
Sekretaris Nasional Public Interest Lawyer Network (Pilnet) Indonesia Erwin Natosmal Oemar mengatakan, masyarakat membutuhkan sosok Kapolri yang komunikatif dan memahami perkembangan pengetahuan, demokrasi dan prinsip negara hukum yang menitikberatkan pada komunikasi dan persuasif sebagaimana yang dicontohkan Jenderal Hoegeng (Kapolri era Presiden Soekarno). Erwin mengatakan, sosok Jenderal Hoegeng patut menjadi contoh untuk mengukur secara keseluruhan calon Kapolri yang dibutuhkan saat ini.
Sosok Hoegeng dipandangnya bukan tipikal pimpinan polisi yang senang menampilkan artikulasi kekuasaan. Sedangkan di internal Kepolisian, kata Erwin, mereka butuh penilaian yang lebih objektif yang mengandalkan meritokrasi dan kapasitas ilmu dan perspektif yang mumpuni sebagai pimpinan. “Pemilihan Kapolri yang hanya mengedepankan subjektifitas politik hanya akan merusak keorganisasian Polri ke depan," pungkasnya.
Terpisah, Co-Founder Institute for Scurity and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi menyatakan selain punya kemampuan persuasi dan komunikasi, sosok Kapolri juga harus tegas. Tegas bukan berarti tak perlu persuasi, begitu juga komunikatif bukan berarti tidak tegas. “Yang dibutuhkan bukan hanya figur pemimpin Polri yang persuasif dan komunikatif,” ungkapnya. Namun lebih jauh, dibutuhkan figur Kapolri yang lebih cerdas dan lebih menunjukkan jatidiri sebagai pelindung, pengayom, pelayan masyarakat, sekaligus penegak hokum yang kokoh.
Menurut dia, kriteria itu tentu saja dimulai dari penentuan figur pemimpinnya. "Tapi itu kondisi ideal. Bagaimanapun, kebutuhan sosok kepemimpinan di tubuh Polri tak akan bisa dilepaskan dari kebutuhan rezim," ujar Fahmi Lagi pula kata dia, model ruler appointed police (polisi pemerintah) seperti Polri secara alamiah sulit berjarak dengan kekuasaan serta kepentingan maupun prioritasnya. “Calon yang terkuat haruslah yang lebih relevan dengan kepentingan dan prioritas pemerintah," ungkapnya.
Dengan demikian, menurutnya, yang menarik saat ini bukanlah menyodor-nyodorkan kriteria calon Kapolri. Sebaliknya, dia justru lebih tertarik untuk menunggu siapa sosok calon Kapolri yang disodorkan ke DPR. “Dari sana akan tampak, apa kepentingan dan prioritas pemerintah terhadap Polri," pungkas dia. DPR sendiri sudah pasang kuda-kuda untuk mengagendakan fit and proper test atau uji kepatutan dan kelayakan calon Kapolri sebelum masa sidang dibuka pada 11 Januari pekan depan.
Seturut dengan situasi ekonomi, dan pandemi yang nampaknya masih lama, kata Ray, maka agenda utama Presiden Jokowi adalah menyelesaikan ekonomi. Menurut dia, atas dasar tujuan tersebut, maka perlu stabilitas yang kuat. Berdasarkan kondisi itu, Jokowi diyakini membutuhkan figur Kapolri yang mengerti prioritas dari Jokowi ini. "Kapolri yang misalnya sibuk melakukan reformasi institusi kepolisian akan menambah persoalan dalam hal menata ekonomi," tukas mantan aktivis 98 asal UIN Jakarta ini.
Kapolri Sosok Hoegeng
Sekretaris Nasional Public Interest Lawyer Network (Pilnet) Indonesia Erwin Natosmal Oemar mengatakan, masyarakat membutuhkan sosok Kapolri yang komunikatif dan memahami perkembangan pengetahuan, demokrasi dan prinsip negara hukum yang menitikberatkan pada komunikasi dan persuasif sebagaimana yang dicontohkan Jenderal Hoegeng (Kapolri era Presiden Soekarno). Erwin mengatakan, sosok Jenderal Hoegeng patut menjadi contoh untuk mengukur secara keseluruhan calon Kapolri yang dibutuhkan saat ini.
Sosok Hoegeng dipandangnya bukan tipikal pimpinan polisi yang senang menampilkan artikulasi kekuasaan. Sedangkan di internal Kepolisian, kata Erwin, mereka butuh penilaian yang lebih objektif yang mengandalkan meritokrasi dan kapasitas ilmu dan perspektif yang mumpuni sebagai pimpinan. “Pemilihan Kapolri yang hanya mengedepankan subjektifitas politik hanya akan merusak keorganisasian Polri ke depan," pungkasnya.
Terpisah, Co-Founder Institute for Scurity and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi menyatakan selain punya kemampuan persuasi dan komunikasi, sosok Kapolri juga harus tegas. Tegas bukan berarti tak perlu persuasi, begitu juga komunikatif bukan berarti tidak tegas. “Yang dibutuhkan bukan hanya figur pemimpin Polri yang persuasif dan komunikatif,” ungkapnya. Namun lebih jauh, dibutuhkan figur Kapolri yang lebih cerdas dan lebih menunjukkan jatidiri sebagai pelindung, pengayom, pelayan masyarakat, sekaligus penegak hokum yang kokoh.
Menurut dia, kriteria itu tentu saja dimulai dari penentuan figur pemimpinnya. "Tapi itu kondisi ideal. Bagaimanapun, kebutuhan sosok kepemimpinan di tubuh Polri tak akan bisa dilepaskan dari kebutuhan rezim," ujar Fahmi Lagi pula kata dia, model ruler appointed police (polisi pemerintah) seperti Polri secara alamiah sulit berjarak dengan kekuasaan serta kepentingan maupun prioritasnya. “Calon yang terkuat haruslah yang lebih relevan dengan kepentingan dan prioritas pemerintah," ungkapnya.
Dengan demikian, menurutnya, yang menarik saat ini bukanlah menyodor-nyodorkan kriteria calon Kapolri. Sebaliknya, dia justru lebih tertarik untuk menunggu siapa sosok calon Kapolri yang disodorkan ke DPR. “Dari sana akan tampak, apa kepentingan dan prioritas pemerintah terhadap Polri," pungkas dia. DPR sendiri sudah pasang kuda-kuda untuk mengagendakan fit and proper test atau uji kepatutan dan kelayakan calon Kapolri sebelum masa sidang dibuka pada 11 Januari pekan depan.
(ymn)