Beredar Info Vaksin Sinovac Dapat Perbesar Alat Vital Pria, Epidemiolog: Hoaks
loading...
A
A
A
JAKARTA - Beredar informasi di media sosial terkait vaksin buatan Tiongkok, yakni Sinovac memiliki efek samping memperbesar ukuran alat kelamin laki-laki. Tak tanggung-tanggung, ukuran alat kelamin disebutkan akan bertambah hingga tiga inci.
Menanggapi itu, Epidemiolog Griffith University Australia, Dicky Budiman memastikan informasi tersebut adalah hoaks. Menurutnya, belum ada satupun literatur yang membahas ihwal memanjang atau membesarnya alat kelamin pascadisuntik vaksin. "Dari pengamatan sejauh ini, ya saya mengamati riset terkait Covid-19 tiap dua hingga tiga jam per hari. Nah, dari itu semua tidak ada yang riset tentang vaksin memperpanjang penis, kemudian juga tidak ada bahwa vaksin Covid-19 bisa diinjeksikan ke penis. Itu enggak ada. Jadi yang beredar itu hoaks," ucap Dicky saat dihubungi, Kamis (7/1/2021). (Baca juga: Kasus Covid-19 Bertambah 9.321, Wiku: Ini Angka Tertinggi Sejak Awal Pandemi)
Dicky memaparkan, jurnal yang dicatut oleh informasi tersebut adalah tidak ada, bahkan, menurutnya, isi dari jurnal tersebut tidak ada yang salah. Dia pun menyarankan kepada masyarakat agar berhati-hati dalam memahami ragam informasi yang timbul terkait vaksin. "Kalau dilihat dari isinya tidak nyambung, dilihat dari judulnya salah, nama jurnalnya saja juga salah. Jadi, saya mengharapkan kepada semua pihak, terutama masyarakat untuk selalu kroscek. Apabila informasinya tidak meyakinkan ya silakan bertanya," tuturnya. (Baca juga: Disiplin Prokes Turun, Satgas: Bukan Hanya Salah Masyarakat tapi Juga Pemda)
Dia mengatakan, gerakan penolakan vaksin atau hoaks terkait Covid-19 adalah hal yang unik. Menurutnya, baru pertama kali dalam sejarah pandemi bahwasanya gerakan penolakan atas vaksin ramai disuarakan sebum vaksin itu sendiri hadir. "Terkait vaksinasi, atau vaksin untuk pertama kalinya dalam sejarah pandemi umat manusia, dan sejarah vaksin, yang namanya gerakan vaksin itu lahir duluan dibandingkan vaksinnya. Ini pertama kali," ujarnya.
Di hubungi secara terpisah, Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi turut berkomentar terkait sebuah tangkapan layar berita yang mencatut logo media cnn.com berjudul “Doctors encourage covid-19 vaccine injections in penis”. Tangkapan layar tersebut juga dibarengi dengan sampul foto seorang dokter dan ilustrasi injeksi di alat kelamin pria.
Menurutnya, berdasarkan penelusuran yang dilakukan dapat dipastikan informasi tersebut adalah berita bohong atau palsu. "Berdasarkan penelusuran, dilansir dari snopes.com, Artikel yang mencatut nama CNN.com itu adalah palsu. Berdasarkan pencarian pada index berita di kanal CNN.com, tidak ditemukan atikel dengan judul dan sampul seperti itu," kata Nadia.
Dia memaparkan, ilustrasi yang menunjukkan “area aman untuk injeksi” ke penis sebenarnya berasal dari instruksi manual untuk injeksi sendiri penis sebagai pengobatan untuk disfungsi ereksi. Gambar itu, sambungnya, diambil dari situs Kansas City, Missouri-area St. Luke’s Health System. "Kedua, dokter yang ditampilkan tersebut bernama Mohitkumar Ardeshana, seorang dokter penyakit dalam yang berbasis di Claremont, California. Kepada situs pengecekan fakta India Boom, Ardeshana mengatakan belum pernah berkomentar soal penelitian tersebut," tuturnya
Menanggapi itu, Epidemiolog Griffith University Australia, Dicky Budiman memastikan informasi tersebut adalah hoaks. Menurutnya, belum ada satupun literatur yang membahas ihwal memanjang atau membesarnya alat kelamin pascadisuntik vaksin. "Dari pengamatan sejauh ini, ya saya mengamati riset terkait Covid-19 tiap dua hingga tiga jam per hari. Nah, dari itu semua tidak ada yang riset tentang vaksin memperpanjang penis, kemudian juga tidak ada bahwa vaksin Covid-19 bisa diinjeksikan ke penis. Itu enggak ada. Jadi yang beredar itu hoaks," ucap Dicky saat dihubungi, Kamis (7/1/2021). (Baca juga: Kasus Covid-19 Bertambah 9.321, Wiku: Ini Angka Tertinggi Sejak Awal Pandemi)
Dicky memaparkan, jurnal yang dicatut oleh informasi tersebut adalah tidak ada, bahkan, menurutnya, isi dari jurnal tersebut tidak ada yang salah. Dia pun menyarankan kepada masyarakat agar berhati-hati dalam memahami ragam informasi yang timbul terkait vaksin. "Kalau dilihat dari isinya tidak nyambung, dilihat dari judulnya salah, nama jurnalnya saja juga salah. Jadi, saya mengharapkan kepada semua pihak, terutama masyarakat untuk selalu kroscek. Apabila informasinya tidak meyakinkan ya silakan bertanya," tuturnya. (Baca juga: Disiplin Prokes Turun, Satgas: Bukan Hanya Salah Masyarakat tapi Juga Pemda)
Dia mengatakan, gerakan penolakan vaksin atau hoaks terkait Covid-19 adalah hal yang unik. Menurutnya, baru pertama kali dalam sejarah pandemi bahwasanya gerakan penolakan atas vaksin ramai disuarakan sebum vaksin itu sendiri hadir. "Terkait vaksinasi, atau vaksin untuk pertama kalinya dalam sejarah pandemi umat manusia, dan sejarah vaksin, yang namanya gerakan vaksin itu lahir duluan dibandingkan vaksinnya. Ini pertama kali," ujarnya.
Di hubungi secara terpisah, Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi turut berkomentar terkait sebuah tangkapan layar berita yang mencatut logo media cnn.com berjudul “Doctors encourage covid-19 vaccine injections in penis”. Tangkapan layar tersebut juga dibarengi dengan sampul foto seorang dokter dan ilustrasi injeksi di alat kelamin pria.
Menurutnya, berdasarkan penelusuran yang dilakukan dapat dipastikan informasi tersebut adalah berita bohong atau palsu. "Berdasarkan penelusuran, dilansir dari snopes.com, Artikel yang mencatut nama CNN.com itu adalah palsu. Berdasarkan pencarian pada index berita di kanal CNN.com, tidak ditemukan atikel dengan judul dan sampul seperti itu," kata Nadia.
Dia memaparkan, ilustrasi yang menunjukkan “area aman untuk injeksi” ke penis sebenarnya berasal dari instruksi manual untuk injeksi sendiri penis sebagai pengobatan untuk disfungsi ereksi. Gambar itu, sambungnya, diambil dari situs Kansas City, Missouri-area St. Luke’s Health System. "Kedua, dokter yang ditampilkan tersebut bernama Mohitkumar Ardeshana, seorang dokter penyakit dalam yang berbasis di Claremont, California. Kepada situs pengecekan fakta India Boom, Ardeshana mengatakan belum pernah berkomentar soal penelitian tersebut," tuturnya
(cip)