Teknologi Otonom Berkembang Pesat, Indonesia Perlu Segera Bikin Regulasi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Teknologi otonom terus berkembang secara eksponensial, baik untuk Autonomous Underwater Vehicles (AUVs) maupun Autonomous Surface Vehicles (ASVs) seperti kapal tanpa awak untuk kebutuhan militer . Pada sipil sedang dikembangkan kapal otonom (autonomous ships) yang akan memengaruhi masa depan dunia perkapalan.
Peneliti ROOTS Research and Operations on Technology & Society (ROOTS) Riefqi Muna mengatakan situasi ini telah mendorong perdebatan baru soal perlunya membuat regulasi baru. Hal ini penting untuk mengadaptasi cepatnya perkembangan teknologi tersebut.
"Teknologi telah berkembang lebih cepat ketimbang keberadaan aturan hukum yang mengatur ya, baik dari sisi hukum militer maupun non-militer seperti UNCLOS 1982," ujarnya kepada SINDOnews, Selasa (5/1/2021).
(Baca: Temuan Drone Bawah Laut Sudah Tiga Kali, Perlu Perhatian Serius)
Riefqi memandang, inovasi untuk mengatur teknologi baru ini menjadi kebutuhan yang mendesak bagi Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia. Indonesia memiliki tantangan besar secara militer maupun dari sisi non-militer seperti navigasi dan pelayaran, dan kepentingan maritim lainnya, sehingga perlu segera mengeluarkan regulasi terkait.
Secara internasional, Indonesia perlu lebih proaktif untuk terlibat di dalam perumusan norma dan peraturan internasonal terkait perkembangan teknologi otonom laut baik yang di permukaan maupun di dalam laut. Proses pembahasan regulasi tersebut di IMO (International Maritime Organisation) misalnya, Indonesia harus lebih banyak berperan.
(Baca: Drone Asing Ditemukan di Selayar, Anggota DPR Curiga Milik Dua Negara Ini)
Begitu juga Indonesia perlu memperkuat keberadaan hukum laut internasional (UNCLOS) untuk kiranya dapat menjangkau perkembangan teknologi baru seperti teknologi otonom bawah laut yang dapat berfungsi/dikembangkan baik untuk tujuan militer, maupun non-militer.
"Pilihan lainnya, untuk regulasi operasi teknologi otonom bawah laut tersebut, bisa juga Indonesia mengajukan pemikiran tersendiri untuk secara khusus PBB memengembangkan mekanisme tersendiri untuk mengaturnya, sehingga kehadiran teknologi baru bawah laut tersebut dapat mendatangkan manfaat lebih banyak, dan tidak menimbulkan persoalan/konflik di kemudiana hari. Sebab kemajuan teknologi tidak bisa dibendung, namun dikembangkan untuk kemaslahatan manusia," pungkasnya.
Lihat Juga: Karier Militer Letjen Djaka Budi Utama, Kopassus yang Pernah Jabat Deputi Kemenko Polhukam
Peneliti ROOTS Research and Operations on Technology & Society (ROOTS) Riefqi Muna mengatakan situasi ini telah mendorong perdebatan baru soal perlunya membuat regulasi baru. Hal ini penting untuk mengadaptasi cepatnya perkembangan teknologi tersebut.
"Teknologi telah berkembang lebih cepat ketimbang keberadaan aturan hukum yang mengatur ya, baik dari sisi hukum militer maupun non-militer seperti UNCLOS 1982," ujarnya kepada SINDOnews, Selasa (5/1/2021).
(Baca: Temuan Drone Bawah Laut Sudah Tiga Kali, Perlu Perhatian Serius)
Riefqi memandang, inovasi untuk mengatur teknologi baru ini menjadi kebutuhan yang mendesak bagi Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia. Indonesia memiliki tantangan besar secara militer maupun dari sisi non-militer seperti navigasi dan pelayaran, dan kepentingan maritim lainnya, sehingga perlu segera mengeluarkan regulasi terkait.
Secara internasional, Indonesia perlu lebih proaktif untuk terlibat di dalam perumusan norma dan peraturan internasonal terkait perkembangan teknologi otonom laut baik yang di permukaan maupun di dalam laut. Proses pembahasan regulasi tersebut di IMO (International Maritime Organisation) misalnya, Indonesia harus lebih banyak berperan.
(Baca: Drone Asing Ditemukan di Selayar, Anggota DPR Curiga Milik Dua Negara Ini)
Begitu juga Indonesia perlu memperkuat keberadaan hukum laut internasional (UNCLOS) untuk kiranya dapat menjangkau perkembangan teknologi baru seperti teknologi otonom bawah laut yang dapat berfungsi/dikembangkan baik untuk tujuan militer, maupun non-militer.
"Pilihan lainnya, untuk regulasi operasi teknologi otonom bawah laut tersebut, bisa juga Indonesia mengajukan pemikiran tersendiri untuk secara khusus PBB memengembangkan mekanisme tersendiri untuk mengaturnya, sehingga kehadiran teknologi baru bawah laut tersebut dapat mendatangkan manfaat lebih banyak, dan tidak menimbulkan persoalan/konflik di kemudiana hari. Sebab kemajuan teknologi tidak bisa dibendung, namun dikembangkan untuk kemaslahatan manusia," pungkasnya.
Lihat Juga: Karier Militer Letjen Djaka Budi Utama, Kopassus yang Pernah Jabat Deputi Kemenko Polhukam
(muh)