Dari Data BPK, Jokowi Sebut Ada Pemborosan Anggaran Negara
loading...
A
A
A
JAKARTA - Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) menyerahkan kepada menyerahkan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2019 kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).
IHPS II Tahun 2019 ini merupakan ikhtisar dari 488 laporan hasil pemeriksaan (LHP) BPK kepada pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN dan badan lainnya. (Baca juga: Iuran BPJS Naik Lagi, Pemerintah Dinilai Abaikan Putusan MA)
"Saya menyampaikan IHPS II 2019 itu kita ungkap 4.094 temuan, yang memuat 5.480 permasalah," kata Jokowi di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis (14/5/2020).
Jokowi mengatakan, dari temuan tersebut sebagian besar adalah masalah pemborosan. Di mana masih ada inefisiensi dan ketidakefektivan dalam laporan tersebut.
"2.784 atau 51% adalah masalahnya ketidakhematan, ketidakefisienan dan ketidakefektivan sebesar Rp1,35 triliun," ungkapnya.
Sementara 31% masalah yang jadi temuan BPK adalah ketidakpatuhan teerhadap ketentuan perundang-undangan yang nilanya mencapai Rp6,25 triliuun.
Di mana dari jumlah tersebut, 1.270 masalah di antaranya atau 6,25% merupakan masalah dengan potensi kerugian negara. Lalu 18% lainnya atau 971 temuan disebabkan oleh kelemahan sistem pengendalian internal.
"(Rincian potensi kerugian negara) sebesar Rp1,29 triliun berasal dari 709 masalah. Potensi kerugian sebanyak Rp1,87 triliun yang berasal dari 263 masalah. Serta kurang penerimaan sebesar Rp3,609 triliun yang berasal dari 298 masalah. Jadi ini adalah masalah yang sifatnya konsolidatif keseluruhan dari hasil pemeriksaan yang kita lakukan," jelasnya.
IHPS II Tahun 2019 ini merupakan ikhtisar dari 488 laporan hasil pemeriksaan (LHP) BPK kepada pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN dan badan lainnya. (Baca juga: Iuran BPJS Naik Lagi, Pemerintah Dinilai Abaikan Putusan MA)
"Saya menyampaikan IHPS II 2019 itu kita ungkap 4.094 temuan, yang memuat 5.480 permasalah," kata Jokowi di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis (14/5/2020).
Jokowi mengatakan, dari temuan tersebut sebagian besar adalah masalah pemborosan. Di mana masih ada inefisiensi dan ketidakefektivan dalam laporan tersebut.
"2.784 atau 51% adalah masalahnya ketidakhematan, ketidakefisienan dan ketidakefektivan sebesar Rp1,35 triliun," ungkapnya.
Sementara 31% masalah yang jadi temuan BPK adalah ketidakpatuhan teerhadap ketentuan perundang-undangan yang nilanya mencapai Rp6,25 triliuun.
Di mana dari jumlah tersebut, 1.270 masalah di antaranya atau 6,25% merupakan masalah dengan potensi kerugian negara. Lalu 18% lainnya atau 971 temuan disebabkan oleh kelemahan sistem pengendalian internal.
"(Rincian potensi kerugian negara) sebesar Rp1,29 triliun berasal dari 709 masalah. Potensi kerugian sebanyak Rp1,87 triliun yang berasal dari 263 masalah. Serta kurang penerimaan sebesar Rp3,609 triliun yang berasal dari 298 masalah. Jadi ini adalah masalah yang sifatnya konsolidatif keseluruhan dari hasil pemeriksaan yang kita lakukan," jelasnya.
(maf)