Mahfud MD Sebut Sengketa Kepemilikan HGU Sudah Ada Sejak Zaman Soeharto
loading...
A
A
A
JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan ( Menkopolhukam ), Mahfud MD mengungkapkan perselisihan masalah agraria atau pertanahan dengan hak guna usaha atau HGU menjadi perdebatan saat ini. Pemerintah pun, kata Mahfud dianggap tidak adil dalam kepengurusan HGU.
Padahal, kata Mahfud, daftar kepemilikan tanah hingga ratusan bahkan ribuan hektare oleh belasan grup perusahaan sudah ada sejak zaman Presiden Soeharto.
"Lalu dikatakan pemeritah tidak adil, masa membuat HGU seperti itu tidak adil kepada rakyat. Saudara, (HGU) itu sudah bertahun-tahun sejak zaman Pak Harto dilanjutkan juga pemerintah-pemerintah sebelumnya gitu dan kita tidak yang membuat yang baru lalu kita lagi yang dianggap biang masalahnya," ujar Mahfud dalam diskusi bertajuk Masalah Strategis Kebangsaan dan Solusinya, secara virtual, Minggu 27 Desember 2020.
"Iyu satu kalau itu dianggap salah, tapi itu belum salah juga kalau tanah itu tidak garap tidak di HGU kan itu tidak produktif," tambahnya. ( )
Menurut Mahfud dengan pemanfaatan HGU yang baik dapat menghasilkan pendapatan dan pertumbuhan ekonomi yang baik dan bisa didistribusikan ke masyarakat sekitarnya.
"Sehingga kalau tanah itu tetap ditelantarkan dan sudah di HGU kan itu juga bisa diambil oleh negara bisa dilakukan diberikan sanksi oleh negara," jelasnya. ( )
Mahfud menyebut dirinya tidak ingin menyalahkan sebelumnya yakni kepemimpinan Soeharto. Namun dirinya hanya menginformasikan bahwa permasalahan kepemilikan ratusan hektare tanah HGU oleh beberapa grup perusahaan tidak bisa diselesaikan sekarang ini.
"Itukan pemeritah sebelumnya yang membuat, lalu ada yang membuat 'loh anda pemeritah jangan menyalahkan pemerintah sebelumnya', iya kita tidak nyalahkan hanya menginformasikan saja ketika kita akan menyelesaikan sekarang ini tidak bisa. Misalnya ada satu perusahaan punya HGU sampai 600 ribu hektare mereka udah mendapatkan itu secara sah dari pemerintah sebelumnya dan kita tidak bisa membatalkan sepihak," tuturnya.
Sebab, kata Mahfud, di dalam urusan perdata kepemilikan HGU yang diperoleh perusahaan secara sah menghasilkan sebuah kesepakatan yang dibuat secara sah. Dan itu berlaku sebagai undang-undang tidak bisa dibatalkan sepihak oleh pemerintah sesudahnya kalaupun itu dianggap salah.
Menurutnya, menghadapi masalah kepemilikan ratusan hektare tanah oleh grup perusahaan yang telah di HGU kan ini hanya dengan solusi yakni menunggu sampai habis masa pemberian HGU-nya.
"Tetapi supaya diingat pemberian HGU jaman pak Harto dulu itu disusulkan menjadi 100 tahun, lalu turun 90 tahun lalu sekarang ini 85 tahun, 35 tahun pertama kemudian sesudah itu bisa diperpanjang 25 tahun, bisa diperpanjang 25 tahun dengan hak prioritas kepad orang yang sudah dapat HGU itu adalah ketentuan hukumnya," katanya.
"Terus sekarang mau diapain? Nah ini masalah jadi kita sudah dikunci oleh keputusan-keputusan Pemerintah sebelumnya dan kita sebagai pemerintah yang melanjutkan terikat oleh keputusan pemerintah itu," tambah Mahfud.
Sekali lagi, dirinya mengingatkan tidak menyalahkan atau buang badan kepada pemerintah sebelumnya namun kembali dirinya hanya mau menginformasikan agar jelas semuanya.
"Kalau kita mengatakan bahwa itu keputusan pemerintah sebelumnya bukan kita mau buang badan, menyalahkan pemerintah sebelumnya kita hanya mau menginformasikan kita tidak membuat kebijakan itu dan kita akan menjaganya akan menyelesaikan berdasarkan hukum yang berlaku," kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini.
Padahal, kata Mahfud, daftar kepemilikan tanah hingga ratusan bahkan ribuan hektare oleh belasan grup perusahaan sudah ada sejak zaman Presiden Soeharto.
"Lalu dikatakan pemeritah tidak adil, masa membuat HGU seperti itu tidak adil kepada rakyat. Saudara, (HGU) itu sudah bertahun-tahun sejak zaman Pak Harto dilanjutkan juga pemerintah-pemerintah sebelumnya gitu dan kita tidak yang membuat yang baru lalu kita lagi yang dianggap biang masalahnya," ujar Mahfud dalam diskusi bertajuk Masalah Strategis Kebangsaan dan Solusinya, secara virtual, Minggu 27 Desember 2020.
"Iyu satu kalau itu dianggap salah, tapi itu belum salah juga kalau tanah itu tidak garap tidak di HGU kan itu tidak produktif," tambahnya. ( )
Menurut Mahfud dengan pemanfaatan HGU yang baik dapat menghasilkan pendapatan dan pertumbuhan ekonomi yang baik dan bisa didistribusikan ke masyarakat sekitarnya.
"Sehingga kalau tanah itu tetap ditelantarkan dan sudah di HGU kan itu juga bisa diambil oleh negara bisa dilakukan diberikan sanksi oleh negara," jelasnya. ( )
Mahfud menyebut dirinya tidak ingin menyalahkan sebelumnya yakni kepemimpinan Soeharto. Namun dirinya hanya menginformasikan bahwa permasalahan kepemilikan ratusan hektare tanah HGU oleh beberapa grup perusahaan tidak bisa diselesaikan sekarang ini.
"Itukan pemeritah sebelumnya yang membuat, lalu ada yang membuat 'loh anda pemeritah jangan menyalahkan pemerintah sebelumnya', iya kita tidak nyalahkan hanya menginformasikan saja ketika kita akan menyelesaikan sekarang ini tidak bisa. Misalnya ada satu perusahaan punya HGU sampai 600 ribu hektare mereka udah mendapatkan itu secara sah dari pemerintah sebelumnya dan kita tidak bisa membatalkan sepihak," tuturnya.
Sebab, kata Mahfud, di dalam urusan perdata kepemilikan HGU yang diperoleh perusahaan secara sah menghasilkan sebuah kesepakatan yang dibuat secara sah. Dan itu berlaku sebagai undang-undang tidak bisa dibatalkan sepihak oleh pemerintah sesudahnya kalaupun itu dianggap salah.
Menurutnya, menghadapi masalah kepemilikan ratusan hektare tanah oleh grup perusahaan yang telah di HGU kan ini hanya dengan solusi yakni menunggu sampai habis masa pemberian HGU-nya.
"Tetapi supaya diingat pemberian HGU jaman pak Harto dulu itu disusulkan menjadi 100 tahun, lalu turun 90 tahun lalu sekarang ini 85 tahun, 35 tahun pertama kemudian sesudah itu bisa diperpanjang 25 tahun, bisa diperpanjang 25 tahun dengan hak prioritas kepad orang yang sudah dapat HGU itu adalah ketentuan hukumnya," katanya.
"Terus sekarang mau diapain? Nah ini masalah jadi kita sudah dikunci oleh keputusan-keputusan Pemerintah sebelumnya dan kita sebagai pemerintah yang melanjutkan terikat oleh keputusan pemerintah itu," tambah Mahfud.
Sekali lagi, dirinya mengingatkan tidak menyalahkan atau buang badan kepada pemerintah sebelumnya namun kembali dirinya hanya mau menginformasikan agar jelas semuanya.
"Kalau kita mengatakan bahwa itu keputusan pemerintah sebelumnya bukan kita mau buang badan, menyalahkan pemerintah sebelumnya kita hanya mau menginformasikan kita tidak membuat kebijakan itu dan kita akan menjaganya akan menyelesaikan berdasarkan hukum yang berlaku," kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini.
(mhd)