Prabowo-Sandi Masuk Kabinet, Cuma Elite Politik yang Rekonsiliasi?
loading...
A
A
A
Dia melanjutkan, oposisi di parlemen yang seharusnya kuat dalam demokrasi pun kini menjadi melemah. Kata dia, kini tinggal Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Demokrat yang secara terbuka memposisikan diri berhadap-hadapan dengan Pemerintahan Jokowi.
Namun, kata dia, suara PKS dan Demokrat kecil dan selalu kalah dalam voting pada keputusan-keputusan legislatif besar. "Tidak sehat juga untuk demokrasi, tidak ada diskursus publik yang memadai untuk kemudian bisa mendorong legislasi atau peraturan perundang-undangan yang sehat, contohnya adalah Omnibus Law kemarin, itu kan seakan-akan enggak terbendung dan akhirnya lolos walaupun publik banyak yang menentang," katanya.
Presiden Joko Widodo dan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto berbincang di Istana. Foto/SINDOnews
Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro melihat masuknya Prabowo-Sandi ke dalam kabinet Jokowi-Maruf mencerminkan kekhasan Indonesia. "Para elitenya berekonsiliasi tanpa harus mengajak masyarakatnya yang bagian di dalam gerbong yang tentu berbeda," kata Siti Zuhro secara terpisah.( )
Jadi, kata dia, koalisi antara pasangan calon dengan partai-partai dan masyarakat terjadi saat Pemilu. "Tapi pasca Pemilu, koalisinya antar elite saja. Jadi, ini saya melihat khas Indonesia secara bagaimana melakukan rekonsiliasi di antara elite itu sendiri yang tidak melibatkan tentu publik atau masyarakat yang mendukungnya," ungkapnya.
(Baca juga : Ini Lima Penyerang Terbaik Serie A di Tahun 2020 )
Sehingga, Pilpres dianggap sudah selesai, tanpa ada ikatan apapun. "Pertanyaannya apakah ini jamak, apakah ini normal, ya mungkin dalam konteks Indonesia lebih dikaitkan dengan menjaga harmoni negara bangsa, tapi ujung-ujungnya harmoni diantara elite saja, tidak menetes ke harmoni masyarakat. Harmoni antar elite dengan cara bagi-bagi jatah kekuasaan," katanya.
Namun, kata dia, suara PKS dan Demokrat kecil dan selalu kalah dalam voting pada keputusan-keputusan legislatif besar. "Tidak sehat juga untuk demokrasi, tidak ada diskursus publik yang memadai untuk kemudian bisa mendorong legislasi atau peraturan perundang-undangan yang sehat, contohnya adalah Omnibus Law kemarin, itu kan seakan-akan enggak terbendung dan akhirnya lolos walaupun publik banyak yang menentang," katanya.
Presiden Joko Widodo dan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto berbincang di Istana. Foto/SINDOnews
Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro melihat masuknya Prabowo-Sandi ke dalam kabinet Jokowi-Maruf mencerminkan kekhasan Indonesia. "Para elitenya berekonsiliasi tanpa harus mengajak masyarakatnya yang bagian di dalam gerbong yang tentu berbeda," kata Siti Zuhro secara terpisah.( )
Jadi, kata dia, koalisi antara pasangan calon dengan partai-partai dan masyarakat terjadi saat Pemilu. "Tapi pasca Pemilu, koalisinya antar elite saja. Jadi, ini saya melihat khas Indonesia secara bagaimana melakukan rekonsiliasi di antara elite itu sendiri yang tidak melibatkan tentu publik atau masyarakat yang mendukungnya," ungkapnya.
(Baca juga : Ini Lima Penyerang Terbaik Serie A di Tahun 2020 )
Sehingga, Pilpres dianggap sudah selesai, tanpa ada ikatan apapun. "Pertanyaannya apakah ini jamak, apakah ini normal, ya mungkin dalam konteks Indonesia lebih dikaitkan dengan menjaga harmoni negara bangsa, tapi ujung-ujungnya harmoni diantara elite saja, tidak menetes ke harmoni masyarakat. Harmoni antar elite dengan cara bagi-bagi jatah kekuasaan," katanya.
(dam)