Naikkan Iuran BPJS Kesehatan, Pemerintah Tak Miliki Kemampuan Baca Gelombang Protes
loading...
A
A
A
Kata Tony, Pemerintah tidak memiliki komitmen yang kuat untuk menghormati, melindungi dan memenuhi hak atas jaminan kesehatan warga. Lokataru Foundation sejak awal menilai kebijakan menaikkan iuran untuk menutup lubang defisit BPJS Kesehatan tidak dapat memastikan bahwa di kemudian hari BPJS Kesehatan tidak akan mengalami defisit lagi.
Di sisi lain, kita tidak bisa menutup mata atas karut-marut tata kelola BPJS Kesehatan; semrawutnya data kepesertaan, absennya tindakan tegas terhadap ribuan badan usaha yang tidak membayar dan menjamin tenaga kerjanya hingga minimnya pengawasan dan pemberian sanksi bagi tindakan kecurangan (fraud) yang dilakukan oknum pasien, penyedia pelayanan kesehatan dan juga BPJS Kesehatan sendiri.
Menurut dia, hingga hari ini, BPJS Kesehatan masih belum membuka hasil audit BPKP terhadap BPJS Kesehatan secara publik. Padahal, Maret lalu Komisi Informasi Pusat (KIP) memutuskan bahwa dokumen audit tersebut adalah dokumen publik. Selama dokumen tersebut masih ditutup-tutupi, pihaknya tidak bisa menerima penjelasan resmi pemerintah yang menyalahkan defisit kepada para peserta BPJS.
"Demikian pula, sampai penyebab defisit belum bisa dijelaskan secara memuaskan oleh pemerintah maka kami akan terus menolak kenaikan iuran BPJS Kesehatan," ujarnya.
Untuk itu, Lokataru Foundation dan KPCDI menuntut;
1. Kepada Presiden Joko Widodo agar teguh pada komitmen terhadap penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak atas jaminan kesehatan warga, terutama di tengah pandemi COVID-19.
2. Kepada Pemerintah dan BPJS Kesehatan untuk memperbaiki tata kelola lembaga serta mengevaluasi permasalahan-permasalahan yang selama ini masih terjadi pada penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sebelum menaikkan besaran iuran BPJS Kesehatan.
3. Kepada Pemerintah dan BPJS Kesehatan untuk membuka kepada publik dokumen hasil audit BPKP terhadap BPJS Kesehatan.
"Sementara, terkait dengan aturan baru yang diterbitkan Presiden, tidak ada jalan lain, kami akan lakukan upaya hukum," tegas Tony.
Lihat Juga: Jemaah Haji 2025 Dijamin Kesehatannya Sejak Berangkat ke Tanah Suci hingga Kembali ke Tanah Air
Di sisi lain, kita tidak bisa menutup mata atas karut-marut tata kelola BPJS Kesehatan; semrawutnya data kepesertaan, absennya tindakan tegas terhadap ribuan badan usaha yang tidak membayar dan menjamin tenaga kerjanya hingga minimnya pengawasan dan pemberian sanksi bagi tindakan kecurangan (fraud) yang dilakukan oknum pasien, penyedia pelayanan kesehatan dan juga BPJS Kesehatan sendiri.
Menurut dia, hingga hari ini, BPJS Kesehatan masih belum membuka hasil audit BPKP terhadap BPJS Kesehatan secara publik. Padahal, Maret lalu Komisi Informasi Pusat (KIP) memutuskan bahwa dokumen audit tersebut adalah dokumen publik. Selama dokumen tersebut masih ditutup-tutupi, pihaknya tidak bisa menerima penjelasan resmi pemerintah yang menyalahkan defisit kepada para peserta BPJS.
"Demikian pula, sampai penyebab defisit belum bisa dijelaskan secara memuaskan oleh pemerintah maka kami akan terus menolak kenaikan iuran BPJS Kesehatan," ujarnya.
Untuk itu, Lokataru Foundation dan KPCDI menuntut;
1. Kepada Presiden Joko Widodo agar teguh pada komitmen terhadap penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak atas jaminan kesehatan warga, terutama di tengah pandemi COVID-19.
2. Kepada Pemerintah dan BPJS Kesehatan untuk memperbaiki tata kelola lembaga serta mengevaluasi permasalahan-permasalahan yang selama ini masih terjadi pada penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sebelum menaikkan besaran iuran BPJS Kesehatan.
3. Kepada Pemerintah dan BPJS Kesehatan untuk membuka kepada publik dokumen hasil audit BPKP terhadap BPJS Kesehatan.
"Sementara, terkait dengan aturan baru yang diterbitkan Presiden, tidak ada jalan lain, kami akan lakukan upaya hukum," tegas Tony.
Lihat Juga: Jemaah Haji 2025 Dijamin Kesehatannya Sejak Berangkat ke Tanah Suci hingga Kembali ke Tanah Air
(zik)