Umat Islam di Indonesia Dinilai Punya Kekuatan Potensial
loading...
A
A
A
JAKARTA - Direktur Said Aqil Siroj (SAS) Institute M Imdadun Rahmat menilai, keberadaan Bank Syariah Indonesia (BSI) sebagai langkah positif untuk memperkuat sistem perbankan syariah di Indonesia. Marger Bank Syariah diyakininya bisa menyatukan nilai positif dari masing-masing bank, sehingga dapat mengoptimalkan sistem perbankan syariah.
(Baca juga: Pesan Muhammadiyah: Bank Syariah Hasil Merger Harus Sejahterakan Umat Islam)
"Saya kira dengan marger bisa menyatukan seluruh poin-poin positif yang dimiliki masing-masing cabang syariah di bank-bank yang ada. Kita menganggap upaya baik, upaya positif dari pemerintah, tentu saja untuk memperkuat sistem perbankan syariah di negara kita," kata Imdadun, Selasa (22/12/2020).
(Baca juga: MUI Jakarta Ingatkan Umat Islam Pantau UU Cipta Kerja)
Kata Imdadun, sistem ekonomi syariah merupakan suatu kekuatan ekonomi potensial dimana umat islam sebagai mayoritas dari penduduk Indonesia yang ingin meminimalisir terjadinya riba dan hal itu berhasil difasilitasi oleh pemerintah.
"Sistem ekonomi syariah itu sesuatu kekuatan ekonomi yang potensial karena makin hari kesadaran umat islam sebagai mayoritas di Indonesia itu makin tinggi, jadi menyediakan sistem perbankan yang compatible dengan keyakinan keagamaan itu kan masuk ke dalam norma hak asasi yang juga harus di lindungi, dijamin dan disediakan sarana nya oleh negara," ungkapnya.
Selain itu, kata Imdadun, sistem perbankan syariah merupakan suatu yang integral menjadi bagian dari sistem ekonomi nasional yang dapat berkontribusi positif bagi pemulihan dan perkembangan ekonomi nasional, asalkan bersifat terbuka tidak inklusif atau ‘memusuhi pasar’.
"Sistem perbankan syariah ini kan bagian yang integral dengan sistem ekonomi nasional, jadi tetap harus terbuka menjadi bagian dari sistem ekonomi yang dimana dia menjadi bagian. Jadi tidak boleh berorientasi ekslusif, mengapa karena kalau perbankan syariah ini memusuhi pasar maka dia tidak akan berkembang," kata Wakil Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) ini.
Lebih lanjut dia mengatakan, ekonomi syariah harus mengakomodir semua golongan lapisan masyarakat, tidak memunculkan kekhawatiran atau ancaman bagi kelompok lain agar diterima dan dapat tumbuh berkembang.
"Saya sebut sebagai twin accommodation, twin tolerance, toleransi yang timbal balik, toleransi ganda, karena apa pemerintah Indonesia telah mengakui dengan sangat positif dan memberikan fasilitas-fasilitas baik berupa kebijakan dalam bentuk payung Undang-Undang maupun kelembagaan dan itu baik, menguntungkan ekonomi syariah akan menguntungkan ekonomi umat islam," pungkasnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi VIII DPR, Ace Hasan Syadzily, mendukung kelahiran PT Bank Syariah Indonesia Tbk. Politikus Partai Golkar ini menilai kelahiran bank syariah hasil merger ini bisa memperkuat perekonomian nasional.
Ace juga mengatakan peran dan kontribusi PT Bank Syariah Indonesia Tbk akan sangat ditunggu apalagi dalam upaya melakukan pemulihan ekonomi pasca pandemi.
"Sudah saatnya potensi ekonomi umat Islam disatukan dalam satu kekuatan ekonomi agar kita dapat segera memulihkan perekonomian di saat pandemi dan pasca-pandemi," kata Ace.
Ace menambahkan, langkah merger bank-bank syariah yang bernaung dalam Bank Himbara dengan membentuk Bank Syariah Indonesia akan membuatnya menjadi bank syariah terbesar di Indonesia.
Bank Syariah Indonesia nantinya bakal mampu memiliki jangkauan pasar yang lebih besar kepada masyarakat Indonesia. Luasnya daya jangkau bank ini akan membantu upaya pemerintah menaikkan tingkat literasi dan inklusi keuangan masyarakat, khususnya dalam hal keuangan syariah.
Layanan perbankan syariah dengan cakupan modal besar dan sasaran yang lebih merata, lanjut Ace, diharapkan akan diikuti dengan langkah mobilisasi dan investasi tabungan untuk pembangunan perekonomian dengan cara yang adil. Apabila hal tersebut terjadi, keuntungan yang adil dapat dijamin bagi semua pihak.
Menurutnya, mobilisasi investasi syariah yang adil merupakan hal penting karena Islam secara tegas melarang penimbunan tabungan, dan menganjurkan penggunaan sumber dana secara produktif dalam rangka mencapai tujuan sosial-ekonomi Islam.
"Dalam hal ini, bank syariah melakukannya tidak dengan prinsip bunga (riba), melainkan dengan prinsip-prinsip yang sesuai dengan syariat Islam, terutama mudharabah (bagi hasil) dan wadi’ah (titipan)," sambungnya.
Ace menambahkan, keberadaan Bank Syariah Indonesia tentu juga harus diiringi dengan layanan yang lebih merata dan memanfaatkan IT atau teknologi digital. Hal ini akan mempermudah Bank Syariah Indonesia dalam memberikan layanan kepada masyarakat.
"Bank Syariah Indonesia harus menjadi pioneer terdepan dalam menerapkan prinsip-prinsip syariah dalam memobilisasi investasi keuangan, serta berkontribusi membangun bangsa Indonesia yang mayoritas berpenduduk muslim," pungkas Ace.
(Baca juga: Pesan Muhammadiyah: Bank Syariah Hasil Merger Harus Sejahterakan Umat Islam)
"Saya kira dengan marger bisa menyatukan seluruh poin-poin positif yang dimiliki masing-masing cabang syariah di bank-bank yang ada. Kita menganggap upaya baik, upaya positif dari pemerintah, tentu saja untuk memperkuat sistem perbankan syariah di negara kita," kata Imdadun, Selasa (22/12/2020).
(Baca juga: MUI Jakarta Ingatkan Umat Islam Pantau UU Cipta Kerja)
Kata Imdadun, sistem ekonomi syariah merupakan suatu kekuatan ekonomi potensial dimana umat islam sebagai mayoritas dari penduduk Indonesia yang ingin meminimalisir terjadinya riba dan hal itu berhasil difasilitasi oleh pemerintah.
"Sistem ekonomi syariah itu sesuatu kekuatan ekonomi yang potensial karena makin hari kesadaran umat islam sebagai mayoritas di Indonesia itu makin tinggi, jadi menyediakan sistem perbankan yang compatible dengan keyakinan keagamaan itu kan masuk ke dalam norma hak asasi yang juga harus di lindungi, dijamin dan disediakan sarana nya oleh negara," ungkapnya.
Selain itu, kata Imdadun, sistem perbankan syariah merupakan suatu yang integral menjadi bagian dari sistem ekonomi nasional yang dapat berkontribusi positif bagi pemulihan dan perkembangan ekonomi nasional, asalkan bersifat terbuka tidak inklusif atau ‘memusuhi pasar’.
"Sistem perbankan syariah ini kan bagian yang integral dengan sistem ekonomi nasional, jadi tetap harus terbuka menjadi bagian dari sistem ekonomi yang dimana dia menjadi bagian. Jadi tidak boleh berorientasi ekslusif, mengapa karena kalau perbankan syariah ini memusuhi pasar maka dia tidak akan berkembang," kata Wakil Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) ini.
Lebih lanjut dia mengatakan, ekonomi syariah harus mengakomodir semua golongan lapisan masyarakat, tidak memunculkan kekhawatiran atau ancaman bagi kelompok lain agar diterima dan dapat tumbuh berkembang.
"Saya sebut sebagai twin accommodation, twin tolerance, toleransi yang timbal balik, toleransi ganda, karena apa pemerintah Indonesia telah mengakui dengan sangat positif dan memberikan fasilitas-fasilitas baik berupa kebijakan dalam bentuk payung Undang-Undang maupun kelembagaan dan itu baik, menguntungkan ekonomi syariah akan menguntungkan ekonomi umat islam," pungkasnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi VIII DPR, Ace Hasan Syadzily, mendukung kelahiran PT Bank Syariah Indonesia Tbk. Politikus Partai Golkar ini menilai kelahiran bank syariah hasil merger ini bisa memperkuat perekonomian nasional.
Ace juga mengatakan peran dan kontribusi PT Bank Syariah Indonesia Tbk akan sangat ditunggu apalagi dalam upaya melakukan pemulihan ekonomi pasca pandemi.
"Sudah saatnya potensi ekonomi umat Islam disatukan dalam satu kekuatan ekonomi agar kita dapat segera memulihkan perekonomian di saat pandemi dan pasca-pandemi," kata Ace.
Ace menambahkan, langkah merger bank-bank syariah yang bernaung dalam Bank Himbara dengan membentuk Bank Syariah Indonesia akan membuatnya menjadi bank syariah terbesar di Indonesia.
Bank Syariah Indonesia nantinya bakal mampu memiliki jangkauan pasar yang lebih besar kepada masyarakat Indonesia. Luasnya daya jangkau bank ini akan membantu upaya pemerintah menaikkan tingkat literasi dan inklusi keuangan masyarakat, khususnya dalam hal keuangan syariah.
Layanan perbankan syariah dengan cakupan modal besar dan sasaran yang lebih merata, lanjut Ace, diharapkan akan diikuti dengan langkah mobilisasi dan investasi tabungan untuk pembangunan perekonomian dengan cara yang adil. Apabila hal tersebut terjadi, keuntungan yang adil dapat dijamin bagi semua pihak.
Menurutnya, mobilisasi investasi syariah yang adil merupakan hal penting karena Islam secara tegas melarang penimbunan tabungan, dan menganjurkan penggunaan sumber dana secara produktif dalam rangka mencapai tujuan sosial-ekonomi Islam.
"Dalam hal ini, bank syariah melakukannya tidak dengan prinsip bunga (riba), melainkan dengan prinsip-prinsip yang sesuai dengan syariat Islam, terutama mudharabah (bagi hasil) dan wadi’ah (titipan)," sambungnya.
Ace menambahkan, keberadaan Bank Syariah Indonesia tentu juga harus diiringi dengan layanan yang lebih merata dan memanfaatkan IT atau teknologi digital. Hal ini akan mempermudah Bank Syariah Indonesia dalam memberikan layanan kepada masyarakat.
"Bank Syariah Indonesia harus menjadi pioneer terdepan dalam menerapkan prinsip-prinsip syariah dalam memobilisasi investasi keuangan, serta berkontribusi membangun bangsa Indonesia yang mayoritas berpenduduk muslim," pungkas Ace.
(maf)