Sekolah Tatap Muka, Layakkah Dibuka?
loading...
A
A
A
Berisiko Tinggi
Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Hermawan Saputra juga menilai rencana sekolah tatap muka mulai Januari mendatang sangat berisiko lantaran masih terjadi kenaikan kasus secara signifikan. "Puncak kasus secara signifikan justru berpotensi terjadi di awal Januari. Jadi, kalau sekolah dibuka, tentu itu PR (pekerjaan rumah) besar dari segi kesehatan, manajemen lingkungan, dan paling penting segmen prioritas kan beda," tegas Hermawan.
Dilihat dari segi prioritas dan pemahaman, tingkat pendidikan perguruan tinggi dan SMA sangat berbeda dengan SMP dan SD. Jika terpaksa tetap harus dibuka, maka yang perlu dibuka yaitu tingkat menengah ke atas dan pendidikan tinggi. “Tetapi itu pun dengan lingkungan kesehatan yang diatur sedemikian rupa, mulai dari volume, rekayasa lingkungan seperti ventilasi udara, suhu, dan alur pembagian shift dan lainnya yang berkaitan dengan tenaga pendidikan. Semua harus diatur,” ujarnya.
Khusus siswa PAUD, SD hingga SMP, Hermawan menegaskan tidak boleh dibuka lantaran mereka belum memiliki otonomi iktikad dan perilaku. Menurutnya, tidak mungkin untuk diberlakukan mulai Januari.
Namun dalam pandangan Wakil Ketua Komisi X DPR Dede Yusuf, pemberlakuan kebijakan ini bergantung terhadap kondisi yang terjadi setiap hari. Bila laju penyebarannya masih tinggi, dia menganjurkan pemerintah agar meninjau kembali rencana pembelajaran tatap muka. "Kalau melihat kondisi day by day hari ini kemungkinan besar masih tinggi penyebarannya, pengawasannya susah, tentu kita harus evaluasi kembali," katanya.
Politikus Partai Demokrat itu menegaskan bahwa orang tua tetap menjadi pintu terakhir yang menjadi penentu terhadap keputusan pembelajaran tatap muka di sekolah. Karena itu, Komisi X berencana mengingatkan kembali Kemendikbud untuk mengevaluasi kembali kebijakan tersebut atau menunggu perkembangan selama satu bulan ke depan. "Jangan memaksakan sesuatu yang akan berdampak atau berisiko besar. Apalagi dampak vaksin juga kita belum tahu seperti apa. Evaluasi hasil vaksin pun juga belum tahu," ujarnya.
Namun, Dede menilai bisa saja ada pengecualian. Jika vaksin sudah berhasil menurunkan angka sekian persen dan antigen sudah bisa disebarkan, maka tidak ada salahnya untuk kembali membahas penerapan sekolah tatap muka.
Kendati banyak yang begitu khawatir atas sekolah tatap muka, pemerintah masih belum berencana merevisi kebijakan ini. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim sebelumnya mengatakan, pembukaan sekolah di semester genap tahun akademik 2020/2021 itu disepakati setelah pemerintah mengevaluasi kegiatan belajar mengajar selama beberapa bulan terakhir. "Daerah dan sekolah diharapkan dari sekarang, kalau siap untuk melakukan tatap muka harus meningkatkan kesiapannya," kata Nadiem.
Jika memutuskan akan tatap muka, maka harus mendapatkan izin dari tiga pihak, yakni pemerintah daerah, satuan pendidikan dan perwakilan orang tua yaitu komite sekolah. "Saya tekankan sekali lagi, pembelajaran sekolah tatap muka ini diperbolehkan. Bukan diwajibkan. Jadi keputusan itu ada di pemda, kepala sekolah, dan orang tua yaitu komite sekolah," tandasnya. (a hakim/fwbahtiar/faorick pakpahan/herno amir)
Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Hermawan Saputra juga menilai rencana sekolah tatap muka mulai Januari mendatang sangat berisiko lantaran masih terjadi kenaikan kasus secara signifikan. "Puncak kasus secara signifikan justru berpotensi terjadi di awal Januari. Jadi, kalau sekolah dibuka, tentu itu PR (pekerjaan rumah) besar dari segi kesehatan, manajemen lingkungan, dan paling penting segmen prioritas kan beda," tegas Hermawan.
Dilihat dari segi prioritas dan pemahaman, tingkat pendidikan perguruan tinggi dan SMA sangat berbeda dengan SMP dan SD. Jika terpaksa tetap harus dibuka, maka yang perlu dibuka yaitu tingkat menengah ke atas dan pendidikan tinggi. “Tetapi itu pun dengan lingkungan kesehatan yang diatur sedemikian rupa, mulai dari volume, rekayasa lingkungan seperti ventilasi udara, suhu, dan alur pembagian shift dan lainnya yang berkaitan dengan tenaga pendidikan. Semua harus diatur,” ujarnya.
Khusus siswa PAUD, SD hingga SMP, Hermawan menegaskan tidak boleh dibuka lantaran mereka belum memiliki otonomi iktikad dan perilaku. Menurutnya, tidak mungkin untuk diberlakukan mulai Januari.
Namun dalam pandangan Wakil Ketua Komisi X DPR Dede Yusuf, pemberlakuan kebijakan ini bergantung terhadap kondisi yang terjadi setiap hari. Bila laju penyebarannya masih tinggi, dia menganjurkan pemerintah agar meninjau kembali rencana pembelajaran tatap muka. "Kalau melihat kondisi day by day hari ini kemungkinan besar masih tinggi penyebarannya, pengawasannya susah, tentu kita harus evaluasi kembali," katanya.
Politikus Partai Demokrat itu menegaskan bahwa orang tua tetap menjadi pintu terakhir yang menjadi penentu terhadap keputusan pembelajaran tatap muka di sekolah. Karena itu, Komisi X berencana mengingatkan kembali Kemendikbud untuk mengevaluasi kembali kebijakan tersebut atau menunggu perkembangan selama satu bulan ke depan. "Jangan memaksakan sesuatu yang akan berdampak atau berisiko besar. Apalagi dampak vaksin juga kita belum tahu seperti apa. Evaluasi hasil vaksin pun juga belum tahu," ujarnya.
Namun, Dede menilai bisa saja ada pengecualian. Jika vaksin sudah berhasil menurunkan angka sekian persen dan antigen sudah bisa disebarkan, maka tidak ada salahnya untuk kembali membahas penerapan sekolah tatap muka.
Kendati banyak yang begitu khawatir atas sekolah tatap muka, pemerintah masih belum berencana merevisi kebijakan ini. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim sebelumnya mengatakan, pembukaan sekolah di semester genap tahun akademik 2020/2021 itu disepakati setelah pemerintah mengevaluasi kegiatan belajar mengajar selama beberapa bulan terakhir. "Daerah dan sekolah diharapkan dari sekarang, kalau siap untuk melakukan tatap muka harus meningkatkan kesiapannya," kata Nadiem.
Jika memutuskan akan tatap muka, maka harus mendapatkan izin dari tiga pihak, yakni pemerintah daerah, satuan pendidikan dan perwakilan orang tua yaitu komite sekolah. "Saya tekankan sekali lagi, pembelajaran sekolah tatap muka ini diperbolehkan. Bukan diwajibkan. Jadi keputusan itu ada di pemda, kepala sekolah, dan orang tua yaitu komite sekolah," tandasnya. (a hakim/fwbahtiar/faorick pakpahan/herno amir)
(abd)