Pengamat Sebut Kebijakan Rapid Tes Antigen Tidak dengan Perencanaan Matang

Senin, 21 Desember 2020 - 15:43 WIB
loading...
Pengamat Sebut Kebijakan...
Menjelang libur Nataru, pemerintah mengeluarkan imbauan masyarakat yang akan melakukan perjalanan antarkota, provinsi, dan pulau, untuk rapid tes antigen. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Menjelang libur Natal dan Tahun Baru (Nataru), pemerintah mengeluarkan imbauan masyarakat yang akan melakukan perjalanan antarkota, provinsi, dan pulau, untuk rapid tes antigen .

(Baca juga: Jaga Protokol Kesehatan Saat Libur Nataru, Menkes: Jangan Biarkan Covid-19 Merajalela)

Sontak saja, kebijakan ini membuat masyarakat yang sudah jauh-jauh hari dan terbiasa dengan rapid tes antibodi kebingungan. Bahkan, ada yang membatalkan perjalanan ke luar kota.

(Baca juga: Begini Aturan Libur dan Perayaan Tahun Baru di Bekasi)

Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) mengungkapkan jumlah orang yang membatalkan liburan ke Bali mencapai 133.000. Nilainya mencapai Rp317 miliar. Aturan baru, orang yang akan datang ke Bali via udara harus melakukan tes polymerase chain reaction (PCR). Untuk jalur darat dan laut, harus rapid tes antigen.

(Baca juga: Waspada Liburan! Nongkrong di Rest Area Bisa Dicokot Corona)

Pengamat kebijakan publik Trubus Rahadiansyah menilai kebijakan pemerintah ini tidak melalui perencanaan matang. Kebijakan ini, menurutnya, memunculkan dugaan atau kecurigaan publik ada unsur bisnis di belakangnya.

"Kebijakan ini terkesan dipaksakan dan ujung-ujungnya masyarakat yang dikorbankan. Mereka harus membayar dengan kocek dari kantong sendiri. Kalau ini kebijakan pemerintah, harusnya gratis," ujarnya saat dihubungi SINDOnews, Senin (21/12/2020).

Dosen Universitas Trisakti (Usakti) ini menerangkan kebijakan ini juga memunculkan sikap berbeda antara pemerintah pusat daerah. Misalnya, Walikota Bandung Oded M Danial menyatakan orang yang berkunjung ke Kota Kembang tidak perlu rapid tes.

"Tapi Gubernurnya membuat surat edaran bahwa yang mau ke Jawa Barat harus tes antigen . Akan tetapi, wali kotanya enggak mau. Beberapa juga enggak karena itu membebani masyarakat," pungkasnya.
(maf)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1049 seconds (0.1#10.140)