Mahkamah Agung Libatkan TNI untuk Amankan Sidang di Pengadilan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Mahkamah Agung (MA) melibatkan Tentara Nasional Indonesia ( TNI ) untuk mengamankan persidangan perkara yang menarik perhatian masyarakat dan/atau perkara terorisme di pengadilan. Ketentuan ini tertera jelas dalam Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 5 Tahun 2020 tentang Protokol Persidangan dan Keamanan dalam Lingkungan Pengadilan.
Perma ditandatangani Ketua MA Muhammad Syarifuddin di Jakarta pada 27 November 2020 dan diundangkan di Jakarta pada 4 Desember 2020.
"Persidangan yang menarik perhatian masyarakat dan/atau Persidangan perkara terorisme, Pengamanan Persidangan dilaksanakan oleh Kepolisian Republik Indonesia dan/atau Tentara Nasional Indonesia yang ditunjuk, kecuali untuk Pengamanan di lingkungan peradilan militer diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," bunyi Pasal 10 ayat (6) dikutip SINDOnews di Jakarta, Senin (21/12/2020).
(Baca: Mahkamah Agung Bebaskan Tiga Eks Komisioner KPID Jakarta)
Secara keseluruhan Pasal 10 terdiri dari 6 ayat dan masuk dalam BAB III tentang Protokol Keamanan. Pada bagian awal BAB III yakni Pasal 8 disebutkan bahwa jaminan perlindungan keamanan diberikan kepada setiap orang yang berada di lingkungan pengadilan.
Selain itu, pada Pasal 11 Perma Nomor 5/2020 diatur bahwa hakim/majelis hakim dan aparatur pengadilan yang menangani perkara tertentu seperti terorisme wajib mendapatkan perlindungan, pengamanan, dan/atau pengawalan di dalam maupun di luar pengadilan.
Hal yang sama berlaku pada saat pelaksanaan eksekusi yang berpotensi menimbulkan ancaman terhadap keselamatan hakim/majelis hakim dan aparatur pengadilan.
"Dari kepolisian atau Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang dilakukan secara terus menerus atau dalam jangka waktu tertentu," demikian petikan Pasal 11.
(Baca: MA: Perbuatan Homoseksual Prajurit TNI Bertentangan dengan Norma Kedinasan)
Perma ini turut mengatur tentang keadaan darurat atau huru-hara hingga upaya penyelamatan. Klausal ini termaktub pada Pasal 12 mulai dari ayat (1) hingga ayat (4). Ketua/Kepala pengadilan harus melakukan langkah antisipasi untuk Penyelamatan dari keadaan darurar dalam setiap penanganan perkara tertentu/menarik perhatian masyarakat/perkara terorisme.
Berikutnya, Ketua/Kepala pengadilan melakukan koordinasi dengan aparat keamanan dalam hal pengamanan persidangan. Selin itu, Ketua/Kepala pengadilan menyediakan jalur evakuasi untuk pengamanan dan penyelamatan hakim/majelis hakim maupun aparatur pengadilan apabila terjadi kondisi darurat/keadaan huru-hara.
(Klik ini untuk ikuti survei SINDOnews tentang Calon Presiden 2024)
"Ketua/Kepala Pengadilan melakukan sosialisasi dan simulasi Pengamanan dan Penyelamatan secara berkala dengan melibatkan aparat keamanan untuk mengantisipasi terjadinya kondisi darurat/keadaan huru-hara," bunyi Pasal 12 ayat (4).
Lihat Juga: TNI Bentuk Satgas Tindak Prajurit Terlibat Judi Online, Narkoba, Penyelundupan, dan Korupsi
Perma ditandatangani Ketua MA Muhammad Syarifuddin di Jakarta pada 27 November 2020 dan diundangkan di Jakarta pada 4 Desember 2020.
"Persidangan yang menarik perhatian masyarakat dan/atau Persidangan perkara terorisme, Pengamanan Persidangan dilaksanakan oleh Kepolisian Republik Indonesia dan/atau Tentara Nasional Indonesia yang ditunjuk, kecuali untuk Pengamanan di lingkungan peradilan militer diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," bunyi Pasal 10 ayat (6) dikutip SINDOnews di Jakarta, Senin (21/12/2020).
(Baca: Mahkamah Agung Bebaskan Tiga Eks Komisioner KPID Jakarta)
Secara keseluruhan Pasal 10 terdiri dari 6 ayat dan masuk dalam BAB III tentang Protokol Keamanan. Pada bagian awal BAB III yakni Pasal 8 disebutkan bahwa jaminan perlindungan keamanan diberikan kepada setiap orang yang berada di lingkungan pengadilan.
Selain itu, pada Pasal 11 Perma Nomor 5/2020 diatur bahwa hakim/majelis hakim dan aparatur pengadilan yang menangani perkara tertentu seperti terorisme wajib mendapatkan perlindungan, pengamanan, dan/atau pengawalan di dalam maupun di luar pengadilan.
Hal yang sama berlaku pada saat pelaksanaan eksekusi yang berpotensi menimbulkan ancaman terhadap keselamatan hakim/majelis hakim dan aparatur pengadilan.
"Dari kepolisian atau Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang dilakukan secara terus menerus atau dalam jangka waktu tertentu," demikian petikan Pasal 11.
(Baca: MA: Perbuatan Homoseksual Prajurit TNI Bertentangan dengan Norma Kedinasan)
Perma ini turut mengatur tentang keadaan darurat atau huru-hara hingga upaya penyelamatan. Klausal ini termaktub pada Pasal 12 mulai dari ayat (1) hingga ayat (4). Ketua/Kepala pengadilan harus melakukan langkah antisipasi untuk Penyelamatan dari keadaan darurar dalam setiap penanganan perkara tertentu/menarik perhatian masyarakat/perkara terorisme.
Berikutnya, Ketua/Kepala pengadilan melakukan koordinasi dengan aparat keamanan dalam hal pengamanan persidangan. Selin itu, Ketua/Kepala pengadilan menyediakan jalur evakuasi untuk pengamanan dan penyelamatan hakim/majelis hakim maupun aparatur pengadilan apabila terjadi kondisi darurat/keadaan huru-hara.
(Klik ini untuk ikuti survei SINDOnews tentang Calon Presiden 2024)
"Ketua/Kepala Pengadilan melakukan sosialisasi dan simulasi Pengamanan dan Penyelamatan secara berkala dengan melibatkan aparat keamanan untuk mengantisipasi terjadinya kondisi darurat/keadaan huru-hara," bunyi Pasal 12 ayat (4).
Lihat Juga: TNI Bentuk Satgas Tindak Prajurit Terlibat Judi Online, Narkoba, Penyelundupan, dan Korupsi
(muh)