Ngobrol Bareng Gus Miftah, iNews dan RCTI+ Jumat Pukul 20.00: Indonesia Masih Rawan Ancaman Aksi Terorisme
loading...
A
A
A
JAKARTA - Berdasarkan data Global Terrorism Index tahun 2019 ancaman terorisme di Indonesia berada di peringkat ke-35 dari 138 negara yang terdampak terorisme. Meskipun jika dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia Tenggara seperti Filipina dan Thailand, Indonesia masih terbilang lebih baik.
Pada 27 November 2020 satu keluarga terdiri dari empat orang warga di Desa Lembantongoa, Palolo, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah dibunuh oleh teroris kelompok Mujahidin Indonesia Timur. Mereka juga membakar enam rumah warga.
Kelompok teroris itu dipimpin oleh Ali Kalora yang sudah lima tahun menjadi buron dan diyakini bersembunyi di pedalaman hutan Palolo, Sulawesi Tengah. Ali Kalora merupakan penerus kepemimpinan Santoso yang berhasil dibunuh dalam baku tembak pada 18 Juli 2016. ( )
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol Boy Rafli Amar menerangkan, wilayah Sulawesi Tengah menjadi wilayah yang masuk dalam program prioritas karena menjadi episentrum kejahatan terorisme . Apa yang kemudian dilakukan oleh BNPT?
"Yang dilakukan pertama adalah kontra radikalisasi. Kedua, deradikalisasi. Di masa lalu Sulawesi Tengah seperti Palu dan Poso merupakan wilayah yang memiliki konflik sosial dan tentu upaya deradikalisasi telah dijalankan menjadi bagian program BNPT," papar Komjen Pol Boy Rafli Amar kepada Gus Miftah.
Menurutnya, terorisme adalah kejahatan yang bersifat transnasional dan transideologi. Terjadi proses radikalisasi, umumnya terjadi di kelompok jaringan teroris Al-Qaeda dan ISIS.
Terorisme di Indonesia menjadi sebuah idiom dalam lingkup pengetahuan sosial yang sangat populer pada dekade 1990-an dan awal tahun 2000 sebagai bentuk kekerasan agama. Memahami terorisme tidak bisa jika pondasi yang ditancapkan hanya mengacu pada agama semata. ( )
Pendefinisian terorisme, ungkap Kepala BNPT, tidak akan lepas dari bias politik dan ideologi. Instabilitas politik, keamanan, dan lemahnya pemahaman keagamaan serta menurunnya wawasan kebangsaan dapat menimbulkan keinginan disintegrasi bangsa sehingga memicu lahirnya terorisme.
Sementara Gus Miftah juga menyampaikan pandangannya tentang terorisme. "Fenomena terorisme tidak terjadi karena suku dan agama atau ras tertentu saja, tetapi terorisme berpotensi ada di setiap individu tanpa melihat agamanya," ujar pengasuh Pondok Pesantren Ora Aji, Yogjakarta ini.
Sebuah agama sepatutnya tidak lah menjadi perdebatan dan alasan mencari pembenaran atas tindak kekerasan berkedok jihad. Selanjutnya Gus Miftah berpesan "agama tidak untuk diperdebatkan tapi untuk diamalkan. Kalau diperdebatkan, semua orang akan mengatakan agamanya paling benar. Tapi kalau ada yang mengatakan semua agama itu benar, salah, yang benar adalah semua agama benar bagi penganutnya".
"Ngobrol Bareng Gus Miftah" besok Jumat, 18 Desember 2020 pukul 20.00 WIB akan hadir Kepala BNPT Komjen Pol Boy Rafli Amar yang akan mengupas pembahasan aksi terorisme di Indonesia hanya di stasiun televisi berita milik MNC Group, iNews. Ikuti program ini melalui aplikasi RCTI+ dan www.rctiplus.com.
Pada 27 November 2020 satu keluarga terdiri dari empat orang warga di Desa Lembantongoa, Palolo, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah dibunuh oleh teroris kelompok Mujahidin Indonesia Timur. Mereka juga membakar enam rumah warga.
Kelompok teroris itu dipimpin oleh Ali Kalora yang sudah lima tahun menjadi buron dan diyakini bersembunyi di pedalaman hutan Palolo, Sulawesi Tengah. Ali Kalora merupakan penerus kepemimpinan Santoso yang berhasil dibunuh dalam baku tembak pada 18 Juli 2016. ( )
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol Boy Rafli Amar menerangkan, wilayah Sulawesi Tengah menjadi wilayah yang masuk dalam program prioritas karena menjadi episentrum kejahatan terorisme . Apa yang kemudian dilakukan oleh BNPT?
"Yang dilakukan pertama adalah kontra radikalisasi. Kedua, deradikalisasi. Di masa lalu Sulawesi Tengah seperti Palu dan Poso merupakan wilayah yang memiliki konflik sosial dan tentu upaya deradikalisasi telah dijalankan menjadi bagian program BNPT," papar Komjen Pol Boy Rafli Amar kepada Gus Miftah.
Menurutnya, terorisme adalah kejahatan yang bersifat transnasional dan transideologi. Terjadi proses radikalisasi, umumnya terjadi di kelompok jaringan teroris Al-Qaeda dan ISIS.
Terorisme di Indonesia menjadi sebuah idiom dalam lingkup pengetahuan sosial yang sangat populer pada dekade 1990-an dan awal tahun 2000 sebagai bentuk kekerasan agama. Memahami terorisme tidak bisa jika pondasi yang ditancapkan hanya mengacu pada agama semata. ( )
Pendefinisian terorisme, ungkap Kepala BNPT, tidak akan lepas dari bias politik dan ideologi. Instabilitas politik, keamanan, dan lemahnya pemahaman keagamaan serta menurunnya wawasan kebangsaan dapat menimbulkan keinginan disintegrasi bangsa sehingga memicu lahirnya terorisme.
Sementara Gus Miftah juga menyampaikan pandangannya tentang terorisme. "Fenomena terorisme tidak terjadi karena suku dan agama atau ras tertentu saja, tetapi terorisme berpotensi ada di setiap individu tanpa melihat agamanya," ujar pengasuh Pondok Pesantren Ora Aji, Yogjakarta ini.
Sebuah agama sepatutnya tidak lah menjadi perdebatan dan alasan mencari pembenaran atas tindak kekerasan berkedok jihad. Selanjutnya Gus Miftah berpesan "agama tidak untuk diperdebatkan tapi untuk diamalkan. Kalau diperdebatkan, semua orang akan mengatakan agamanya paling benar. Tapi kalau ada yang mengatakan semua agama itu benar, salah, yang benar adalah semua agama benar bagi penganutnya".
"Ngobrol Bareng Gus Miftah" besok Jumat, 18 Desember 2020 pukul 20.00 WIB akan hadir Kepala BNPT Komjen Pol Boy Rafli Amar yang akan mengupas pembahasan aksi terorisme di Indonesia hanya di stasiun televisi berita milik MNC Group, iNews. Ikuti program ini melalui aplikasi RCTI+ dan www.rctiplus.com.
(abd)