DPR Ingatkan BPOM-Kemenkes Perhatikan Kehalalan Vaksin COVID-19
loading...
A
A
A
JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR RI Kurniasih Mufidayati menekankan pentingnya sertifikasi halal untuk vaksin COVID-19 yang akan segera divaksinasi ke penduduk Indonesia. Untuk itu, ia mengingatkan kepada Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk mengawal kehalalan vaksin ini.
Hal ini disampaikan Mufida secara virtual bersama dengan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam diskusi yang bertajuk "Menanti Sertifikasi Halal Vaksin Covid-19" di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (15/12/2020).
"Jadi kita titip pesan ke BPOM, kita titip pesan ke Kementerian Kesehatan yang ikut mengawal vaksin ini, supaya proses kehalalan ini benar-benar menjadi perhatian sejak awal dan sudah dijelaskan pada saat itu, rapat sebelum reses yang kemarin, itu sudah dijelaskan sudah ikut sampai ke Wuhan untuk ikut melihat vaksinnya dan katanya dari MUI ada yang ikut sampai ke sinovac-nya, benar atau tidak saya tidak tahu," kata Mufida. ( )
Namun demikian, Mufida menjelaskan, pada rapat dengan Komisi IX DPR pada Kamis (10/12/2020) lalu, jawaban mereka masih dalam proses. Kemungkinkan prosesnya masih berjalan, seperti dokumen dan hasil penelitiannya, sebagaimana yang dijelaskan oleh MUI.
"Kita kemarin sudah membahas secara detail pada hari Kamis tanggal 10 Desember 2020, kita mengadakan RDP yang dihadiri oleh bapak Menteri Kesehatan, bapak Ketua Satgas Penanganan COVID-19, Satgas Pemulihan Ekonomi Nasional dan Kepala BPOM serta Dirut Bio Farma juga hadir dalam rapat tersebut," katanya.
Selain dari faktor halal, vaksin COVID-19 ini juga harus jelas izinnya dari BPOM. Akan percuma jika vaksin COVID-19 sudah tersertifikasi halal tetapi belum ada izinnya dari BPOM.
"Tetapi selain dari halal ini juga justru tentang izinnya dahulu nih, izinnya saja belum jelas dari BPOM, artinya kalau pun nanti sertifikat halalnya keluar tetapi izinnya tidak keluar, maka nggak bisa dipakai juga di Indonesia," ujarnya. ( )
Mufida menambahkan, Komisi IX DPR sudah menyampaikan beberapa hal kepada pemerintah terkait vaksin COVID-19. Pertama, transparansi penyampaian hasil uji klinis sampai tahapan terakhir, karena 1,2 juta vaksin tahap pertama ini dibiayai oleh APBN. Sayangnya, BPOM menjelaskan bahwa sertifikasi halal dan emergency use authorization (EUA) masih dalam proses.
"Jadi, vaksin ini masih tanda tanya. Artinya ini masih harus menjadi perhatian pemerintah, bahwa vaksin ini belum bisa digunakan sebelum izin Emergency Use Authorization dari BPOM dikeluarkan dan hasil uji klinisnya selesai dahulu dan plus sertifikasi halal dari MUI," kata Mufida.
"Karena kalau pun sertifikatnya keluar tetapi kemudian izin BPOM nggak bisa beredar, ini akan sangat merugikan negara dan tidak bisa dipakai oleh masyarakat dan seluruh rakyat Indonesia," katanya.
Oleh karena itu, Mufida sangat menekankan agar pemerintah mengutamakan keselamatan dan kesehatan rakyat Indonesia yang akan mendapatkan vaksinasi ini. Pihaknya juga mendorong dan mendukung BPOM agar bersikap sangat independen dan transparan dalam pemberian EUA.
"Dengan mempertimbangkan aspek keamanan, efektifikasi khasiat dan mutu vaksin COVID-19, itu yang kita pesankan kemarin masuk kedalam laporan singkat dalam rapat RDP," katanya.
Hal ini disampaikan Mufida secara virtual bersama dengan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam diskusi yang bertajuk "Menanti Sertifikasi Halal Vaksin Covid-19" di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (15/12/2020).
"Jadi kita titip pesan ke BPOM, kita titip pesan ke Kementerian Kesehatan yang ikut mengawal vaksin ini, supaya proses kehalalan ini benar-benar menjadi perhatian sejak awal dan sudah dijelaskan pada saat itu, rapat sebelum reses yang kemarin, itu sudah dijelaskan sudah ikut sampai ke Wuhan untuk ikut melihat vaksinnya dan katanya dari MUI ada yang ikut sampai ke sinovac-nya, benar atau tidak saya tidak tahu," kata Mufida. ( )
Namun demikian, Mufida menjelaskan, pada rapat dengan Komisi IX DPR pada Kamis (10/12/2020) lalu, jawaban mereka masih dalam proses. Kemungkinkan prosesnya masih berjalan, seperti dokumen dan hasil penelitiannya, sebagaimana yang dijelaskan oleh MUI.
"Kita kemarin sudah membahas secara detail pada hari Kamis tanggal 10 Desember 2020, kita mengadakan RDP yang dihadiri oleh bapak Menteri Kesehatan, bapak Ketua Satgas Penanganan COVID-19, Satgas Pemulihan Ekonomi Nasional dan Kepala BPOM serta Dirut Bio Farma juga hadir dalam rapat tersebut," katanya.
Selain dari faktor halal, vaksin COVID-19 ini juga harus jelas izinnya dari BPOM. Akan percuma jika vaksin COVID-19 sudah tersertifikasi halal tetapi belum ada izinnya dari BPOM.
"Tetapi selain dari halal ini juga justru tentang izinnya dahulu nih, izinnya saja belum jelas dari BPOM, artinya kalau pun nanti sertifikat halalnya keluar tetapi izinnya tidak keluar, maka nggak bisa dipakai juga di Indonesia," ujarnya. ( )
Mufida menambahkan, Komisi IX DPR sudah menyampaikan beberapa hal kepada pemerintah terkait vaksin COVID-19. Pertama, transparansi penyampaian hasil uji klinis sampai tahapan terakhir, karena 1,2 juta vaksin tahap pertama ini dibiayai oleh APBN. Sayangnya, BPOM menjelaskan bahwa sertifikasi halal dan emergency use authorization (EUA) masih dalam proses.
"Jadi, vaksin ini masih tanda tanya. Artinya ini masih harus menjadi perhatian pemerintah, bahwa vaksin ini belum bisa digunakan sebelum izin Emergency Use Authorization dari BPOM dikeluarkan dan hasil uji klinisnya selesai dahulu dan plus sertifikasi halal dari MUI," kata Mufida.
"Karena kalau pun sertifikatnya keluar tetapi kemudian izin BPOM nggak bisa beredar, ini akan sangat merugikan negara dan tidak bisa dipakai oleh masyarakat dan seluruh rakyat Indonesia," katanya.
Oleh karena itu, Mufida sangat menekankan agar pemerintah mengutamakan keselamatan dan kesehatan rakyat Indonesia yang akan mendapatkan vaksinasi ini. Pihaknya juga mendorong dan mendukung BPOM agar bersikap sangat independen dan transparan dalam pemberian EUA.
"Dengan mempertimbangkan aspek keamanan, efektifikasi khasiat dan mutu vaksin COVID-19, itu yang kita pesankan kemarin masuk kedalam laporan singkat dalam rapat RDP," katanya.
(abd)