Pakar Hukum Nilai Masyarakat Punya Kewajiban untuk Interupsi Pemerintah

Selasa, 15 Desember 2020 - 17:26 WIB
loading...
Pakar Hukum Nilai Masyarakat Punya Kewajiban untuk Interupsi Pemerintah
Pakar Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada (UGM), Zainal Arifin Mochtar. Foto/Pukat Kagama
A A A
JAKARTA - Sepak terjang pemerintah saat ini tidak lepas dari banyak sorotan publik. Bahkan, ada juga suara atau kritik yang menganggap rezim penguasa kental dengan gaya baru kepemimpinan diktator alias neo-otoritarianisme.

(Baca juga: Kenapa Hanya Habib Rizieq, MUI Pertanyakan Polri Tak Proses Kerumunan Lain)

Pakar Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada (UGM), Zainal Arifin Mochtar memaparkan, beberapa catatannya yang bisa dilakukan untuk menangkal kepemimpinan tersebut.

(Baca juga: Jangan Ludahi Wajah Manusia, Cak Nun Sindir Siapa?)

Menurutnya, harus ada interupsi yang dilakukan oleh masyarakat sipil terhadap negara. Sebab, tidak mungkin berharap negara pasti baik tanpa ada peran dari masyarakat. Demikian juga, di saat bersamaan, tidak mungkin juga mengatakan negara buruk.

"Tidak mungkin kita bilang negara ini pasti berengsek. Pada saat yang sama, mengatakan negara pasti baik 100 persen. Enggak mungkin. Negara adalah organisasi kekuasaan, ada proses politik, ada proses keseimbangan di dalamnya. Karena itu, interupsi dari kita menjadi penting," kata Zainal di diskusi refleksi akhir tahun Refleksi Akhir Tahun: Catatan Kritis Bidang Politik, Demokrasi, dan Tata Kelola Pemerintahan Tahun 2020, Selasa (15/12/2020).

Interupsi menurut Zainal, bukan hanya sekadar untuk mengacaukan pembicaraan tersebut mengenai kinerja pemimpin yang sedang berkuasa. Tetapi juga untuk memberikan masukan yang berarti dan bermutu demi perbaikan bangsa dan negara.

"Paling tidak, menurut saya, kita punya kewajiban untuk melakukan interupsi. Bahwa didengarkan atau tidak, itu soal lain. Saya percaya proses jauh lebih penting daripada hasil. Paling tidak, kita menyelesaikan kewajiban kita untuk melakukan sesuatu yang harus dilakukan," terang dia.

Selain itu, peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) itu menyatakan bahwa masyarakat sipil bisa menggunakan suaranya dengan melalui jalur konstitusional melalui lembaga-lembaga yang ada. Misalnya, mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Agung, DPR, termasuk berharap ke Presiden.

Cara konstitusional yang bisa dilakukan masyarakat untuk memperbaiki demokrasi dan tata kelola pemerintahan yaitu melalui sistem pemilihan umum (Pemilu). "Kalau Anda tidak suka dengan rezim sekarang, tidak suka dengan partai-partai sekarang yang berkuasa, jangan pilih di pemilu berikutnya! Sesederhana itu," ujarnya.

Menurut dia, langkah itu menjadi bagian dari interupsi yang bisa dilakukan masyarakat sipil secara langsung. Walaupun tidak menegasikan kerja atau upaya lainnya yang dapat dipilih masyarakat sipil.
(maf)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2218 seconds (0.1#10.140)