Waspada! Kerumunan Berpotensi Muncul saat Penetapan Pemenang Pilkada
loading...
A
A
A
JAKARTA - Penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2020 . Proses penghitungan suara masih terus dilakukan hingga pengumuman resmi dari Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Pusat riset kebijakan publik The Indonesian Institute (TII) mengapresiasi elancaran pesta demokrasi tersebut meski sempat menuai kekhawatiran publik karena digelar di tengah kondisi pandemi Covid-19.
Peneliti Bidang Politik TII Rifqi Rachman mengatakan, sejak kasus Covid-19 di Indonesia sudah menyeruak di awal tahun, KPU dituntut untuk bisa bermanuver dan mengimbangi dua tuntutan konstitusional warga negara, yaitu hak bersuara dalam pemilu dan hak terhindar dari ancaman kesehatan.
Protokol kesehatan (prokes) menjadi instrumen pembeda yang disisipkan sebagai solusi dalam upaya penyelarasan penyelenggaraan pemilihan di masa pandemi. (Baca juga: Cerita Polisi Kawal Kedatangan Vaksin Sinovac dari Soetta hingga Biofarma)
Namun, penyelenggaraan itu bukan berarti bebas dari persoalan. Dia menilai masih ada celah dari penerapan protokol kesehatan selama tahapan Pilkada tahun ini.
“Masih saja ditemui celah-celah atau kekurangan dari penerapan instrumen ini dalam rangkaian tahapan Pilkada 2020. Misalnya saja, dari 18.668 permasalahan di tempat pemungutan suara (TPS) yang dicatat oleh Bawaslu pada 9 Desember lalu, ditemukan sebanyak 1.454 TPS tidak memiliki fasilitas cuci tangan,” jelas Rifqi dalam penjelasan tertulisnya yang diperoleh SINDOnews, Selasa (15/12/2020).
Padahal, lanjut Rifqi, persyaratan tersebut secara terang diatur dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 6 Tahun 2020 yang menyebutkan pelaksanaan Pilkada erentak di kondisi bencana non alam Covid-19 sebagai sesuatu yang wajib disediakan di setiap TPS.
Tidak berhenti pada tahapan yang telah terlaksana saja, penerapan prokes juga harus dipastikan tetap berjalan. Apalagi masih ada tahapan lanjut setelah penghitungan suara nanti diumumkan. Salah satunya, saat penetapan pemenang atau pasangan calon yang terpilih.
“Tahapan penetapan pasangan calon terpilih seringkali diikuti dengan terbentuknya kerumunan sebagai ekses dari euforia kemenangan calon pilihannya. Momen ini menjadi krusial, karena memiliki karakter pengait massa yang serupa dengan tahapan pendaftaran bakal pasangan calon yang akhirnya menuai banyak kritik di awal September lalu,” ujarnya. (Baca juga: Tenaga Kesehatan Jawa-Bali Sasaran Pertama Vaksinasi)
Merujuk pada PKPU Nomor 5 Tahun 2020 tentang Tahapan, Program dan Jadwal Pilkada 2020, masih menyisakan agenda penetapan calon terpilih. Karena itu, Rifqi menegaskan penerapan setiap peraturan teknis penyelenggaraan Pilkada 2020 harus dilaksanakan dan didukung oleh setiap pemangku kepentingan, termasuk kepatuhan terhadap prokes.
Pusat riset kebijakan publik The Indonesian Institute (TII) mengapresiasi elancaran pesta demokrasi tersebut meski sempat menuai kekhawatiran publik karena digelar di tengah kondisi pandemi Covid-19.
Peneliti Bidang Politik TII Rifqi Rachman mengatakan, sejak kasus Covid-19 di Indonesia sudah menyeruak di awal tahun, KPU dituntut untuk bisa bermanuver dan mengimbangi dua tuntutan konstitusional warga negara, yaitu hak bersuara dalam pemilu dan hak terhindar dari ancaman kesehatan.
Protokol kesehatan (prokes) menjadi instrumen pembeda yang disisipkan sebagai solusi dalam upaya penyelarasan penyelenggaraan pemilihan di masa pandemi. (Baca juga: Cerita Polisi Kawal Kedatangan Vaksin Sinovac dari Soetta hingga Biofarma)
Namun, penyelenggaraan itu bukan berarti bebas dari persoalan. Dia menilai masih ada celah dari penerapan protokol kesehatan selama tahapan Pilkada tahun ini.
“Masih saja ditemui celah-celah atau kekurangan dari penerapan instrumen ini dalam rangkaian tahapan Pilkada 2020. Misalnya saja, dari 18.668 permasalahan di tempat pemungutan suara (TPS) yang dicatat oleh Bawaslu pada 9 Desember lalu, ditemukan sebanyak 1.454 TPS tidak memiliki fasilitas cuci tangan,” jelas Rifqi dalam penjelasan tertulisnya yang diperoleh SINDOnews, Selasa (15/12/2020).
Padahal, lanjut Rifqi, persyaratan tersebut secara terang diatur dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 6 Tahun 2020 yang menyebutkan pelaksanaan Pilkada erentak di kondisi bencana non alam Covid-19 sebagai sesuatu yang wajib disediakan di setiap TPS.
Tidak berhenti pada tahapan yang telah terlaksana saja, penerapan prokes juga harus dipastikan tetap berjalan. Apalagi masih ada tahapan lanjut setelah penghitungan suara nanti diumumkan. Salah satunya, saat penetapan pemenang atau pasangan calon yang terpilih.
“Tahapan penetapan pasangan calon terpilih seringkali diikuti dengan terbentuknya kerumunan sebagai ekses dari euforia kemenangan calon pilihannya. Momen ini menjadi krusial, karena memiliki karakter pengait massa yang serupa dengan tahapan pendaftaran bakal pasangan calon yang akhirnya menuai banyak kritik di awal September lalu,” ujarnya. (Baca juga: Tenaga Kesehatan Jawa-Bali Sasaran Pertama Vaksinasi)
Merujuk pada PKPU Nomor 5 Tahun 2020 tentang Tahapan, Program dan Jadwal Pilkada 2020, masih menyisakan agenda penetapan calon terpilih. Karena itu, Rifqi menegaskan penerapan setiap peraturan teknis penyelenggaraan Pilkada 2020 harus dilaksanakan dan didukung oleh setiap pemangku kepentingan, termasuk kepatuhan terhadap prokes.
(dam)